– Sabine Hossenfelder, asisten professor di The Nordic Institute for Theoretical Physics, Stockholm, Swedia
Jakarta, Garut News ( Selasa, 12/05 – 2015 ).
Tahun ini menandai seratus tahun lahirnya teori relativitas Albert Einstein, sebuah mahakarya yang melukiskan gravitasi sebagai kelengkungan ruang dan waktu.
Namun, sebagaimana sering terjadi dalam sains, ketajaman pemikiran Einstein mengantarkan ilmuwan pada pertanyaan yang lebih banyak ketimbang jawabannya.
Menemukan penjelasan tunggal yang memenuhi semua persamaan yang diajukan Einstein—ruang dan waktu yang menggambarkan kelengkungan alam semesta—memang sulit. Karena itu, teori yang dikembangkannya itu lambat dipahami.
Studi awal dan pengujian pertama yang krusial oleh para ilmuwan terpaksa menggunakan perkiraan-perkiraan saja. Dibutuhkan waktu puluhan tahun untuk mengembangkan teknik mengklarifikasi dan mendapatkan solusi-solusi baru.
Tapi sekarang banyak solusi diketahui, dan persoalan-persoalan yang rumit lainnya, seperti medan gravitasi di dua bintang yang bertabrakan, dapat dikaji dengan menggunakan komputer yang melakukan kalkulasi numeriknya.
Teori Einstein tak hanya menggambarkan perkembangan alam semesta kita dimulai dari Dentuman Besar sampai Lubang Hitam, ia juga mengajarkan kepada fisikawan relevansi dari geometri dan simetris—pengetahuan yang menyebar dari fisika atom sampai kristalografi.
Walaupun ada keserupaan antara teori milik Einstein dan teori-teori lainnya di bidang fisika, ia menolak menyatukan teori itu dengan mekanika kuantum—teori yang menjelaskan perilaku dominan materi pada skala atom dan sub-atom.
Menurut teori Einstein, gravitasi berbeda dengan kekuatan-kekuatan fisik yang dikenal manusia, tidak terkuantisasi. Ia tidak tunduk pada prinsip ketidakpastian Heisenberg yang terkenal itu. Medan elektro-magnetik dari suatu zarah yang melewati dua celah dapat sekaligus melewati kedua celah itu.
Padanan gravitasionalnya tidak dapat berbuat serupa.
Ketidaksetaraan antara pemahaman kita mengenai gravitasi dan teori-teori kuantum mengenai materi merupakan suatu teka-teki yang sulit ditebak bagi fisikawan teoretis, karena ia berujung pada kontradiksi matematika.
Jelas, ada sesuatu mengenai kombinasi teori kuantum dan gravitasi yang masih belum diketahui, serta pemahaman kita mengenai ruang, waktu, dan materi ini terletak pada terurainya hubungan antaranya itu.
Menemukan deskripsi gravitasi yang sesuai dengan pemahaman kita mengenai fisika kuantum akan membawa revolusi di bidang kosmologi, menghasilkan wawasan-wawasan baru dalam memahami alam semesta kita, dan memberikan pemahaman yang lebih dalam yang menjadi landasan berpijak semua fisika modern.
Walaupun terdapat potensi dampak yang besar dari suatu terobosan seperti ini serta upaya generasi-generasi fisikawan untuk mengenal hal ini, kita masih belum tahu teori mana yang benar.
Berbeda dengan bagaimana rasanya ketika Anda mencoba bangun dari tempat tidur pada pagi hari, gravitasi sesungguhnya merupakan kekuatan mendasar paling lemah yang telah teridentifikasi.
Dibutuhkan dorongan statis beberapa elektron saja untuk membuat rambut Anda tegak lurus, mengalahkan tarikan gravitasi dari keseluruhan planet bumi.
Dalam dunia atom dan sub-atom, gravitasi tidak relevan dibandingkan dengan apa saja yang terjadi saat ini, yang semuanya bisa dilukiskan oleh teori-teori kuantum.
Begitu lemahnya gravitasi membuat pengukurannya di level kuantum begitu sulit. Akibatnya, kita tidak memiliki data eksperimental untuk membimbing fisikawan teoretis mengembangkan teori yang belum ada itu.
Mendeteksi suatu graviton—partikel hipotetis yang membentuk bagian dari sesuatu medan gravitasi—membutuhkan pemecah partikel seukuran galaksi Bima Sakti atau sebuah detektor dengan massa sebesar Planet Jupiter.
Eksperimen semacam itu tentu saja ada di luar kemampuan teknologi kita, sehingga fisikawan telah berfokus pada upaya menghilangkan kontradiksi matematis ini dulu, dengan menggunakan pendekatan-pendekatan, seperti string theory, loop quantum gravity, dan asymptotically safe gravity.
Tapi, untuk mengetahui teori mana yang menggambarkan realitas, ilmuwan tetap harus melakukan eksperimen.
Itulah sebabnya, mengapa selama sepuluh tahun terakhir ini fisikawan mulai mencari bukti tidak langsung mengenai gravitasi kuantum. Daripada berupaya mendeteksi gravitasi kuantum, para peneliti mencari efek-efek lainnya yang akan menunjukkan bahwa gravitasi itu terkuantisasi.
Pengujian-pengujian ini bekerja seperti pengujian yang memanfaatkan stabilitas atom sebagai bukti tidak langsung kuantisasi kekuatan elektromagnetik.
Sejauh ini, upaya-upaya ini tidak berhasil mendeteksi bukti-bukti yang dicari tersebut. Namun bagaimanapun juga, ia telah berujung pada perkembangan-perkembangan yang penting, karena hasil-hasil yang negatif itu telah meniadakan beberapa hipotesis yang masuk akal.
Dan, walaupun para peneliti mungkin tidak menunjukkan hasil yang mendukung sesuatu teori, mereka telah memajukan perkembangan sains yang mendefinisikan dengan lebih jelas kriteria pengamatan yang harus diperhatikan setiap teori kuantum.
Sementara kita memperingati pencapaian Einstein, kita harus menggunakan kesempatan ini untuk merayakan semangat yang tidak pernah kendur dari mereka yang terus maju dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diwariskan teori Einstein kepada kita.
Apa yang diwariskannya kepada kita itu telah membuahkan penelitian-penelitian di bidang-bidang yang berharga. seperti kosmologi, relativitas umum numerik, dan gravitasi kuantum.
Teori relativitas umum Einstein memperkenalkan kepada kita lubang cacing (wormholes), evaporating black holes, dan teori Dentuman Besar; ia menggarisbawahi penemuan yang menyatakan bahwa alam semesta itu meluas dan bahwa apa yang dinamakan planet di luar tata surya itu ternyata lebih umum daripada yang diperkirakan siapa pun; dan ia telah mendefinisikan kembali dengan jelas cara kita berpikir mengenai tempat kita sendiri dalam alam semesta, yang pada akhirnya bahkan mempertanyakan apakah alam semesta kita ini cuma satu-satunya.
Tahun ini merupakan momen yang baik untuk mengapresiasi para visioner yang telah memahami bahwa kemajuan yang berkelanjutan bergantung pada pengembangan teori-teori yang baru dan lebih baik, yang dampaknya mungkin tidak sepenuhnya dipahami selama puluhan tahun—yang mungkin terus bercabang pada 100 tahun kemudian. l
*******
Kolom/Artikel Tempo.co