Senin 18 Juni 2018 01:16 WIB
Red: Elba Damhuri
“Pelaku penyiraman mengaku sempat berjarak sangat dekat dengan Novel”
REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Rahma Sulistya
Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan tampaknya masih jalan di tempat. Padahal, kasus Novel yang disiram air keras asam sulfat (H2SO4) oleh orang tak dikenal usai Shalat Subuh ini sudah berjalan setahun lebih.
Mata Novel –penyidik yang menangani banyak kasus korupsi termasuk korupsi KTP elektronik itu– rusak dan harus dioperasi di rumah sakit di Singapura selama beberapa bulan. Pada Maret lalu ia kembali melakukan operasi mata tahap kedua.
Sejumlah kalangan mendesak dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel. Namun kepolisian termasuk pihak yang keberatan. Alasan polisi, TGPF belum diperlukan di mana saat ini kepolisian masih terus mengusut kasus penyiraman Novel tersebut.
Hasilnya, belum ada titik terang pengejaran terhadap pelaku penyiraman air keras ini. Malah, Novel menyatakan pelaku masih berkeliaran dan masih mengancam-ancam dirinya.
“Saya pulang hari pertama dari Singapura masih diancam (oleh pelaku penyiraman). Pelakunya bilang (dia) ada di depan saya,” kata Novel saat ditemui di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Ahad (17/6).
Novel menyatakan pelaku penyiraman air keras ini terlihat sangat tidak takut dengan memberikan teror lagi. Bahkan, pelaku penyiraman yang kini menteror itu menyebut bahwa dirinya mengawasi Novel dari jarak sangat dekat sejak kembali ke Tanah Air.
Novel bersama keluarganya mencoba melupakan teror-teror yang pernah ada dan masih ia dapat. Ia meyakini dirinya tetap aman dalam pengawasan pihak berwajib dan mempercayakan semua pada kepolisian.
Ia menuntut janji Presiden Joko Widodo untuk mengungkap siapa pelaku penyiraman itu. “Saya hormati Presiden sebagai Bapak Negara, harapan ada di beliau bisa atau tidaknya (mengungkap pelaku),” ujar Novel.
Seharusnya dengan seluruh bukti yang ada, kepolisian sudah bisa menangkap pelakunya sejak lama. Namun, Novel enggan menyebut polisi tidak serius menangani kasus penyerangan ini.
Ia menuding ada pembiaran oleh aparat penegak hukum atas kasus penyiraman air keras ini. Ini bukan berarti perangkat-perangkat negara lemah.
Novel berharap dugaanya itu tidak benar dan tidak terjadi. Masyarakat memiliki harapan tinggi kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, agar pemberantasan korupsi berjalan lancar, berkelanjutan, dan kuat.
Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Syafruddin menolak anggapan kasus penyiraman Novel jalan di tempat. Ia menegaskan dalam kasus ini sudah ada progres. Tapi Wakapolri enggan membeberkan lebih lanjut progres yang dimaksud seperti apa.
“Anda selalu lihat Kapolda Metro Jaya bolak-balik KPK. Itu mau ngapain dia ke sana? Jalan-jalan? Pasti memberikan laporan atau informasi dengan pimpinan KPK,” ujar Syafruddin, Ahad (17/6).
Polri, kata Wakapolri, tidak ingin berpersepsi dan tidak ingin intervensi. “Penyidik kembali ke penyidik. Kalau terlalu tinggi dibawa ke atas, ke Wakapolri atau Kapolri, nanti ada bias. Tidak boleh bias sekarang. Harus konsisten,” tegas dia.
Pembentukan TGPF Kasus Novel
Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk TGPF sesegera mungkin. Tim tersebut dinilai diperlukan untuk mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
“Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang independen, menjadi satu-satunya jalan untuk memecah kebuntuan tidak berujung atas penyelesaian kasus Novel,” kata Yudi, Ahad (17/6).
Dalam pembentukan TGPF, pemerintah perlu melibatkan berbagai pihak, tidak hanya KPK dan kepolisian. Tim tersebut, jelas Yudi, bisa dibentuk dari pemangku kepentingan, ahli yang relevan, dan tokoh independen lainnya. Hal itu untuk bisa menjamin upaya pengungkapan dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Bertepatan Lebaran, WP KPK mengunjungi Novel Baswedan untuk menunjukkan bahwa Novel tidak akan pernah sendiri dalam proses penyembuhan matanya dan dalam menuntut haknya sebagai korban. Hal itu agar pelaku penyiraman air keras segera ditangkap.
Yudi menegaskan, negara tidak boleh kalah dari teror dan harus melindungi penegak hukumnya. Pelaku dinilai harus segera ditangkap karena tidak tertutup kemungkinan akan mengulangi perbuatannya atau ditiru oleh orang lain.
Kiprah Novel di KPK
Dari Pusat Data Republika.co.id, selama menjadi penyidik di KPK, Novel menangani sejumlah kasus besar yang melibatkan banyak tokoh berpengaruh. Tokoh-tokoh ini ada yang berasal dari pejabat pemerintahan, anggota DPR, jenderal polisi, hingga pengusaha.
Novel ikut menangani kasus korupsi simulator ujian SIM Korlantas Polri yang menyeret seorang jenderal polisi berpengaruh Irjen Djoko Susilo. Novel sempat mendapat kriminalisasi menyusul pengungkapan kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 121 miliar itu.
Pada kasus korupsi gila-gilaan proyek KTP elektronik (KTP-el) yang merugikan negara Rp 2,3 triliun, Novel menjadi penyidik juga. Kasus ini melibatkan banyak anggota DPR dan pejabat pemerintah. Mantan Ketua DPR Setya Novanto pun menjadi ‘pesakitan’ dan dipenjara atas kasus ini.
Kasus lain yang bikin heboh saat KPK menjadikan tersangka Komjen Budi Gunawan pada kasus rekening gendut petinggi polri. Padahal, Budi Gunawan menjadi kandidat kuat sebagai Kapolri. Akibat status tersangka itu, langkah Budi Gunawan menjadi Kapolri gagal. Kini, Budi Gunawan memimpin Badan Intelijen Negara (BIN).
Kini, bola besar pengungkapan kasus penyiraman Novel Baswedan ini ada di tangan Presiden Jokowi. Mampukah?
********
Republika.co.id