Garut News ( Selasa, 21/10 – 2014 ).
“Garut Governance Watch” (G2W) menduga kuat “tunjangan daerah khusus” (tunsu) guru, khususnya pada wilayah selatan, dipotong “Unit Pelaksana Teknis Dinas” (UPTD) Pendidikan setempat.
Bahkan tak tanggung-tanggung, besaran pemotongan tunsu dicairkan setiap triwulan itu berkisar Rp500 ribu hingga Rp1 juta per orang.
Sekjen G2W Dedi Supriadi katakan, berdasar hasil pengaduan dan penulusuran GGW pada beberapa daerah Selatan Garut, indikasi terjadi pungutan dilakukan UPTD Pendidikan masing-masing wilayah kecamatan terhadap penerima tunjangan dilakukan sistemik.
Sehingga para penerima tunsu tak menerima utuh uang semestinya haknya kudu diperoleh selama tiga bulan sekali.
Rata-rata dana tunsu mereka terima juga dipotong tanpa alasan jelas.
“Padahal tunsu ini diberikan pada guru sebagai kompensasi atas kesulitan hidup mereka hadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus. Tujuannya mewujudkan Undang-Undang Guru dan Dosen, antara lain mengangkat martabat guru, meningkatkan kompetensi guru, memajukan profesi guru, meningkatkan pembelajar, dan meningkatkan layanan pendidikan bermutu. Jika dalam prakteknya terjadi pungutan UPTD pendidikan, itu sangat keterlaluan,” ungkap Dedi, Senin (20/10-2014).
Masih menurut dia, praktik itu bisa berdampak pada menurunnya mutu pendidikan di Kabupaten Garut.
Dikemukakan, berdasar petunjuk teknisnya, besaran tunsu itu setara satu kali gaji pokok per orang per bulan.
Sedangkan bagi guru non-PNS besarannya sekitar Rp1,5 juta per orang per bulan.
Dedi menilai kasus ini mengindikasikan masih tak adanya itikad baik dari Pemkab Garut, khususnya Dinas Pendidikan, mewujudkan pendidikan adil, merata, dan berkualitas.
“Pihak Dinas Pendidikan kudu bertanggungjawab,” tandasnya menyerukan.
******
Noel, Jdh.