Ratusan Guru PNS Terjerat Skandal Terindikasi Penipuan

Ratusan Guru PNS Terjerat Skandal Terindikasi Penipuan

1481
0
SHARE

Garut News ( Selasa, 26/08 – 2014 ).

Foto : John Doddy Hidayat.
Foto : John Doddy Hidayat.

Ratusan PNS berprofesi guru, juga “kepala sekolah” (kepsek) di Kecamatan Malangbong, Kersamanah, dan Kecamatan Garut Kota kebingungan lantaran tak menerima gaji bulanan.

Sedangkan penyebabnya, gaji mereka ludes dipotong pihak bank serta koperasi atas kredit sama sekali tak pernah mereka ajukan sendiri.

Namun hal itu berlangsung sejak sekitar enam bulan terakhir.

Sehingga, sejumlah guru mengaku sempat meminjamkan Surat Keputusan (SK) PNS-nya pada AM, oknum Bendahara UPTD Pendidikan Malangbong, agar dijadikan jaminan di beberapa bank.

SK tersebut, antara lain lain dijaminkan ke PD BPR Garut Cabang Malangbong, BPR HIK Priangan, Koperasi Simpan Pinjam Citradana, BPR Arthaguna Mandiri Cabang Garut, dan Koperasi Serba Usaha Daya Guna Mandiri.

Dengan plafon pinjaman berkisar Rp50 juta-Rp100 juta setiap SK PNS berjangka waktu pembayaran berkisar lima hingga tujuh tahun.

Agus Suryanto, salah seorang guru SD di Malangbong katakan, kejadian bermula ketika AM dengan dua rekannya, Ac, dan Aj, mendatangi guru-guru dan kepsek agar meminjaminya SK-PNS untuk dijaminkan di bank atau koperasi.

Alibinya perlu uang menutupi kekurangan gaji guru setiap bulan, dan keperluan pribadi mereka.

Lantaran merasa kasihan terhadap guru-guru lain tak menerima honor, para guru PNS bersedia meminjamkan SK-PNS-nya ke AM.

Apalagi AM berjanji mengembalikan dalam waktu tiga bulan, serta membayar pinjaman ke bank setiap bulan.

Mereka juga berjanji pihak bank takkan melakukan penagihan pada guru-guru pemilik SK-PNS.

“Pengurusan berkas pengajuan pinjaman dilakukan AM dan rekan-rekannya. Sedangkan kami para guru hanya menandatangani akad kredit dan setelah uang diterima langsung dipinjam AM dan rekan-rekannya. Total jumlah SK PNS para guru dijaminkan di bank dan koperasi mencapai sekitar 75 SK dengan total pinjaman Rp10 miliar lebih,” kata Agus.

Tetapi ternyata belakangan, sejak Mei 2014 terdapat pemotongan gaji dan tagihan dari bank dan koperasi terhadap guru-guru untuk membayar tunggakan uangnya dipakai AM.

“Ternyata dari Januari, AM dan rekan-rekannya tak membayar cicilan sesuai janji. Hal ini juga menimpa guru-guru lainnya. Jelas ini sangat merugikan kami, baik moral maupun materiil. Saya sendiri karena desakan pihak bank, untuk memerbaiki nama saya di perbankan dan masyarakat, saya melakukan kesepakatan dengan bank dengan cara merestrukturisasi pinjaman dan dibayar dari pencairan sertifikasi setiap bulannya dan pemotongan gaji,” kata Agus pula, Selasa (26/08-2014).

Kata dia, kondisi ini kian diperparah, terdapat beberapa guru menitipkan uang pelunasan untuk salah satu BPR dan koperasi.

Namun juga ternyata uang pelunasan tak pernah dibayarkan AM ke bank dan koperasi tersebut.

“Minta pertanggungjawaban AM pun sulit sebab kabur. Sedangkan UPTD Pendidikan dan PGRI Malangbong pun tak mau bertanggung jawab. Malahan menyuruh kami menyelesaikan sendiri secara pribadi masalah ini. Kemudian kami kudu mengadu ke mana? AM kabur. Pihak bank terus menuntut pembayaran cicilan. Ini kan sangat mengganggu etos kerja kami. Ketentraman keluarga pun sangat terganggu,” keluh guru lainnya, Damayanti.

Karena tak kunjung ada penyelesaian atas kasus tersebut itulah, kata Damayanti, pihaknya mengadukan kasus tersebut ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) pada 18 Agustus 2014 lalu.

“Selain memohon bantuan dan perhatian Bupati, DPRD, Dinas Pendidikan dan pihak lainnya atas persoalan ini, kami memohon pula selama kasus ini diproses di Polda Jabar agar jangan ada pemotongan gaji dulu. Mulai September nanti. Karena kondisi kami sangat emergency (darurat),” imbuh Damayanti.

Sumber lain katakan, jumlah guru menjadi korban kasus tersebut diduga lebih banyak lagi.

Bukan hanya guru di Kecamatan Malangbong, melainkan juga di Kersamanah, bahkan Garut Kota.

Namun sebagian mereka enggan memersoalan kasus itu, apalagi berupaya memrosesnya ke jalur hukum, sebab khawatir diintimidasi pihak tertentu.

“Yang kami heran, mengapa pihak bank juga begitu mudahnya mencairkan uang pada AM tanpa melakukan verifikasi dahulu pada pemilik SK PNS-nya langsung. Biasanya, jangankan puluhan juta, pinjaman Rp5 juta pun suka diverifikasi bank dulu. Ya, kami juga dengar AM ini dapat kompensasi Rp5 juta untuk tiap foto kopi, dan SK PNS tiap nasabah dikumpulkannya. Ini jelas mencurigakan. Ada apa sebenarnya? Apalagi dia malahan kabur,” kata guru enggan disebutkan identitasnya.

Sebelumnya, Pimpinan BPR Garut Cabang Malangbong Suparman membantah proses pinjaman kredit nasabah dari kalangan guru, dan kepsek ini tak sesuai prosedur, meski pencairannya melalui Bendahara UPTD Pendidikan setempat.

“Bagaimana mungkin kita mencairkan dana pinjaman kalau persyaratannya tak memenuhi? Kita cairkan karena memang pengajuan pencairan kredit itu ditandatangani nasabah sendiri. Soal pinjamannya ternyata tak diterima nasabah, ya kami enggak tahu. Tapi kalau enggak salah, di antara mereka dengan Bendahara UPTD itu sudah ada perjanjian,” ungkap Suparman, berkilah.

Dikemukakan, jumlah tunggakan kredit terhadap para kepala sekolah dan guru di Malangbong saat ini mencapai sekitar Rp5,6 miliar untuk sekitar 120 nasabah, termasuk 75 nasabah bermasalah dengan kreditnya.

******

Noel, Jdh.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY