Garut news ( Jum’at, 26/09 – 2014 ).

Rapim DPRD Kabupaten Garut membahas “alat kelengkapan dewan” (AKD) pada Rabu (24/09-2014) sore mengalami sontak +deadlock.
Bahkan helatan berlansung hingga sekitar pukul 22.00 tersebut, sempat memanas disusul aksi “walk out” (WO) dilakukan anggota Fraksi Gerindra, dan Fraksi PAN meski rapat masih berjalan.
Mereka merasa terdapat ketakadilan pembagian jatah komposisi AKD dan penentuan pimpinan, malahan terindikasi melanggar Undang Undang Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta Tata Tertib (Tatib) DPRD setempat, serta “Peraturan Pemerintah” (PP) Nomor 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD.
“Kami merasa hak-hak kami dirampas pimpinan serta ada beberapa aturan dilanggar. Seolah sebelumnya ada skenario dari partai-partai besar,” kata anggota Fraksi Gerindra Agus Muhammad Sutarman, Kamis (25/09-2014).
Pria akrab disapa Agus Encur pun memertanyakan jatah keanggotaan Fraksi Gerindra di Bangar yang hanya dua orang.
Sedangkan PKS sama-sama memiliki empat kursi di DPRD Garut bisa menempatkan dua wakilnya di Bangar.
“Mestinya, kami juga dapat dua di Bangar,” katanya.
Ungkapan nyaris senada dikemukakan anggota Fraksi PAN Ayi Nurlubis. Kata dia, pihaknya sempat ngotot memertanyakan penentuan ketua dan sekretaris pada AKD seolah ditetapkan lebih dulu, serta pemberian jatah Fraksi PAN di AKD dirasakan tak merujuk pada ketentuan peraturan yang ada.
“PAN hanya diberikan porsi wakil ketua Komisi C. Sedangkan Hanura dapat Ketua BK (Badan Kehormatan) dan wakil ketua di komisi. Padahal PAN sama-sama memiliki empat kursi dan perbedaaan hasil suaranya hanya 600 suara di bawah Hanura,” ungkap Ayi.
Ayi juga katakan, mentoknya permintaan Gerindra mendapatkan dua kursi di Bangar selain bergantung pada kelegawaan Gerindra, dan partai besar menempatkan banyak wakilnya di Bangar.
Dikonfirmasi Ketua DPRD Garut Ade Ginanjar membantah dirinya bersama pimpinan DPRD lain memplot penetapan pimpinan maupun keanggotaan dalam pembentukan AKD.
Menurutnya, pimpinan DPRD justru menyerahkan semuanya pada masing-masing fraksi.
“Pimpinan hanya mendengarkan, memfasilitasi, dan mengakomodasi kesepakatan mereka. Maka, saya heran juga ada masih merasa hak-haknya dirampas,” ujar Ade.
Menurut dia, tuntutan Fraksi Gerindra mendapatkan dua kursi di Bangar sulit dipenuhi karena sesuai ketentuan, kuotanya merujuk pada 50 persen jumlah anggota dewan.
Total kuota keanggotaan Bangar sendiri hanya 21 orang, tak termasuk empat pimpinan DPRD. Sehingga setelah diurut berdasar proporsional suara ternyata Fraksi Gerindra hanya mendapat jatah satu wakilnya.
Sedangkan PKS mendapatkan dua orang, kendati jumlah kursinya di DPRD Garut sama dengan Gerindra yakni empat kursi.
“Tapi hasil suara PKS lebih banyak daripada Gerindra, dan selisihnya juga cukup jauh, sekitar 30 ribu suara. Sehingga kalau kita paksakan Gerindra dapat jatah dua, kita jadinya melanggar,” ungkap Ade.
********
Noel, Jdh.