Garut News ( Ahad, 11/10 – 2015 ).
Tim ilmuwan yang didanai National Geographic mengklaim menemukan jenis manusia baru di goa Rising Star yang terletak 50 kilometer dari Johannesburg, Afrika Selatan.
Klaim tersebut didasarkan pada temuan fosil-fosil di bagian terdalam goa bernama Dinaledi, ruang lebar yang hanya bisa ditempuh dengan keahlian caving tinggi.
Untuk mencapai ruang tersebut, seseorang harus melewati liang Superman Crawl yang lebarnya hanya 25 sentimeter dan Dragon Back yang lebarnya hanya 20 sentimeter.
Tim ilmuwan menamai jenis manusia baru itu Homo naledi. Penemuannya sendiri telah dipublikasikan dalam dua makalah di jurnal eLife.
Lee Berger, paleoantropolog dari University of Witwatersrand yang memimpin penelitian, mengatakan, manusia jenis baru itu mirip dengan Homo erectus yang eksis 1,5 juta tahun lalu. Manusia itu berkepala kecil, berkaki panjang, dan kurus dengan kaki-kakinya punya tinggi sekitar 152 sentimeter.
Berdasarkan analisis pada sekitar 1.500 potongan fosil yang diduga milik 15 individu, Berger mengungkapkan bahwa manusia Naledi itu merupakan perpaduan antara manusia modern dan purba.
Otak manusia Naledi kecil, sekecil gorila. Giginya sederhana. Karakteristik dada manusia itu mirip kera, tetapi tangannya modern, mampu mendukung kegiatan membuat alat. Kakinya tegak mendukung kegiatan berjalan tegak, tetapi tangannya menekuk, mirip tangan monyet yang suka bergelantungan di pohon.
Berger melihat, manusia Naledi mampu memberi pandangan baru tentang evolusi manusia. Mungkin saja, 3 juta tahun lalu, prediksi maksimum usia manusia Naledi, manusia cerdas sudah ada.
“Jika ini jenis manusia purba, seperti coelacanth (ikan purba), yang hidup terus melalui waktu dan hanya berusia puluhan ribu tahun, atau ratusan ribu tahun, itu berarti bahwa selama itu kita punya spesies kompleks yang menghuni Afrika, yang mungkin mampu membuat alat,” kata Naledi seperti dikutip The Guardian, Kamis (10/9/2015).
John Hawks, peneliti lain yang terlibat riset, mengungkapkan bahwa meskipun jenis baru itu punya karakteristik manusia modern, dia mungkin merupakan jenis paling purba dari genus Homo.
“Ini mungkin memberi petunjuk bahwa sejarah evolusi manusia berbeda dengan yang kita bayangkan,” katanya.
Sementara itu, Paul Dirks, ilmuwan lain yang terlibat, mengatakan bahwa fosil tulang akan dipelajari dahulu sebelum melakukan penanggalan karbon untuk mengungkap usia manusia itu. Ia mengatakan, penanggalan karbon berpotensi merusak material.
Klaim penemuan manusia baru ini memicu perdebatan di kalangan ilmuwan. Tanpa penanggalan karbon, ilmuwan lain menilai temuan manusia baru ini tidak bisa dipertanggungjawabkan.
William Jungers, antropolog dari Stony Brooks School of Medicine di New York, mengatakan, “Jika manusia baru itu lebih tua dari 2 juta tahun, mungkin dia adalah versi awal dari Homo erectus di Afrika Selatan yang selama ini sudah dikenal. Jika lebih baru, mungkin ini manusia modern yang mengalami isolasi.”
Christoph Zollikofer, antropolog dari Universitas Zurich, mengatakan, karakteristik tulang yang biasa digunakan untuk justifikasi penemuan jenis baru manusia kadang tidak bisa menjadi dasar.
“Karakteristik unik yang berpotensi digunakan untuk mendefinisikan spesies baru perlu dipelajari lebih lanjut sebab mereka mungkin hanya mencerminkan variasi individu, atau variasi dalam level populasi,” ungkap Zollikofer. Paleoantropolog dari University of California, Berkeley, yakin bahwa jenis itu adalah Homo erectus.
Kontroversi manusia Naledi bukan hanya pada kebaruan jenisnya, melainkan juga caranya sampai di dalam ruang goa terdalam yang harus ditempuh lewat jalur mahasulit.
Berger punya penjelasan radikal. Ia mengatakan, “Kami, setelah menghilangkan semua kemungkinan, telah sampai pada sebuah kesimpulan bahwa Homo naledi itu memanfaatkan ruang ini untuk acara ritual yang bertujuan membuat diri sendiri mati.”
Sementara itu, ilmuwan lain mendebatnya. Chris Stringer, pimpinan Departemen Asal Usul Manusia di Natural History Museum di London, mengatakan, “Jika kita bicara tentang pengasingan yang sengaja, kita bicara tentang makhluk berotak seukuran gorila yang masuk ke goa yang dalam, gelap, dan menaruh tubuh lewat jalur sempit untuk sampai ke ruang goa. Itu adalah perilaku (yang terlalu) kompleks bagi apa yang kita pikirkan sebagai spesies manusia primitif.”
********
Editor : Yunanto Wiji Utomo/Kompas.com