17 Mar 2023, 03:30 WIB

“Semua ada harganya, tak ada satu perbuatan tanpa ganjaran di hadapan manusia maupun Allah SWT”
Oleh HASAN BASRI TANJUNG
Sejatinya, setiap perkataan dan perbuatan manusia tidak ada yang lepas dari pengawasan malaikat pencatat, yakni Raqib dan ‘Atid.
“… Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat.” (QS Qaf [50]: 17-18).
Kedua malaikat tersebut juga digelari kiraman katibiin, yakni malaikat mulia dan pencatat amal perbuatan manusia (QS al-Infithar [82]: 10-12).

Segala ucapan dan tindakan kita tidak ada yang bebas dari nilai atau akibat. Jika tidak diterima di dunia, maka akan ditemui balasannya kelak di akhirat.
Setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan keburukan akan dibalas keburukan pula, walau sekecil apapun adanya (QS al-Zalzalah [99]: 7-8). Sungguh, Allah SWT tidak pernah zalim kepada hamba-Nya (QS Thaha [20]: 112).
“Setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, dan keburukan akan dibalas keburukan pula, walau sekecil apapun adanya”

Prof Dr KH Didin Hafidhuddin dalam buku Membangun Kemandirian Umat (hal. 30) menegaskan bahwa Alquran berisikan rumus-rumus kehidupan yang bersifat tetap dan pasti. Orang yang melakukan kebaikan (ihsan) pasti akan mendapat balasan kebaikan.
Demikian juga orang yang melakukan keburukan atau kejahatan pasti akan mendapat balasan yang sama (QS al-Isra’ [17]: 7). Sebab itu, jangan pernah bosan dan tidak boleh berhenti melakukan kebaikan. Sebaliknya, jangan senang melakukan kezaliman karena cepat atau lambat akan mendapat balasannya.

Hakikatnya, segala apa yang kita ucapkan dan lakukan ada risikonya. Paling tidak, ada lima perilaku yang harus dibayar sangat mahal.
Pertama, harga sebuah keangkuhan. Sejarah keangkuhan (kepongahan) di masa lampau direkam dalam Alquran, seperti Fira’un pada masa Nabi Musa AS. (QS al-Isra’ [17]: 103), dan Raja Namrudz pada masa Nabi Ibrahim AS (QS al-Baqarah [2]: 258). Keduanya adalah penguasa zalim yang mengaku tuhan dan menentang Allah SWT.

Akibatnya, Fir’aun ditenggelamkan di Laut Merah dan jasadnya diselamatkan (dipajang dalam etalase museum nasional Mesir) agar menjadi pelajaran di kemudian hari (QS Yunus [10]: 92).
Begitu pun Raja Namrudz yang diazab oleh gigitan nyamuk yang masuk ke rongga otaknya, sehingga ia mati dalam kehinaan. Siapa saja yang angkuh dan zalim pasti mendapat hukuman dalam bentuk berbeda-beda. Harga sebuah keangkuhan adalah kejatuhan (QS al-Ankabut [29]: 39).

“Siapa saja yang angkuh dan zalim pasti mendapat hukuman dalam bentuk berbeda-beda. Harga sebuah keangkuhan adalah kejatuhan”
Kedua, harga sebuah keserakahan. Nabi SAW mengingatkan betapa kerakusan sangat berbahaya jika menguasai diri manusia. Sebab, ia akan menggunakan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. Sekiranya manusia diberikan dua lembah emas pun, maka ia ingin memiliki lembah yang ketiga (HR Ahmad).

Sejarah mencatat nama seorang kaya raya yang sombong dan suka pamer di depan orang miskin, yakni Qarun. Qarun lalu dibenamkan ke perut bumi (QS al-Qashash [28]: 78-81).
Belakangan ini, ada orang kaya raya (crazy rich) dengan perilaku sombong dan hura-hura. Ternyata, kekayaannya berasal dari penipuan atau perjudian. Ia pun dimiskinkan dan mendekam di balik jeruji besi.
Tidak sedikit orang miskin juga serakah, yakni ingin cepat kaya (instan) tanpa kerja keras. Setiap keserakahan ada harganya, yakni kebangkrutan (QS al-Baqarah [2]: 96).

“Setiap keserakahan ada harganya, yakni kebangkrutan”
Ketiga, harga sebuah kedengkian. Selain kesombongan dan keserakahan, kedengkian adalah dosa pertama makhluk Allah SWT. Karena kesombongan, Iblis tidak mau bersujud kepada Nabi Adam AS dan ia diusir dari surga (QS al-Baqarah [2]: 34). Sebab keserakahan, Nabi Adam AS memakan buah terlarang, sehingga ia pun diturunkan ke bumi (QS al-Baqarah [2]: 35-36).
Kedengkian pula yang membuat darah tumpah pertama di muka bumi, yakni ketika Qabil membunuh Habil (QS al-Maidah [5]: 27). Kedengkian akan menimbulkan permusuhan atau pembunuhan dan kelak akan menanggung siksa neraka (HR Bukhari).

Siapa saja yang menyimpan kedengkian (hasad), maka akan tumbuh segala macam penyakit hati seperti marah dan dendam. Harga sebuah kedengkian adalah penderitaan dunia dan akhirat kelak (QS al-Maidah [5]: 29-30).
“Harga sebuah kedengkian adalah penderitaan dunia dan akhirat kelak”
Keempat, harga sebuah kemarahan. Kualitas pribadi seseorang akan terlihat ketika sedang dikuasai oleh emosi (amarah). Jika ia tidak mampu mengendalikannya, maka akan menimbulkan kata, sikap, dan tindakan yang melampaui batas kewajaran.

Oleh karena itu, salah satu indikator ketakawaan adalah mampu menahan amarah (QS Ali Imran [3]: 134). Nabi SAW pun menasihati seorang yang datang minta petuah, “Nasihati aku yaa Rasulullah.”
Lalu Nabi SAW menjawab, “Jangan marah.” Ketika orang itu mengulanginya, Nabi SAW tetap menjawab, “Jangan marah.” (HR Bukhari).
Kemarahan yang tidak terkendali akan menimbulkan kerugian yang sangat besar, yakni mencelakai diri atau orang lain. Harga sebuah kemarahan adalah penyesalan yang tiada berguna, seperti yang dialami oleh Qabil setelah membunuh adiknya, Habil (QS al-Maidah [5]: 31).

“Harga sebuah kemarahan adalah penyesalan yang tiada berguna”
Kelima, harga sebuah kejujuran. Tidak mudah memegang teguh kejujuran dalam kesendirian atau tanpa pengawasan orang lain. Bahkan, ketika semua orang telah berdusta (curang), tapi tetap jujur, maka ia pantas diberi penghargaaan besar. Seperti cleaning service atau satpam yang menemukan uang ratusan juta rupiah, tapi dikembalikannya.

Memang, ketika berada dalam lingkungan rusak (bobrok), seorang yang jujur menjadi langka atau dianggap tidak waras bahkan bisa dirundung masalah. Namun, bagi orang yang telah tertanam dalam hatinya nilai kejujuran, ia akan tetap konsisten karena yakin Allah SWT melihatnya.
Kejujuran akan mendatangkan ketenangan dan kedustaan akan menimbulkan kerisauan (HR Ahmad). Kejujuran membuka jalan ke surga dan kebohongan menuju jalan ke neraka.

Walhasil, semua ada harganya. Tidak ada satu perkataan atau perbuatan tanpa ganjaran di hadapan manusia maupun di sisi Allah SWT.
Sekiranya, tidak mendapatkan balasan yang setimpal di hadapan manusia (zalim), maka pastilah akan dibalas secara adil di hadapan Allah SWT kelak di yaumil akhir.
Allahu a’lam bish-shawab.
*******
Republika.co.id/Ilustrasi Fotografer : Abah John.