Ujian bagi KPU

Ujian bagi KPU

811
0
SHARE

Garut News ( Jum’at, 18/07 – 2014 ).

Ilustrasi. (Foto: John Doddy Hidayat).
Ilustrasi. (Foto: John Doddy Hidayat).

Keberhasilan Komisi Pemilihan Umum menggelar pemilihan presiden berlangsung relatif lancar patut dipuji.

Tetapi kini datang ujian terakhir, menghitung perolehan suara.

Publik masih menanti siapa pemenang resmi: pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ataukah Joko Widodo-Jusuf Kalla?

Diharapkan Komisi mampu bekerja cermat dan bebas tekanan siapa pun.

Harapan itu perlu disampaikan lantaran Komisi terkesan kurang percaya diri.

Di tengah proses rekapitulasi suara, Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan pemberi keputusan final pemenang pemilu bukan lembaganya, melainkan Mahkamah Konstitusi.

Pernyataan ini tidaklah pantas diucapkan seorang Ketua KPU.

Sikap Husni mengundang spekulasi hasil pemilu kali ini akan kacau sehingga kudu dibawa ke MK.

Padahal tugas Komisi menghitung akurat sehingga kedua pihak bisa menerima hasil pemilu.

Kudu diakui, tugas penghitungan suara kali ini cukup berat lantaran selisih suara penentu kemenangan diperkirakan kurang dari lima persen.

Namun kedua kubu dan publik mau menerima apa pun hasilnya jika sejak awal KPU memerlihatkan cara kerja transparan.

Transparansi sebetulnya bisa dilakukan dengan cara mengadakan penghitungan sementara dan menyiarkannya setiap hari.

Cara dulu pernah dilakukan ini bisa mengurangi rasa penasaran dan kecurigaan masyarakat.

Apalagi Komisi menampung hasil pindai formulir C1–berisi hasil penghitungan di seluruh tempat pemungutan suara.

Jika masyarakat bisa menggelar penghitungan sementara seperti ditayangkan di situs kawalpemilu.org, seharusnya KPU mampu pula melakukannya.

Dengan adanya penyiaran hasil penghitungan sementara secara bertahap, niscaya publik sedikit tenang.

Peran sebagai peredam ketegangan itulah kurang dimainkan pimpinan KPU.

Lembaga ini belum mampu menjadi wasit baik di tengah pertarungan sengit antara kubu Prabowo dan Joko Widodo alias Jokowi sejak kampanye hingga sekarang.

Kampanye seharusnya menjadi ajang adu program, dan membuka rekam jejak kandidat itu justru menjadi perang propaganda tak sehat.

Setelah pemungutan suara dilakukan, publik kemudian disuguhi polemik mengenai hasil hitung cepat.

Sebagian politikus bahkan masih memertanyakan hasil hitung cepat lembaga cukup kredibel, termasuk hitung cepat versi Radio Republik Indonesia.

Padahal hitung cepat amat penting sebagai patokan terhadap hasil perolehan suara resmi sekaligus mencegah kecurangan.

Jika hitung cepat dilakukan RRI masih disepelekan, orang tentu menjadi curiga: jangan-jangan ada upaya merekayasa hasil pemilu.

KPU mesti membuktikan, kecurigaan itu tak beralasan.

Caranya tentu saja dengan melakukan penghitungan suara secara teliti.

Para komisioner seharusnya optimistis, hasil penghitungannya bisa diterima kedua kubu, dan tak perlu dipersengketakan di mahkamah.

********

Opini/Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY