Mengapa Kalender 2014 dan 1997 Sama?

0
532 views

Garut News ( Selasa, 07/01 – 2014 ).

Foto : John Doddy Hidayat.
Foto : John Doddy Hidayat.

Pada jejaring sosial, belakangan ramai dibicarakan kemiripan antara kalender 1997 dan 2014.

Ambil contoh, 1 Januari tahun tersebut sama-sama jatuh pada Rabu.

Sedangkan akhir tahun juga jatuh pada Rabu.

Februari juga sama-sama mempunyai 28 hari.

Apa penyebab kemiripan tersebut?

Apakah hanya kebetulan atawa memang terdapat latar belakang ilmiahnya, misalnya dari sisi astronomi?

Terkait itu, Profesor Riset Astrofisika dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin memberi penjelasan.

Diungkapkan, terdapat siklus dalam perjalanan waktu dari tahun ke tahun tak disadari sehingga terdapat kesamaan antara 1997 dan 2014.

“Secara umum, selalu ada kesamaan setiap 28 tahun sekali,” kata Thomas saat dihubungi Kompas.com, Senin (06/01 – 2014).

Sehingga, kata Thomas, kalender 2014 sama dengan kalender 1986, dan sama dengan kalender 2042.

Angka 28 tahun sendiri berasal dari perkalian antara empat, diperoleh dari tahun kabisat berlangsung empat tahun sekali dengan tujuh, jumlah hari dalam sepekan.

Namun, pada kurun waktu 28 tahun tersebut, terdapat juga kemiripan antara tahun satu dan lain.

“Dalam waktu 28 tahun itu, ada kemiripan menurut pola 6-11-11-6,” ungkap Thomas, menekuni sistem kalender ini.

Berdasar pola tersebut, kalender 2014 tak hanya sama dengan 1997, tetapi juga dengan 2003.

Ke depan, kalender tahun 2014 juga sama dengan kalender 2025, 2031, serta tahun 2042.

Kesamaan tak hanya dijumpai pada kalender Masehi, tetapi juga pada kalender Hijriah atawa kalender Bulan.

“Kalender Hijriah mempunyai pola siklus sekitar 33 tahun,” kata Thomas.

Jadi, apabila Idul Fitri 2013 jatuh pada 8 Agustus, maka Idul Fitri 33 tahun berikutnya, yakni 2046, juga jatuh pada tanggal sama.

Dosen astronomi Institut Teknologi Bandung, Hakim L Malasan, mengatakan siklus 28 tahunan konsekuensi sistem penanggalan Gregorian, atawa Masehi.

“Tak ada dampak apa pun secara astronomis sebab ini fenomena pengulangan biasa,” ungkapnya.


Penulis: Yunanto Wiji Utomo
Editor: Yunanto Wiji Utomo/ Kompas.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here