Tabiat Membolos Pegawai Negeri

0
130 views

Garut News ( Ahad, 26/07 – 2015 ).

Ilustrasi. (Foto : John Doddy Hidayat).
Ilustrasi. (Foto : John Doddy Hidayat).

Ketidakhadiran pegawai negeri pada hari pertama setelah libur Lebaran sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Badan Kepegawaian Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang memantau kehadiran pegawai di Balai Kota pada 22 Juli lalu membuktikan hal itu.

Dari total 69 ribu pegawai Pemerintah DKI Jakarta, 6.763 orang (sekitar 9,8 persen) tidak masuk. Pada tahun lalu, persentase pegawai yang tak hadir mencapai 8 persen. Sedangkan pada 2013 sekitar 1,5 persen.

Dari jumlah tersebut, separuh lebih disebut mengantongi izin cuti, dinas luar daerah, tengah menempuh pendidikan, atau sakit. Tetapi sekitar 1.000 pegawai diduga bolos.

Terhadap mereka yang mangkir itu, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama jauh-jauh hari mengeluarkan ancaman: akan memotong Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) Dinamis pegawai. Tunjangan itu besarnya hampir setara dengan gaji pokok seorang pegawai.

“Penyakit” mangkir dari kantor—padahal sudah mendapat libur cukup—tak hanya terjadi di Jakarta. Hal yang sama, seperti disebutkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Yuddy Chrisnandi, juga terjadi di daerah.

Di Rumah Sakit M. Yunus, Bengkulu, misalnya, pada hari pertama setelah libur Lebaran banyak pegawainya yang absen. Akibatnya, pelayanan rumah sakit itu kacau-balau. Di Subang, Jawa Barat, apel pagi yang rutin digelar hanya dihadiri tak lebih dari 40 persen pegawai.

Lapangan upacara terlihat kosong melompong. Jelas tak mungkin 60 persen pegawai lainnya tengah dinas luar kota atau cuti serempak.

Hukuman terhadap mereka yang mangkir ini memang ringan, dan bisa jadi itu pula yang membuat penyakit membolos pegawai negeri tumbuh subur.

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri menyatakan mereka yang mangkir mendapat sanksi dari atasan berupa teguran lisan dan tertulis.

Adapun jika tidak masuk selama 5-15 hari memperoleh surat pernyataan tidak puas. Penundaan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, dan penurunan pangkat satu tingkat baru bisa dikenakan jika pegawai tidak hadir selama 16-30 hari kerja.

Sanksi seperti itu sangat ringan dan sama sekali tak akan menimbulkan efek jera.

Untuk mengatasi hal ini, terobosan Gubernur Basuki melalui Peraturan Gubernur Nomor 193 Tahun 2015 tentang TKD bisa dicontoh daerah lain. Basuki menegaskan, pegawai yang membolos tidak mendapat TKD Dinamis satu bulan.

Sebelumnya, pegawai yang masuk lewat dari pukul 07.30 dipotong TKD-nya Rp 500 ribu per menit.

Namun, karena pada hari pertama masuk kerja setelah libur Lebaran banyak pegawai yang pulang cepat—tak sesuai dengan jam pulang kantor—mungkin Basuki perlu memperhitungkan ihwal “pencurian” jam kerja ini.

Jika jam kerja mereka kurang dari 8,5 jam seperti ketentuan, TKD Dinamis mereka harus dipotong.

Sanksi pemotongan penghasilan ini besar kemungkinan bakal efektif dan membuat para pegawai negeri kapok.

Apalagi, para abdi negara itu selalu menikmati kenaikan gaji dari pemerintah. Sepatutnya, dengan gaji yang didapat dari uang rakyat itu, mereka memberikan pelayanan terbaik untuk publik.

********

Opini Tempo.co

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here