
“Diperparah Miliki Desa Tertinggal Terbanyak Jabar”
Garut News ( Kamis, 09/07 – 2020 ).
Kondisi 18 personil bersama institusinya ‘Public Safety Center’ (PSC) Kabupaten Garut kini nyaris menyerupai ‘kerakap di atas batu, hidup segan mati-pun tak mau’.
Lantaran sejak menjelang tiga bulan terakhir mereka sama sekali tak mendapatkan honorarium, dan biaya operasional. Padahal selama ini pula senantiasa Bersiaga Penuh 24 jam berperanserta mencegah penyebaran penularan Covid-19.

Sehingga sekarang aktivitasnya nyaris lumpuh total, setelah ragam upaya para personilnya terjerat utang-piutang dana pinjaman talangan guna memenuhi kebutuhan operasional, serta kebutuhan pokok kehidupan keluarganya masing-masing.
Bahkan berdasar penelusuran Garutnews, ada personil PSC yang terpaksa menggadaikan sepeda motornya. Memenuhi desakan kebutuhan hidup sehari-hari.
Mereka terdiri 10 personil pria, dan delapan perempuan. Sebelumnya setiap bulan mendapatkan total penghasilan masing-masing berkisar Rp2 juta.
Sedangkan bantuan yang pernah mereka peroleh, antara lain mendapatkan lima paket APD dari DT. Peduli masing-masing berisikan hazmat, shoes cover, handscoon, faceshield, dan sugical mask.
Hingga berita ini disusun, masih belum mendapatkan klarifikasi dari Wakil Bupati maupun Sekdis Dinkes kabupaten setempat, meski beberapa kali dihubungi melalui ponselnya.

“Diperparah Miliki Desa Tertinggal Terbanyak Jabar”
Meski jumlah desa tertinggal di kabupaten ini berkurang, namun hingga sekarang masih merupakan kabupaten terbanyak memiliki desa tertinggal dibandingkan kabupaten lain di Provinsi Jawa Barat.
Berdasar data Kementerian Pedesaan dan Daerah Tertinggal, jumlah desa tertinggal di Kabupaten Garut pada 2020 mencapai 32 desa dari total 421 desa. Jumlah desa tertinggal tersebut berkurang dari sebelumnya mencapai 58 desa.

Sedangkan peringkat kedua terbanyak desa tertinggalnya, Kabupaten Karawang 24 desa, kemudian Kabupaten Tasikmalaya 23 desa tertinggal.
Selain Kabupaten Garut, Karawang, dan Kabupaten Tasikmalaya, ada enam kabupaten lainnya masih memiliki desa tertinggal, terdiri Kabupaten Cianjur (16 desa tertinggal), Purwakarta (8 desa), Sukabumi (8 desa), Kuningan (4 desa), dan Kabupaten Cirebon (2 desa).

Tetapi Garut bisa sedikit bangga dengan meningkatnya jumlah desa mandiri semula satu menjadi lima desa. Kabupaten Garut menempati urutan ke-14 terbanyak dari 19 kabupaten/kota di Jabar memiliki desa mandiri. Dari 264 desa mandiri di Jabar, lima desa di antaranya di Kabupaten Garut.
Selain desa tertinggal, indeks pembangunan manusia (IPM) terus berkutat di urutan terbawah dibandingkan kabupaten/kota lain di Jabar, masih merupakan pekerjaan rumah tak kunjung terselesaikan selama 20 tahun terakhir.
Angka IPM Garut berpoin 66,22 saat ini masih menempati ranking ketiga terbawah di Jabar dengan pertumbuhan justeru melorot. IPM Garut juga terpaut jauh dari rata-rata IPM Jabar mencapai 72,30 poin.
Padahal beragam program bantuan pengentasan kemiskinan untuk Garut dari Pemerintah Pusat dan Pemprov Jabar terus menggelontor, baik sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur maupun ekonomi.
Demikian pula pelbagai penghargaan kerap diperoleh Garut dari pemerintah pusat maupun provinsi, di bidang perencanaan, pengelolaan APBD, pembangunan hingga pelayanan publik.
Termasuk mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) lima kali berturut-turut dari BPK RI atas laporan keuangan daerahnya.
Presiden Joko Widodo bahkan terbilang rajin mengunjungi Garut memerlihatkan dukungannya terhadap pembangunan Garut.
“Tetapi mengapa semua dukungan dan beragam penghargaan itu terkesan kurang atau mungkin tak berdampak terhadap peningkatan pembangunan kesejahteraan rakyatnya ? Jumlah warga miskin di Garut seolah tak bergeser, bahkan bisa jadi bertambah dengan adanya wabah Covid-19 sekarang,” sesal pemerhati kebijakan publik Dudi Supriyadi, Kamis (09/07-2020).
Dia juga memertanyakan kinerja dan kiprah DPRD Garut dalam mengawasi eksekutif atas kondisi Garut seperti itu.
“Semestinya, DPRD bisa memaksimalkan fungsi pengawasannya demi amanah diembankan rakyat yang diwakilinya. Kalau pun menjadi mitra eksekutif, seyogyanya tetap kritis. Jangan menjadi mitra kebablasan,” sesalnya pula, ketus.
********
Abisyami, JDH/Fotografer : John Doddy Hidayat.