(Solusi Atas Maraknya Pelecehan Seksual di Garut)
Oleh : H.Heri Kuswara,SE.S.Kom,M.Kom*
Garut News ( Rabu, 03/12 – 2014 ).

Sungguh menyedihkan ketika saya mendapati banyaknya situs/web site memberitakan merebak maraknya pelecehan seksual di Garut, setidaknya dalam satu bulan terakhir ini lebih dari 20 situs menampilkan berita pelecehan seksual dengan headline sangat miris.
Seperti “2014, 40 Kasus Pelecehan Seksual Terjadi di Garut”, “Kasus Pelecehan Seksual di Garut Mencapai Rekor Tertinggi”, ”Ngeri! 40 Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak Terjadi di Garut”, ”Garut Masuk Daerah Darurat Kekeasan Seksual”, ”Haduh! Tahun 2014, Kasus Pelecehan Seksual di Garut Meroket”, dll.
Kondisi sangat memprihatinkan dan mencoreng Garut sebagai daerah pesantren, masyarakatnya terkenal agamis.
Tentu kondisi ini kudu menjadi perhatian sangat serius bagi semua pihak terutama eksekutif, legislatif, ulama dan tokoh masyarakat wajib bersinergi dan berkolaborasi mengatasi permasalahan semakin melemahnya moralitas dan karakter sebagian masyarakat Garut.
Sebagai Generasi muda Garut berada di ”pangumbaraan”, penulis tergerak turut memberikan sumbangsih pemikiran atas kondisi terjadi, tentu dengan tetap menghargai dan menghormati atas pelbagai upaya terbaik dilakukan banyak institusi dan Tokoh Garut.
Sebagai akademisi, penulis mengamati dan menganalisa ada sesuatu kudu dibenahi dalam pola pengajaran dan pendidikan khususnya bagi generasi muda Garut, maraknya kasus pelecehan seksual ini tak terlepas dari lemahnya implementasi pendidikan karakter di lingkungan sekolah, rumah, institusi dan masyarakat.
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. “Sesungguhnya aku diutus ke dunia tidak lain hanya untuk memperbaharui akhlak manusia”.
Hadist populer ini mengingatkan kita semua bahwa tujuan pendidikan bukan hanya mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga membentuk akhlak dan atawa karakter peserta didik, seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 20/2003 mengenai sitem pendidikan nasional (Sisdiknas) lebih mengarah pada pembentukan kualitas manusia, bukan hanya kecerdasan intelektual belaka.
Karena itu, apapun konsep/metode terbaik dirumuskan dalam pendidikan karakter yang terpenting pendidikan karakter tak semata dijadikan mata pelajaran/kuliah formal namun bagaimana pendidikan karakter ini bisa tumbuh sebagai kebutuhan manusia dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pendidikan karakter tak untuk diajarkan namun harus dikerjakan (dijalankan), pendidikan karakter bukan juga dihapalkan atau sekedar dipahami namun diamalkan.
Peran orang tua tak sekedar menyuruh anaknya berbuat baik namun harus mengajaknya bersama-sama melakukan perbuatan baik.
Pola mendidik dan membina anak dengan mencontohkan dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari adalah pola terbaik dalam “menularkan” pendidikan karakter.
Pelbagai implementasi pendidikan karakter seperti : Mengucapkan tutur sapa dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan sopan santun ramah dengan siapapun, kapanpun dan dimanapun tanpa memandang strata apapun, selalu memerlihatkan (mempertontonkan) pakaian dikenakan sesuai aturan agama (menutup aurat), mengajak anaknya bersama-sama melakukan sholat, puasa, pengajian dan amalan ibadah lainnya serta mengajak liburan/bermain anaknya ke tempat bisa ditafakkuri (Tafakur ‘alam), mengajak dan memberikan contoh melakukan pelbagai pekerjaan rumah, membimbing dan mendampingi anak ketika menonton televisi, serta selektif memilihkan tayangannya.
itu semua implementasi penting dari pendidikan karakter orang tua terhadap anaknya. Dengan begitu, orang tua akan menjadi “visualisasi nyata” bagi masa depan pribadi dan prilaku anaknya.
Sekolah sebagai satu-satunya Institusi Pendidikan Formal harus mampu membentuk dan menumbuhkan generasi muda cerdas yang berakhlak mulia (berkarakter), dan Guru sebagai garda terdepannya dengan mengusung slogan “digugu jeung ditiru” sebagai orang tua siswa di sekolah dapat menanamkan pendidikan karakter kepada anak didiknya dengan cara memberi teladan dan disiplin tentang pendididkan karakter yang baik, jangan “jarkoni” (bisa ngajari ora bisa nglakoni), Guru tidak hanya mengajari namun harus melakukannya agar menjadi panutan.
Perilaku guru harus disiplin waktu, tak pilih kasih, bertindak jujur, bertutur sapa dengan baik dan lembut dan taat beribadah adalah contoh nyata dari pendidikan karakter di sekolah.
Dari sisi Pencapaian Formal, dibeberapa lembaga pendidikan mulai diterapkan adanya penilaian dari Pendidikan Karakter dalam bentuk transkrip/report aktifitas kesiswaan.
Banyak variabel penilaian di dalamnya seperti etika, komunikasi, emphaty, intra personal, inter personal, leadership, team work, synergi, dll, dan kesemuanya itu tentu hasil dari praktek/implementasi yang dilakukan siswa didik.
Namun sesungguhnya pendidikan karakter adalah etika, budi pekerti dan tauladan terpuji dari guru sebagai “televisi kehidupan” bagi siswa didiknya.
Demikian artikel singkat ini semoga bermanfaat.
*Kepala BSI Career Center/Ketum Gema Asgar Jakarta
********