
“Mereka Bertadabur, Tafakur, dan Tasyakur”
Garutnews ( Sabtu, 06/11 – 2021 ).
Tadabur, proses mendapatkan gambaran banyak akibat dari beragam peristiwa, kemudian Tafakur kegiatan berpikir maupun merenungkan pelbagai kondisi yang terjadi di alam semesta. Sedangkan tasyakur, bersyukur atas segala nikmat diberikan Allah SWT.
Ketiga proses ini dijadikan rangkaian pembelajaran terintegratif bagi santri Kuttab Yadul ‘Ulya Garut sepanjang akhir pekan awal November, Sabtu (06/11-2021), di ‘Kampoeng Amsterdam’.

Dalam seluruh rangkaian helatan edukatif tersebut, di antaranya setiap seluruh santri secara persuasif dianjurkan mengamati ragam vegetasi sepanjang lintasan yang dilewatinya.
Diawali kegiatan pengenalan dengan lingkungan alam dan satwa. Kemudian sesuai kemampuannya belajar berinteraksi pada habitat yang di datanginya.

Sehingga diharapkan mereka berkesadaran terhadap pentingnya menjaga dan melindungi kehidupan lingkungan dimana pun berada. Serta diajak berwisata edukatif pula.
Menjelang kegiatan berakhir dan hendak pulang, mereka diajak pada kegiatan reflektif. Berupa mendiskusikan dengan sesama rekannya.

Selanjutnya dibimbing agar mendapatkan kesadaran rasa syukur terhadap nikmat setiap seluruh ciptaan Allah SWT bagi kehidupan manusia.
“Jaringan Air Pegunungan”
Diajak menyaksikan jaringan sarana air bersih bersumber dari pegunungan, peninggalan era kolonialisme Belanda sejak sekitar ratusan tahun lalu yang melintasi kawasan perkebunan “teh” juga pemukiman penduduk di Dayeuh Manggung Cilawu Garut, Jawa Barat, kini dikenal dengan sebutan “Kampoeng Amsterdam”.

Masih terdapat saluran permanen sekurangnya sepanjang tujuh kilometer bersumberkan air pegunungan yang bersih juga bening, selama ratusan tahun terakhir hingga kini sangat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat perkebunan juga penduduk sekitarnya.
Karena itu, lintasan sumber kehidupan ini hingga sekarang masih mengalirkan banyak manfaat. Bahkan menjadi situs bernilai sejarah. Meski kian tak maksimal terurus.

Maka produk kaum penjajah tersebut, bukannya bertambah berkualitas, melainkan semakin berkondisi parah.
Kendati siapapun dipastikan mengetahuinya, air merupakan salah satu sumber kehidupan. Dan air pun tak bisa diciptakan oleh umat manusia.
“Menelisik kondisi sarananya, barangkali bisa diibaratkan sapi perah, yang senantiasa di tuai air susunya, namun tak diberi pakan bergizi”.

Diperoleh pula informasi pada pertengahan Maret 2017, perkebunan Dayeuh Manggung terbaring bisu pada areal seluas sekitar 1.500 hektare, yang sejak 2014 silam dibudidayakan tanaman jeruk seluas 15,85 hektare pada kawasan Afdeling Tengah.
Masing-masing di Blok Talang seluas 7,17 hektare, serta di Blok Btr Meong 8,68 hektare.

Terdiri jenis Keprok Garut 3.365 pohon, Keprok Batu 55 (1.950 pohon), Keprok Madura 1.500 pohon, serta Keprok Trigas 1.800 pohon.
Selain itu juga dibudidayakan tanaman lengkeng, alfukat, serta kopi, sehingga areal perkebunan teh nya kini hanya menyisakan sekitar 130 an hektare.

Antara lain digarap 50 an pemetik teh, dengan produktivitas berkisar lima hingga 15 ton per hari. menyusul nampak pula areal bekas perkebunan teh nya yang kini berkondisi gamblung.
Kemasan Kampoeng “Amsterdam” yang merupakan perumahan pegawai (dahulu dikenal dengan sebutan kuli kontrak) di rumah ‘bedeng’ perkebunan peninggalan Belanda.
******
Esay/Fotografer : Abah John.