16 Jan 2023, 03:30 WIB

“Bernaung dengan keimanan dan berserah diri kepada-Nya merupakan landasan bersikap”
OLEH AUNUR ROFIQ
Keimanan seseorang akan memengaruhi apakah ia akan berkhianat atau memegang amanah atas kepercayaan yang diberikan. Tentu godaan atas kepercayaan selalu ada, apalagi kepercayaan itu diberikan sepenuhnya. Bagi orang beriman, tentu amanah akan dilaksanakan sebaik-baiknya dengan hasil akhir yang memuaskan.
Amirul Mukminin Umar bin Khathab pernah mengeluarkan peraturan melarang mencampur susu dengan air. Apakah aturan itu mempunyai mata untuk mengawasi penyelewengan? Dan apakah aturan juga mempunyai tangan untuk menangkap bagi pelanggar?
Tentu jawabannya tidak. Di sinilah peran keimanan seseorang akan melakukan penyelewengan atau tidak.

Ada kisah yang sering kita dengar tentang seorang ibu dan anak perempuannya. Ibu bermaksud mencampur susu dengan air untuk berharap keuntungan lebih, sedangkan anaknya mengingatkan tentang larangan Amirul Mukminin.
Ibu berkata, “Bukankah Amirul Mukminin jauh dari kita? Tak mungkin dia melihat kita.” Anak pun menjawab, “Meski Amirul Mukminin tidak melihat kita, tapi Tuhan Amirul Mukminin tetap melihat kita.”
Begitu teguhnya sang anak ini memegang aturan karena memahami betul bahwa Allah selalu mengawasi perbuatan makhluk. Kondisi saat ini dalam kehidupan perdagangan, mencampur, mengurangi volume, dan berbohong atas kondisi barang yang dijual.
Tak jarang sering menyampaikan barang ini sudah ditawar si fulan sekian (padahal belum), ini semua menandakan lemahnya iman seseorang.
Siapakah anak gadis jujur penjual susu dan mengingatkan ibunya untuk tidak mencampur susu dengan air? Ia bernama Fatimah. Kelak, ia dilamar Ashim bin Umar bin Khathab.
Khalifah Umar bin Khattab pun sangat sayang kepada Ashim dan Fatimah. Dia selalu berkata, “Wahai Tuhan, alangkah bahagianya jika ada dari keturunanku mengisi dunia ini dengan keadilan, sebagaimana dunia ini dipenuhi kezaliman.”
Kelak mereka berdua akan melahirkan keturunan yang menjadi Amirul Mukminin pada tahun 99-101 H. Beliau adalah pemimpin yang berhasil mengentaskan warganya dari kemiskinan, meski dalam waktu kepemimpinannya yang kurang lebih dua tahun.
Dia adalah Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, yang gaya kepemimpinannya selalu menjadi perbincangan dan menjadi teladan.
“Dia adalah Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, yang gaya kepemimpinannya selalu menjadi perbincangan dan menjadi teladan”
Ath-Thabari meriwayatkan, ketika kaum muslimin menduduki Madain dan memperoleh harta rampasan perang, datang seorang laki-laki membawa harta rampasan untuk diserahkan pada petugas pengumpul.
Saat itu orang-orang (petugas pengumpul) saling berbisik dengan mengatakan, “Belum pernah kita melihat barang berharga seperti ini. Apa yang kita berikan sungguh belum menyamai, bahkan mendekati pun tidak.“
Para petugas bertanya, “Engkau tidak mengambilnya barang sedikit?” Ia menjawab, ”Tidak, demi Allah! Kalau bukan karena Allah, tak mungkin aku menyerahkan harta ini kepada kalian.”
Karena kejujurannya, maka mereka bertanya, “Siapakah engkau?” Ia menjawab, “Demi Allah aku tidak akan memberitahukan kepada kalian siapa diriku agar kalian tidak memujiku. Juga kepada selain kalian agar mereka tidak memberikan penghargaan kepadaku. Tetapi aku hanya mengharap pujian Allah dan merasa puas dengan pahala-Nya.”
Siapakah lelaki itu? Ia adalah Amir bin Abdul Qais.
Pujian dan penghargaan, saat ini merupakan laksana barang mewah. Banyak kalangan ingin mendapatkannya guna citra diri atau kelompok dan golongan. Adakalanya untuk mendapatkan itu dengan “menata” meski mengeluarkan biaya cukup besar.
Nanti semakin dekat masa pemilihan umum (legislatif, pemimpin daerah, dan presiden) barang yang bernama pujian dan penghargaan akan menjadi incaran banyak pihak. Sosok Amir bin Abdul Qais akan dianggap sebagai pahlawan kesiangan dengan sikapnya tersebut.
Ingatlah bahwa seorang hamba yang berharap pujian adalah nyata perbuatannya dikarenakan itu, bukan keikhlasan dari lubuk hatinya, itulah perbuatan kesia-sian. Hanya ingin dilihat oleh makhluk dan lupa bahwa pujian dari Sang Pencipta serta pahalanya adalah tujuan.
Bernaung dengan keimanan dan berserah diri kepada-Nya merupakan landasan bersikap dalam kehidupan yang saat ini cenderung makin kompleks. Semoga kita semua selamat dunia akhirat.
“Rabbana aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar.” Ya Tuhan kami, datangkanlah kepada kami di dunia ini kebaikan hidup dan di akhirat kelak kebaikan yang tinggi, dan jagalah kami dari siksa api neraka yang menyala-nyala.
*******
Republika.co.id/Ilustrasi Fotografer : Abah John.