Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Selasa, 21/06 – 2016 ).

Bencana banjir dan tanah longsor di Jawa Tengah telah memakan korban yang tidak sedikit. Sampai kemarin, setidaknya 47 orang tewas, 15 hilang, dan 14 terluka. Belum lagi kerugian ekonomi yang mencapai miliaran rupiah. Dan seperti sering terjadi dalam berbagai bencana serupa, masalah klasik tetap muncul: mitigasi bencana yang buruk menyebabkan banyak korban jatuh.
Banjir dan tanah longsor yang kali ini melanda 15 kota dan kabupaten se-Jawa Tengah bukan jenis bencana yang tak terduga. Namun tetap saja pemerintah kelabakan menanganinya. Beratnya medan dan susahnya akses menuju lokasi tanah longsor membuat alat berat pencari korban tidak langsung berfungsi.

Pencarian pun harus dilakukan secara manual menggunakan peralatan seadanya, seperti cangkul. Tiga mobil pengeruk dan penggali tanah baru masuk lokasi bencana pada hari kedua setelah kejadian bencana.
Gagapnya penanganan seperti ini semestinya tak terjadi. Dua hari sebelum bencana, BNPB serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika telah mengimbau masyarakat agar waspada, mengingat hujan yang sangat lebat terus turun dan berpotensi berlangsung hingga 20 Juni lalu.
Sayangnya, peringatan dini itu kurang diantisipasi pemerintah daerah dan masyarakat di daerah rawan longsor. Maka, ketika bencana benar-benar terjadi, pemerintah dan masyarakat tidak siap.
Lemahnya antisipasi juga didorong adanya anomali cuaca. Biasanya, pada Juni, musim kemarau telah tiba. Anomali cuaca yang kurang terantisipasi mengakibatkan bencana membawa banyak korban.
Daerah rawan bencana tanah longsor dan banjir di Jawa Tengah sesungguhnya telah dipetakan. Purworejo, Kebumen, dan Banjarnegara merupakan daerah rawan longsor. Pemahaman ini penting untuk mengantisipasi bencana susulan. Apalagi wilayah Jawa Tengah merupakan jalur utama untuk mudik Lebaran.
BMKG memprediksi hujan akan turun di Jawa dan Sumatera pada Lebaran nanti. Fenomena badai La Nina di wilayah Indonesia membawa dampak hujan turun bukan pada musimnya. Akibatnya, curah hujan untuk wilayah Indonesia bagian barat di Sumatera dan Jawa, termasuk Jawa Tengah, jauh melebihi normal.
Dalam peta potensi bencana, Jawa Tengah juga unik. Di antara 918 lokasi rawan longsor di seluruh Indonesia, Jawa Tengah merupakan daerah dengan titik lokasi rawan longsor paling banyak, yakni 327 lokasi, disusul Jawa Barat dengan 276 lokasi dan Sumatera Barat dengan 100 lokasi.
Dengan pemahaman atas “tanda-tanda alam” seperti itu, pemerintah harus lebih siaga. Diperlukan mitigasi bencana menyeluruh untuk masyarakat di lokasi rawan longsor. Penataan ruang berbasis peta rawan longsor juga harus lebih cermat dan dilanjutkan dengan persiapan bila bencana benar-benar terjadi.
********
Opini Tempo.co