Produk Ekspor Penduduk Sirna Hurip Diapresiasi Helmi

0
430 views

“Produktivitasnya Terbukti Selama Ini Mendunia”

Oleh : John Doddy Hidayat.

Garut News ( Kamis, 19/02 – 2015 ).

Jafar Geluti Piranti Produksi Sederhana.
Jafar Geluti Piranti Produksi Sederhana.

Meski dengan piranti relatif sederhana berupa mesin rajutan manual tua, Namun Jafar bersama keluarganya.

Ternyata selama ini bisa memproduk komoditi ekspor bernilai ekonomi menjanjikan atawa “prospektif”.

Kreativitas warga Kampung Sirna Hurip Desa Cinta Rasa Kecamatan Samarang tersebut, diapresiasi positip Wakil Bupati Garut, dr H. Helmi Budiman.

Memproduk Peci Haji Rajutan.
Memproduk Peci Haji Rajutan.

Lantaran kendati produktivitas itu, berlokasi di perkampungan berbatasan dengan lintasan jalan setapak Kampung Panawuan, tetapi bisa mendunia, katanya.

Berupa mata dagangan peci rajutan haji, juga diproduksi peci haji bersulaman tangan, serta kupluk, yang selama ini pula bisa menembus pangsa pasar Pakistan, serta sejumlah negara di Kawasan Timur Tengah.

Jafar Bersama Istrinya Tunjukan Produk Peci Sulaman Dikerjakan Manual.
Jafar Bersama Istrinya Tunjukan Produk Peci Sulaman Dikerjakan Manual.

Sehingga dipastikan banyak jemaah haji ketika pulang ke tanah air, termasuk ke Garut. Mereka mengenakan peci haji produk rajutan asal Kampung Sirna Hurip, ungkap Helmi Budiman, bangga.

Meski demikian, ironisnya Jafar selaku produsen tak langsung bisa melakukan kegiatan ekspornya.

Selain tak memiliki “LC”, juga masih terbius penjualan produk pada pedagang pengumpul atawa bandar, sehingga nilai jual “satu kodi” maupun 20 buah peci haji rajutan relatif murah atawa Rp28 ribu.

Jafar pun menyadari kelemahannya, sehingga kini gencar merintis lintasan pemasaran sendiri membidik pangsa pasar Garut, Bandung, dan Jakarta.

Selain tentunya masih tetap menerima order Bandar Jakarta, katanya.

“Alat Tenun Bukan Mesin/ ATBM”

Ny. Iim Bersama Produk dan ATBM Tahun 1970-an.
Ny. Iim Bersama Produk dan ATBM Tahun 1970-an.

Di desa yang sama, penduduk Kampung Cimuncang Ny. Iim(54) melanjutkan usaha ayahnya Suherli kini berusia 80 tahun.

Antara lain ditunjang satu unit “Alat Tenun Bukan Mesin” (ATBM) yang dibeli dari Majalaya Bandung pada 1970, atawa 45 tahun lalu.

Sedangkan produktivitasnya, berupa selimut serta seperangkat sprei berbahan baku benang selimut yang dipintal sendiri.

Ternyata Ny. Iim juga masih banyak tergantung pada pola pemasaran pesana bandar maupun pedagang pengumpul.

Memintal Benang Sendiri, Proses Panjang Produksi yang Melelahkan.
Memintal Benang Sendiri, Proses Panjang Produksi yang Melelahkan.

Sehingga nilai jual setiap lembar selimat pada kisaran Rp30 ribu hingga Rp40 ribu, sedangkan setiap seperangkat sprey berenda manual pada kisaran harga Rp150 ribu hingga Rp200 ribu.

Helmi Budiman menyatakan prihatin atas beragam kendala pemasaran selama ini mengganjal produktivitas industri rumah tangga tersebut.

Beragam solusi tengah dipikirkannya, katanya.

Menyusul jam terbang Suherli menggeluti industri tektil dinilai luar biasa, dia pernah menjadi mandor pada “Pabrik Tenun Garut” (PTG), juga Pabrik Tenun Tasikmalaya.

Kepiawannya diwariskan pada anaknya Ny. Iim yang ternyata hingga kini masih tertatih-tatih membidik pangsa pasar lokal.

**********

Fotografer : John Doddy Hidayat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here