Meski Garut Panen Raya Harga Beras Melambung

0
352 views
Warga Miskin Garut Mengolah Hasil "Ngosrek"

Garut News ( Selasa, 06/02 – 2018 ).

Warga Miskin Garut Mengolah Hasil “Ngosrek”

Meski Menteri Pertanian Andi Arman Sulaiman menyempatkan ikut serta panen raya padi di Pameungpeuk Garut, Jawa Barat, Selasa (06/02-2018) pagi, namun harga beras di kabupaten setempat masih melambung.

Buktinya beras pandan wangi asal Kampung Panawuan Sukajaya Tarogong Kidul, yang beberapa pekan lalu bisa diperoleh di pasaran dengan harga Rp10.500 per kilogram, kini harganya mencapai Rp14.500 per kilogram.

Sedangkan beras dibawah kualitas pandan wangi menjadi bertengger pada harga Rp13.000 per kilogram yang semula bisa diperoleh dengan harga sekitar Rp10.000 per kilogram, sementara itu beras asal Subang harganya Rp12.000 per kilogram.

Demikian hasil monitoring lapangan tim liputan Garut News, sepanjang Selasa (06/02-2018).

Wajah Petani Gurem di Garut, Jawa Barat.

Padahal panen raya 70 hektare sawah di Desa Mekarbakti Kadungora pada Ahad (14/01-2018) lalu rata-rata produktivitasnya 7,7 ton GKG per hektare bervarietas Sarinah.

Demikian pula produktivitas di wilayah Kecamatan Leles (45 hektare) bervarietas Mikongga dan Ciherang, serta di Kecamatan Pangatikan juga seluas (45 hektare) dengan varietas Ciherang.

Disusul panen raya padi yang Selasa (06/02-2018) dihadiri menteri pertanian berlangsung pada areal seluas sekitar 300 hektare dari hamparan seluruhnya 764 hektare-an, yang didominasi varietas Ciherang serta Mikongga.

Dengan produktivitasnya 8,3 ton “gabah kering panen” (GKP) per hektare atau 6,9 ton “Gabah Kering Giling” (GKG) per hektare nya.

Diperoleh informasi harga jual di tingkat petani mengalami penurunan dari semula Rp5.800 per kilogram GKP melorot menjadi berkisar Rp4.500 hingga Rp4.800 per kilogram GKP.

Ironisnya pula, kendati produksi beras di kabupaten ini pada 2017 berlimpah atau surplus mencapai 291.047 ton sehingga sama sekali tak membutuhkan beras impor, namun kalangan petaninya banyak mengonsumsi beras program ‘beras keluarga sejahtera’ (rastra) yang sebelumnya disebut raskin. 

Lantaran 70 persen petani di kabupaten tersebut berkondisi ‘gurem’, juga diperparah rata-rata kepemilikan sawah hanya berkisar 0,02 hingga 0,03 hektar setiap ‘Kepala Keluarga’ (KK) petani.

Dudung Sumirat.

Sedangkan penyebab lainnya, terbentur masalah keterampilan pengelolaan sawah masih berkarakter konvensional, kualitas benih seadanya, serta pola tanam yang tak serentak, ungkap Kepala Seksi Serealia pada Dinas Pertanian kabupaten setempat, Dudung Sumirat.

Kepada Garut News dia katakan dari sekitar 48.152 hektare areal persawahan di kabupatennya, rata-rata setiap hektar dimiliki empat hingga lima petani.

“Mereka 70 persen di antaranya berkondisi gurem, namun rata-rata produktivitasnya tingkat Kabupaten Garut 6,8 ton Gabah Kering Giling (GKG) per hektare. Bahkan rata-rata provinsi tertinggi di Jabar sejak 2010 silam mencapai 6,5 ton GKG per hektar,” katanya.

Ngosrek.

Itu pun setelah kehilangan hasil pascapanen hingga mencapai 14 persen, padahal idealnya kehilangan hasil berkisar 11 hingga 12 persen.

“Hasil panen tahun ini menggembirakan, sebab relatif aman dari hama serangan tikus,” katanya pula.

Dari 48.152 hektare sawah di Kabupaten Garut yang dimiliki sekitar 240.760 KK petani tersebut, terdapat sedikitnya 168.532 KK petani gurem atau 70 persen, mereka menghidupi sedikitnya 842.660 anggota keluarga.

Sehingga setiap panen tiba, produksi beras umumnya berkualitas premium itu mereka jual, sedangkan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari banyak mengonsumsi ‘rastra’.

Berdasar telisik Garut News menunjukan, pagu rastra kabupaten ini pada 2017 mencapai 30.936.600 kilogram (kg) untuk 171.870 ‘Keluarga Penerima Manfaat’ (KPM) tersebar pada 442 desa/kelurahan di 42 wilayah kecamatan.

Totalitas rastra tersalurkan kepada para KPM di seluruh desa/kelurahan di kabupaten setempat, hingga September silam mencapai sekitar 18.273.555 kg.

“Ngosrek”

Sedang Mencari-cari Lokasi yang Bisa Dijadikan Ngosrek.

Selain terdapat 70 persen petani gurem, banyak pula buruh tani termasuk yang berkegiatan “ngosrek”.

Menyusul banyak pemilik sawah yang hingga kini masih memanen padi, maka penduduk miskin di kabupaten setempat terutama kaum ibu berusia senja setiap harinya melakukan ‘ngosrek”.

Ngosrek berupa kegiatan membersihkan kembali batang padi bekas dipanen, yang dinilai masih menyisakan bulirnya.

Padahal tumpukan bekas batang padi tersebut, telah dibuang pemiliknya sebab dinilai tak berguna, meski kemudian dijadikan bahan baku campuran pupuk organik saat pengolahan tanah menjelang dilakukan penanaman kembali.

Sedangkan bagi kaum duafa, justru masih bisa dilakukan ngosrek untuk memungut sisa bulir padi yang dibersihkannya.

Mereka bisa terus-menerus selama sepekan bahkan lebih melakukan ngosrek, dari satu areal ke areal lainnya yang telah dipanen.

Setelah bulir padi dikumpulkan, dan sebelum dimasukan ke dalam karung terlebih dahulu disortir agar sisa bulir padi yang masih hijau tak terbawa, juga sekaligus membersihkan dari kotoran tanah.

Bagi setiap penduduk miskin, hasil ngosrek ini dimanfaatkan memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, yang kerap mencukupi hingga masa panen pada tiga bulan mendatang.

Malahan jika hasilnya berlebih, sebagian dijual untuk membeli lauk-pauk, kendati usaha ngosrek tersebut kerap mereka berpacu berebutan lahan dengan pengembala itik.

“Surplus Mencapai 291.047 ton Beras”

Gencar Siapkan Menanam Padi.

Kepala UPTD Data dan Informasi pada Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Eti Suharyati mengatakan, sejak Januari hingga Desember 2017 luas tanam padi sawah terealisasi 100,28 persen atau 130.112 hektare.

Produksinya mencapai 901.963 ton GKG atau 565.801 ton beras, kemudian padi gogo dari luas tanam 23.148 hektare memproduksi 96.188 ton GKG atau 64.446 ton beras, maka total produksi 2017 mencapai 998.151 GKG atau 630.247 ton beras.

Sehingga produksi beras Kabupaten Garut 2017 mengalami surplus mencapai 291.047 ton beras, karena kebutuhan konsumsi seluruh masyarakat di kabupaten ini 339.200 ton beras.

Disusul dari 81.105 hektare luas tanam jagung bisa memproduksi 606.665 ton, ungkapnya.

Lintasi Bencana Banjir Lumpur Malangbong.

 

********

Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here