“Kengerian Zoologist Inggris Terobati”
“Ada tujuh kukang, dua di antaranya jantan senantiasa mendapatkan perhatian serius penanganan perawatannya agar kualitas kesehatannya tetap prima sehingga bisa berkembang populasinya,” ungkap Manager Taman Satwa Cikembulan Rudy Arifin, SE didampingi Asisten Manager, Willy Ariesta, S.Pd, Selasa (20/09-2022).
Bahkan dari ketujuh kukang tersebut, empat di antaranya terdiri satu jantan berusia sekitar delapan bulan serta tiga betina berkisar delapan bulan hingga satu tahun, mendapatkan perawatan medis meski gangguan pencernaan dan stressnya mulai pulih.
Sedangkan tiga kukang lainnya masing-masing satu jantan berusia sekitar 1,5 tahun serta betina (delapan bulan), berkondisi kesehatan prima sehingga bisa disaksikan di kandangnya oleh para pengunjung.
Mereka keseluruhannya titipan BKSDA, yang diperoleh dari hasil sitaan juga berasal dari masyarakat yang sukarela menyerahkan satwa dilindungi ini kepada BKSDA, sebagaimana dikemukakan drh. Kurniawan dari Taman Satwa Cikembulan.
Penitipan tujuh kukang di taman satwa ini, menjadikan Zoologist asal Inggris, Katey Hedger, M.Sc dari Komunitas ‘Little Fireface Project’ (LFP) terobati kengeriannya.
Lantaran satwa tersebut semakin terancam punah, maka Katey Hedger pun beberapa kali mendatangi Taman Satwa Cikembulan berdiskusi mengenai pemeliharaan kukang.
“Perdagangan Ilegal Satwa Terancam Punah di Pusat Kota Garut”
Sebelumnya dilaporkan Garutnews, Zoologist asal Inggris, Katey Hedger bersama rekan komunitasnya selama ini concern mencegah potensi si pemalu dari ancaman kepunahan.
Ternyata pada sepanjang, Ahad (08/05-2022), seseorang tak dikenal berkeliling mengitari seputar pusat Kota Garut menjajakan juga menawarkan seekor kukang, serta beberapa ekor burung.
Seekor kukang yang tak dijelaskan jenis kelaminnya itu, ditawarkan dengan harga Rp200 ribu. Namun saat didesak pertanyaan lelaki separuh baya ini hanya katakan barang dagangannya berasal dari Jawa Tengah.
Dia menutupi wajahnya dengan topi yang dipakainya, kemudian secepatnya bergegas berlalu.
“Kukang Jawa, satwa berjuluk Si Malu-malu masih berpotensi semakin menyusut populasinya sebagai dampak merebaknya perdagangan liar, dijadikan hewan peliharaan, dan terganggunya habitat mereka,” tandas Katey Hedger.
Satwa yang juga dikenal dengan nama loris atau sebutan lokal Bahasa Sundanya Mukageni ini, juga berpotensi terusik adanya alih fungsi lahan, padahal habitatnya pada pepohonan terutama bambu, ungkap Zoologist tersebut.
Sehingga LFP, lembaga non pemerintah (NGO/Non Government Organization) senantiasa gencar mengonservasi, termasuk berupaya mengedukasi masyarakat sekitar habitatnya, imbuh Hedger didampingi pemerhati lulusan UGM Yogyakarta, Tungga Dewi, S.Hut kepada Garutnews, Sabtu (05/06-2021) silam.
Keduanya menjelaskan, diperlukan pula upaya membenahi tempat tinggal tidur loris dengan tetap tersedianya pohon bambu serta vegetasi Kaliandra.
Meski tak mudah mendidik masyarakat berperanserta, sebab terbiasa abai terhadap kerusakan lingkungan. Bahkan sepertinya dirasa lumrah jika ada yang merusak atau merambah hutan.
Termasuk menebang pohon bambu untuk keperluan bangunan, atau tanaman Kaliandra untuk dijadikan kayu bakar. Maka bisa dipastikan loris bakal merambah kompleks hunian masyarakat lantaran kerusakan habitat aslinya.
Kondisi itu pun semakin diperparah masyarakatpun tak faham pada manfaat keberadaan primata tersebut, akibat selama ini sangat minim informasi.
Malahan termasuk kalangan pemerintah pun yang diberi pelatihan oleh lembaga ini, bukan justru sebaliknya.
Namun kendati tak disupport pemerintah pusat maupun daerah. Tetapi aktivitas pelestarian Kukang terus dilakukan. Sejak 2011 ketika seorang pelancong datang ke daerah ini menemukan banyak kasus penangkapan dan penjualan Kukang secara ilegal.
Kemudian banyak kalangan bangsa asing berkepedulian tinggi terhadap pelestarian lingkungan bermarkas di Kampung Pamegatan Desa Cipaganti Kecamatan Cisurupan, sekitar 19 kilometer arah selatan dari pusat Kota Garut.
Sekarang tak terhitung jumlah populasi Kukang di sekitar kawasan Gunungapi Papandayan, terutama di dalam hutan yang belum tersentuh. Sedangkan manfaat hewan kecil bermata besar ini sangat penting dalam ekosistem hutan, jika ada Kukang maka akan lestari pula tanaman sumber makananya.
Dikemukakan, Kukang di dunia ada sembilan spesies yang diketahui. Sedangkan yang ada di Garut Kukang Jawa. Hanya di negara-negara Asia ada kukangnya seperti Filipina, India, dan Indonesia.
Karenanya gerakan mengonservasi harusnya bisa dilakukan secara terus-menerus meski suatu saat nanti LFP pindah ke provinsi lain, menyusul adanya rencana menggarap di sebuah kawasan Jawa Timur.
Mungkin dua atau lima tahun ke depan lembaga ini tak ada lagi di Cipaganti tanpa kekhawatiran masyarakat kembali ke perilaku sebelumnya.
Kukang bergerak dari satu pohon ke pohon lainnya menggunakan tangan. Jika kukang turun ke atas tanah, mereka langsung berlari cepat seperti tikus. Hewan memiliki masa hidup 20-25 tahun tersebut dinilai tak bertahan lama jika tinggal di dataran.
“Untung memiliki kamuflase sempurna menyerupai pohon bambu, dan dedaunannya”
Kukang Jawa termasuk hewan di ambang krisis sejak November 2013. Hal tersebut didukung data International Union for Conservation of Nature, menyantumkan Kukang Jawa di daftar red list-nya.
Selain pemakan belalang, tikus, dan burung, kukang senang memakan getah pohon Jengjen, dan meminum sari madu dari bunga Kaliandra.
Bisa dikatakan kukang berjasa pada pembasmian hama pertanian, dan penyerbukan di lingkungan sekitarnya. Maka ada pembelajaran tentang kukang pada para petani, dan anak-anak di daerah konservasi.
Agar masyarakat memahami betapa pentingnya keberadaan kukang bagi kehidupan mereka.
Apalagi, spesies ini juga merupakan yang dilindungi melalui Undang–undang No. 5/1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
“Taman Satwa Cikembulan”
Taman Satwa tersebut, berhasil pula antara lain membudidayakan macan tutul, menyusul sepasang macan tutul disatu kandangkan sejak Nopember 2011, ternyata pada 28 Desember 2013 pukul 05.00 membuahkan keturunan.
Disini berkembangbiak juga orang utan, Kakatua Maluku, menetasnya telur kakatua jambul jingga asal Papua,
Sehingga dari total koleksi yang sekarang mencapai sedikitnya 119 spisies dengan populasi 357 individu lebih, merupakan produk keberhasilan penambahan berkembangbiaknya ragam jenis satwa.
Antara lain pula terdiri AVIS sekitar 376 populasi, Reptil sekitar 24 populasi, serta beragam jenis mamalia sekitar 132 populasi.
Di antaranya sepasang Singa Afrika yang jumlahnya kini menjadi delapan ekor, yang keenam keturunannya semuanya berjenis kelamin jantan.
Seluruh koleksi itu, menempati areal yang dilengkapi beragam sarana prasarana penunjang termasuk wahana permainan anak – anak, serta sarana atraksi permainan bernuansakan edukatif.
Maka pada setiap induvidu sumber daya manusia pengelola taman satwa ini senantiasa mendapatkan penguatan kualitas keterampilan, dan keakhliannya masing-masing.
“Termasuk penguatan manajerial kualitas konsistensi serta komitmen mereka pada tugas pokok, dan fungsinya masing – masing,” tandas Rudy Arifin.
Sedangkan, selama Shaum Ramadlan saban tahunnya diliburkan sebulan penuh. Ditutupnya kunjungan wisatawan guna mengistirahatkan seluruh satwa agar mereka senantiasa berekondisi prima, imbuh Rudy Arifin.
Selama musim liburan Lebaran Idul Fitri 1443 H/2022, Taman Satwa Cikembulan didatangi ribuan pengunjung lokal, nasional juga dari luar negeri.
*******
Esay/Fotografer: Abah John.