Garut News ( Selasa, 31/10 – 2017 ).
*********** Banyak pecinta lingkungan juga kebijakan publik mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) maupun Pemerintah Pusat mengkaji secara cermat terhadap “Peraturan Daerah” (Perda) Kabupaten Garut Nomor 29/2011 tentang “Rencana Tata Ruang Wilayah” (RTRW) kabupaten setempat 2011-2031 diusulkan Pemkab.
Lantaran selain tumpang tindih prosedur dan mekanisme menurut ketentuan, revisi RTRW tersebut dikhawatirkan bisa berpotensi tak lebih dari upaya pemutihan tata ruang. Atau legitimasi atas kegiatan-kegiatan pemanfaatan ruang yang tak sesuai peruntukkan, dan ketentuan.
Demikian terindikasi antara lain terlihat pada kecenderungan alasan dilakukan RTRW Garut 2011-2031 untuk menyesuaikan dengan “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah” (RPJMD) 2014-2019 disampaikan pada 2014 lalu bersamaan diusulkannya lima kecamatan di wilayah utara sebagai kawasan industri.
Pada salah satu kecamatan yakni Leles bahkan berdiri industri pabrik sepatu olahraga berskala besar persis di daerah resapan air.
Selain Kecamatan Leles, kecamatan lain diusulkan menjadi kawasan industri terdiri Kecamatan Selaawi, Balubur Limbangan, Cibatu, dan Kecamatan Malangbong.
Perda Nomor 29/2011 tentang RTRW 2011-2031 diajukan tak lama usai ditetapkannya Perda Nomor 3/2014 tentang RPJM 2014-2019. Padahal dalam Perda Nomor 3/2014 ini disebutkan RPJM Garut lima tahun ke depan itu mengacu pada Perda Nomor 29/2011.
Dalam Perda ditegaskan, RTRW merupakan dokumen induk bagi pembangunan mewujudkan Garut sebagai wilayah konservasi dengan didukung sektor agroindustri, kepariwisataan, dan kelautan.
“Sejak jauh hari, kami mengingatkan agar revisi RTRW ini dikaji ulang. Apalagi sekarang Tata Ruang Wilayah Nasional dan RTRW Provinsi Jabar diubah. Maka usulan review atau revisi RTRW Garut mau tak mau harus dikembalikan sesuai ketentuan,” tandas Peneliti pada Masyarakat Peduli Anggaran Garut (MAPAG), Haryono, Senin (30/10-2017).
Ironisnya, revisi RTRW diusulkan tanpa dilengkapi dokumen-dokumen kajian. Bahkan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)-nya pun dilakukan menyusul pada awal 2017. Namun hasilnya ternyata dinilai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jabar belum memenuhi ketentuan.
“Anehnya. Meski lima kecamatan di utara Garut itu baru sebatas calon kawasan industri, KLHS, RDTR, apalagi revisi RTRW-nya pun belum jadi, tetapi kini gencar sosialisasi Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atas rencana pendirian pabrik di sana. Seperti di Limbangan,” ujar mantan anggota DPRD Garut tiga periode itu.
Ungkapan senada dikemukakan pegiat komunitas pecinta alam Jenggala Garut Agus Rianto. Dia menyebutkan proses pengusulan revisi RTRW Garut termasuk penyusunan KLHS cenderung tak melibatkan masyarakat.
“Mestinya di sana itu ada yang disebut sebagai Tim Kecil. Di dalamnya merupakan unsur masyarakat,” imbuhnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Garut Asep Suparman mengakui penyusunan dokumen KLHS revisi RTRW Garut 2011-2031 terdapat beberapa kekurangan harus dilengkapi.
Berkenaan adanya sosialisasi Amdal terkait rencana pendirian pabrik di salah satu kecamatan calon kawasan industri meski revisi RTRW Garut-nya belum kelar, Asep berasalan hal itu dilakukan mengacu pada Perda 20/2011 tentang RTRW Garut 2011-2031 yang masih berlaku saat ini.
“Kita hanya fasilitasi. Yang punya kegiatan bukan kita, tetapi pemrakarsa. Kita hanya undangan. Nanti kita nilai dokumen mereka,” katanya.
**********
(NZ/Fotografer : John Doddy Hidayat).