Garut News ( Sabtu, 17/05 – 2014 ).
Padamnya listrik di Jakarta, dan sekitarnya selama beberapa jam dalam dua hari pekan ini, bukti belum stabilnya pasokan daya dari PLN.
Pihak PLN menyebutkan pemadaman dipicu kerusakan pompa Pembangkit Listrik Tenaga Uap Pacitan, Jawa Timur.
Pasokan makin terganggu setelah terjadi kerusakan beruntun pada Gardu Induk Kembangan, serta Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas Muara Karang.
Kerusakan beruntun itu, menunjukkan betapa kedodorannya pasokan setrum.
Jika di Jawa saja masih seperti itu, bisa dipastikan nasib pulau-pulau di luar Jawa lebih buruk.
Listrik byar-pet berkali-kali, bahkan bisa seharian, seolah hal rutin.
Pemerintah dan PT PLN sebagai satu-satunya perusahaan pemasok listrik pun seperti tak berdaya.
Tak jarang pula, apabila masalah defisit listrik mengemuka, lembaga-lembaga terkait justru saling menyalahkan.
Semestinya disadari, matinya listrik bukan sekadar soal terganggunya kenyamanan pengguna.
Ada kerugian besar dari tidak stabilnya pasokan daya kudu dihitung lebih serius.
International Finance Corporation, perusahaan terafiliasi Bank Dunia, misalnya, menurunkan peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia gara-gara tak stabil, dan sulitnya memeroleh sambungan setrum.
Investor mengeluh, mendapatkan pasokan listrik, mereka kudu menunggu lebih dari tiga bulan.
Padahal, di Singapura, sekadar contoh, hanya perlu waktu sekitar sebulan.
Pasti kondisi ini menyebabkan Indonesia sulit bersaing menarik investor di era pasar bebas seperti sekarang.
Soal ini semestinya bisa diselesaikan jika saja terdapat kemauan lebih serius.
Pemerintah wajib memenuhi tugas diamanatkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 3/2005, yaitu menjalankan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2005-2015 menyeluruh, dan terpadu.
Menurut amanat tercantum Psl 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, pemerintah wajib menyusun draf Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2012-2031, dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) 2012-2021.
Draf ini berisi kebijakan ketenagalistrikan nasional, arah pengembangan penyediaan tenaga listrik, kondisi kelistrikan saat ini, hingga kebutuhan investasi.
Tak ada cara lain kecuali membuktikan pada publik pemerintah mampu menjalankan semua rencana tersebut.
Misalnya, akhir November tahun lalu, Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji memastikan keseluruhan proyek pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt tahap pertama kelar akhir 2014.
Janji ini semestinya diikuti penjelasan, dan laporan kemajuan ke publik.
Jika sampai sekarang listrik masih belum juga stabil, bagaimana khalayak bisa diyakinkan rencana itu terlaksana tepat waktu?
Pembenahan listrik juga kudu menjadi prioritas pemerintahan baru nantinya.
Pemerintah perlu bergegas mengkaji cetak biru yang ada, dan memastikan target pencapaiannya.
Jabarkan penerapan rencana secara terbuka, dan bangun mekanisme kontrolnya.
Kesulitan koordinasi antarinstansi, tentu saja, kudu bisa diatasi.
*******
Opini/Tempo.co