Masih Lebih Layak Kandang Kebo, Masih Banyak Penduduk Miskin, Bahkan Rumahnya pun Tak Layak Huni Hingga Kini di Cempaka Garut, Jawa Barat. (Foto : John Doddy Hidayat).
Banyak penduduk Desa Panyindangan dan Wangunjaya di Kecamatan Pakenjeng, Garut, Jabar, mereka menduga terjadi penyalahgunaan juga penyelewengan program “Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya” (BSPS) dari Kemenpera tahun 2014 di kabupatennya.
Sehingga dugaan tersebut bisa mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp1,292 miliar, lantaran dari rata–rata warga penerima bantuan Rp7,5 juta berbentuk barang atawa bahan bangunan tersebut.
Ternyata juga diduga terjadi pemotongan Rp1,5 juta per unit oleh oknum pihak terkait, panitia pembanguan maupun Tim Pendamping.
Dugaan penyimpangan pun, terindikasi dari bahan bangunan salah satu toko ditunjuk oknum panitia termasuk mantan Kades terhadap para penerima bantuan.
Bahkan, pihak desa setempat selaku Tim koordinasi atas bantuan itu, disinyalir tak melaksanakan Permen Perumahan RI Nomor 6/2013 tentang Juklak/Juknis BSPS ini.
Termasuk Permen No. 03/2014 tentang Tata Cara Penarikan Dana Tabungan dan Pembelian Bahan Bangunan oleh Penerima BSPS.
Diman Sudirman penduduk Kampung Cidarangdan RT/RW 004 Desa Neglasari Pakenjeng katakan, program BSPS merupakan program Kementrian Perumahan RI tahun 2014, diperuntukan bagi “Masyarakat Berpenghasilan Rendah” (MBR).
Diberikan atawa diperuntukan bagi masyarakat berketerbatasan daya beli, sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah memeroleh rumah layak huni.
Dikemukakan, dari Rp 7,485 milyar diperuntukan membangun 988 MBR/unit rumah penerima bantuan. Terdiri, Desa Panyindangan 481 MBR /unit x Rp. 7.500.000,- = Rp3.607.500.000 serta Desa Wangunjaya 517 MBR /Unit x Rp. 7.500.000 = Rp. 3.877.500.000,-
Ternyata, kata dia, berdasar investigasi langsung ke lapangan, serta wawancara maupun keterangan dari pihak-pihak bisa dipertanggungjawabkan, diduga terjadi penyimpangan adanya pemotongan sebesar Rp1,5 juta per unit dari setiap penerima bantuan.
Pemotongan tersebut berdalih untuk diberikan pada warga tak menerima bantuan (pemerataan) oleh pihak-pihak terkait terlibat dalam program BSPS.
Sedangkan dugaan penyelewengan lainnya, ungkap Diman, dari hasil uji petik di lapangan adanya barang/bahan bangunan disiapkan dan diberikan dari toko/grosir kepada KPB / MBR dinilai tak sesuai dengan ukuran atau spesifikasi sebagaimana disusulkan dalam DRPB2.
Misalnya, harga kayu diminta tak sesuai ukuran maupun harganya. Sebab, harga dalam DRPB2 diusulkan KPB sekitar Rp1.400.000, namun dari toko bangunan diterima warga harga kayu Rp800.000.
“Jelas, penerima merasa dirugikan dari kualitas maupun besaran dana menjadi hak penerima. Ditaksir ada dana tak jelas sisanya Rp700.000,- per unit. Ini hanya dari bahan kayu, belum termasuk dari bahan bangunan lain seperti genteng dan sebagainya,” tuding Diman, Rabu (17/12-2014).
Dikatakan, jumlah dana bantuan per MBR atawa unit rata-rata sebesar Rp7.500.000 dicairkan dua tahap melalui Bank ditunjuk.
Pihak penerima bantuan (MBR) tak langsung menerima bantuan berbentuk uang tunai sebab ada kehawatiran dari pemerintah sebagai pemberi bantuan.
“Ketika uang langsung diterima oleh MBR/masyarakat, pihak penerima malah membelanjakan dana tersebut tak sesuai peruntukannya, seperti beli motor, bayar utang dan lainnya.” Katanya.
Padahal, prosedur ditempuh kudu oleh penerima (MBR) yaitu membuat dan mengusulkan Daftar Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2) diusulkan Kelompok Penerima Bantuan (KPB) kepada toko atau Grosir bahan bangunan memiliki SIUP/SITU dan sebagainya.
Selanjutnya pihak Bank mencairkan dana untuk MBR tersebut melalui rekening Toko/Grosir ditentukan.
Karena itu, dirinya mendesak aparat penegak hukum melakukan penyelidikan atas program BSPS pada dua desa di Kecamatan Pakenjeng.
Lantaran patut diduga penuh rekayasa, bahkan sarat penyelewengan serta penyalahgunaan wewenang oleh oknum terkait, sehingga bisa merugikan keuangan negara, bebernya.
Dadang Buchori.
Kepala Seksi Pengembangan Sosial pada Dinsosnekertrans Kabupaten Garut, Dadang Buchori, S.Sos kepada Garut News, Rabu (17/12-2014), menyatakan lain lagi stimulan bersumber dari APBD 2014.
Nilai stimulannya Rp70 juta setiap unit rumah, tahun ini dialokasikan bagi 133 unit rumah, realisasinya dilakukan pihak ketiga yang juga dipastikan terdapat potongan pajak, dan pengusaha pun memerlukan keuntungan.
Di Kabupaten Garut terdapat sekitar 53.152 rumah tak layak huni, terdapat 2.533 unit di antaranya telah mendapatkan bantuan stimulan luncuran program bersumber APBD, maupun Kemenpera.
Sehingga yang masih belum mendapatkan sentuhan stimulan masih mencapai sekitar 50.619 rumah tak layak huni, kemungkinan seluruhnya bisa tuntas direhabilitasi hingga pada sepuluh tahun mendatang.
Lantaran menurut Dadang, permasalahan sosial itu kemungkinan tak akan pernah tuntas, katanya.