Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Sabtu, 16/07 – 2016 ).

Inilah sosok inspiratif dari sosok seorang Maulana.
Kini sebagai Kepala Stasiun Kereta Api Lebak Jero, teletak di atas 800 mdpl pada perbatasan Kabupaten Garut dengan Kabupaten Bandung.
Dia senantiasa memiliki komitmen, tetap konsisten dengan tugas yang dipercayakan padanya.
Sehingga selalu berupaya bekerja sebaik mungkin.
Demikian dikemukakannya kepada Garut News, Sabtu (16/06-2016) sore, dan menyatakan hanya pimpinannya lah yang memiliki kewenangan menilai capaian kinerja itu.

Pegawai PT KAI yang telah dijalaninya sejak sembilan tahun terakhir, sebelumnya antara lain pernah ditugaskan di Tasikmalaya.
Lelaki asal Padalarang Bandung tersebut, juga mengaku yang cukup berat dirasakannya berjauhan dengan keluarga.
Namun tugas dan kewajinannya, tetap dilaksanakan.
Dengan ragam upaya yang maksimal, mewujudkan kinerja yang sebaik mungkin, ungkap maulana yang kini didampingi sepuluh personilnya.
“Selalu Disapa KS”

Dudung, meski kini berusia 77 tahun.
Bahkan sejak sepuluh tahun lalu pensiun dengan jabatan terakhirnya “Kepala Stasiun” (KS) Karangsari, Leuwigoong, Garut, Jawa Barat.
Namun dimana dan kemana pun pergi, masyarakat senantiasa menyapanya Pak “KS”.
Padahal saya, bukan KS lagi, ungkapnya merendah, sambil tersenyum ramah.
Kenapa demikian, “mungkin lantaran selama saya bertugas di mana pun, senantiasa mengedepankan sikap ramah tamah pada siapa pun pula,” ungkap Dudung kepada Garut News, Sabtu.

Meski kerap ditugaskan pada daerah rawan sekalipun, seperti di Stasiun Nagreg, dan Stasiun Lebak Jero, ungkapnya.
Bahkan saat bertugas di Nagreg dan Lebak Jero, terpaksa istri dan keluarga berdomisili di Bandung, sebab waktu itu masih sangat rawan gerombolan, ungkapnya pula.
Namun, ternyata dimana pun ditugaskan, senantiasa mengedepankan keramahan dengan siapapun, termasuk dengan kalangan kaula muda jaman sekarang.
Ia pun sangat senang memasyarakat, sehingga bisa dekat dengan pemuga agama, pemuka masyarakat, termasuk dengan kepala desa malahan camat, kata Dudung.
Sehingga ketika bertugas di Stasiun “Kereta Api” (KA) Nagreg, dan Lebak Jero masyarakat setempat memertahankan, agar jangan di mutasi ke lokasi lain.
Kemudian bertugas di Stasiun Karangsari Leuwigoong selama delapan tahun sebagai “KS”, hingga memasuki masa pensiun.
Ayah dari empat anak, asal Cikuya Cicalengka Bandung ini, sangat bersyukur dua anak di antaranya bisa menjadi pegawai PT KAI.

Sama sekali tanpa dilengkapi perangkat pengaman juga piranti penunjang kesehatan bekerja.
Kini bersama istrinya berdomisili di belakang Stasiun Karangsari, sambil “wawarungan” atawa berdagang.
“Jika dahulu anak-anak ikut saya, kini saya dan istri ikut pada anak-anak,” ujarnya.
Hingga kini pun, Dudung senantiasa ramah menyapa siapapun masyarakat yang berjalan melewati Stasiun Karangsari.
Lantaran, memang dari dulu banyak dilalui masyarakat hendak dan pulang dari bertani, ungkapnya pula.
Dudung pun mengisahkan demikian baik dan berkesannya pada pola kepemimpinan antara lain Ir Somali, serta Anwar Supriadi saat keduanya menjadi Dirut perusahaan KA tersebut.

Dudung pun sekarang, lebih banyak menghabiskan waktu di Mushola, Wirid dan Mengaji.
Dari Stasiun Karangsari siapapun bisa menaiki KA tujuan Purwakarta pada pukul 05.30 setiap harinya, dengan ongkos atawa tarif karcis Rp3.500 per penumpang.
Stasiun Karangsari berada pada posisi ketinggian sekitar 651 mdpl.
*******