Ilustrasi Fotografer : John Doddy Hidayat.
Garut News ( Kamis, 17/09 – 2015 ).
Kita tak sepatutnya menolak bantuan Singapura dalam menangani bencana asap. Tahun lalu, kita telah meratifikasi kesepakatan ASEAN untuk mengatasi polusi asap lintas batas–kesepakatan yang sudah ditandatangani 12 tahun silam.
Dengan ratifikasi itu, Indonesia wajib mengatasi masalah asap yang menyebar hingga ke negeri tetangga secara terpadu, termasuk dengan kerja sama internasional. Bila menolak, Indonesia bisa dimintai pertanggungjawaban karena telah mendatangkan bencana ke negeri tetangga.
Singapura telah berteriak lantang ihwal kiriman asap akibat pembakaran hutan di Sumatera. Pertengahan pekan lalu, indeks polusi udara Singapura tercatat 187 Psi, angka tertinggi tahun ini. Ambang batas tidak sehat adalah 100 Psi.
Pekan lalu, pemerintah Singapura mengirim nota diplomatik ke Kedutaan Indonesia di sana. Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen juga mengemukakan tawaran untuk membantu pemadaman api di Sumatera dan Kalimantan dengan mengirim pesawat C-130 beserta timnya.
Namun Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya menolak. Menurut Menteri, Indonesia belum butuh bantuan. Pemerintah telah mengerahkan 18 pesawat water bomber dan segera ditambah dua lagi. Ribuan tentara dan polisi juga dikerahkan. Dianggarkan dana Rp385 miliar.
Namun upaya itu belum membuahkan hasil optimal. Pekan lalu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei menyatakan kebakaran hutan akan teratasi dalam sebulan. Senin lalu, titik api tercatat sebanyak 1.205, tersebar di 52 kabupaten di lima provinsi, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Riau bahkan meningkatkan status darurat setelah lima bulan siaga asap. Indeks pencemaran udara di Riau sudah beberapa hari berada pada angka 300 Psi atau berbahaya bagi kesehatan. Bukan hanya kesehatan, pendidikan juga terganggu. Sekolah kerap diliburkan. Belum lagi kerugian ekonomi yang diperkirakan Rp5 miliar per hari.
Jangan sampai insiden 2013 terulang. Saat itu kabut asap membuat Singapura terpapar polusi hingga mencapai angka 401, menyebabkan krisis diplomatik. Jakarta menuding perusahaan asal Malaysia dan Singapura yang berbisnis perkebunan di Sumatera dan Kalimantan termasuk di antara mereka yang membakar hutan.
Kedua negeri jiran itu tak terima. Singapura sampai mengeluarkan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menjatuhkan denda hingga US$ 1,6 juta kepada perusahaan yang memiliki kantor di wilayahnya jika terbukti menyebabkan atau menyumbang terjadinya kebakaran hutan.
Kini, api harus segera dipadamkan. Proses hukum juga harus dijalankan dengan tegas. Ongkos akibat kebakaran hutan terlalu mahal, apalagi terjadi setiap tahun.
Karena itu, tawaran bantuan dan kerja sama di kawasan ini layak disambut. Tentu harus dilanjutkan dengan tindakan pencegahan. Agar kita tak malu kepada tetangga, juga agar rakyat terhindar dari penyakit pernapasan.
*********
Opini Tempo.co