Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Selasa, 26/09 – 2017 ).

Penduduk tersebar pada sedikitnya 62 desa di enam wilayah kecamatan Kabupaten Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mereka kini semakin waswas menghadapi kondisi kawasan hulu “Daerah Aliran Sungai” (DAS) Cikaengan pada wilayah Kecamatan Banjarwangi, dan Kecamatan Cikajang lantaran terbilang kian sangat kritis.
Mereka semakin dihantui kekhawatiran kondisi kawasan hulu DAS Cikaengan merupakan daerah konservasi tersebut, bisa menimbulkan bencana. Tak hanya di musim kering, melainkan juga di musim hujan, seperti peristiwa banjir bandang, dan longsor pernah melanda enam kecamatan di selatan Garut menewaskan sedikitnya 13 korban jiwa pada 2011 silam.
Apalagi bencana lebih dahsyat seperti banjir bandang puncak amuk Sungai Cimanuk menewaskan sedikitnya 36 korban, dan 17 korban hilang pada 2016 lalu.
Ketua Bidang Kewilayahan Forum Jabar Selatan Suryaman Anang Suatma katakan, kondisi kawasan sekitar hulu DAS Cikaengan merupakan kawasan konservasi lahan Perum Perhutani, dan lahan cadangan PTPN VIII pada hutan lindung Gunung Cikurai, kini sangat kritis akibat diserobot sekelompok orang, dan dialihfungsikan dari tanaman keras berbasis konservasi menjadi tanaman sayuran.
Padahal lahan berlokasi di Afdeling Jayasena Blok Cikurai 3, Cikurai 5, dan Cikurai 8 berbatasan dengan zona lindung Perhutani di wilayah Desa Mekarjaya Kecamatan Cikajang ini, merupakan klaster/zona konservasi hulu DAS, dan Sub Das Cikaengan. Lokasi tersebut berbatasan Kecamatan Banjarwangi, dan Kecamatan Cigedug.
Sedangkan lintasan aliran airnya terbentang melalui sedikitnya 62 desa pada enam kecamatan di Kabupaten Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya. Meliputi Kecamatan Bojong Gambir, dan Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, serta Kecamatan Banjarwangi, Singajaya, Peundeuy, dan Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut.
“Selain banyak korban jiwa, kejadian banjir dan longsor di selatan pada 2011 tersebut, menimbulkan banyak kerusakan rumah maupun sarana prasarana. Termasuk jembatan jalur lintas selatan Jabar, juga mengalami pergeseran pondasi ketika itu saking hebatnya terjangan banjir. Maka, kami berharap kawasan hulu DAS Cikaengan itu tak dimasukkan dalam lahan yang hendak diredistribusikan,” imbuh Suryaman, Selasa (26/09-2017).
Dikemukakan, kawasan hulu DAS Cikaengan termasuk Afdeling Jayasena seluas sekitar 107,8 hektare itu, bukan lahan terlantar melainkan sengaja tak digarap, dan dibiarkan dihutankan sebagai daerah resapan, dan cadangan air.
Mantan anggota DPRD Garut juga Dewan Penasihat Presidium Garut Selatan ini pun menambahkan, daerah Cikajang berada pada ketinggian 1.000-1.500 mdpl tersebut, tak hanya merupakan hulu DAS Cikaengan, melainkan juga DAS Cikandang, DAS Cilaki, DAS Cisanggiri, dan DAS Cimanuk. Sehingga menjaga kelestarian alam lingkungan ini menjadi keharusan.
Pentingnya penyelamatan hutan Gunung Cikurai pada hulu DAS Cikaengan itu, bahkan sempat disuarakan masyarakat berada di sepanjang DAS dan Sub DAS Cikaengan meliputi enam kecamatan, dan dua kabupaten tersebut sejak Mei 2011 silam.
Belum lama ini, Komunitas Masyarakat Pesisir Pantai Jabar Selatan (Kompas-Jabsel) pun melayangkan surat kepada Presiden RI, Gubernur Jabar, sejumlah kementerian, serta pihak lain terkait mengenai hal tersebut.
“Dengan alasan apapun, kami menolak lahan Tanah Negara (TN) bebas, Perhutani/kawasan lindung, dan lahan dikelola PTPN VIII terutama di zona hulu DAS, dan Sub DAS Cikaengan direkomendasikan untuk diredistribusikan atau dilepaskan! Justru harus segera lakukan langkah konkrit penertiban secara fisik di lapangan atas lahan ini, dan dikembalikan kepada fungsinya. Mereka pelaku penguasaan lahan secara tak sah juga semestinya ditindak,” tandas Ketua Kompas-Jabsel Subarnas Saputra, dan Sekretarsi Muhamad Ikbal.
Diingatkan pula, pembiaran atas kondisi di kawasan hulu DAS Cikaengan itu sama saja dengan membiarkan bencana menjadi sebuah bom waktu yang senantiasa mengancam keselamatan masyarakat berada pada 63 desa di enam kecamatan di dua kabupaten, tandasnya.
*********
(NZ).