Hikmah
03 Oct 2023, 03:30 WIB

“Mengingatkan kita untuk tetap memperhatikan halal haram pada cara dan yang dikonsumsi”
Oleh FAJAR KURNIANTO
Kita hidup pada zaman ketika segala hal diukur dengan materi (uang, kekayaan). Demi materi, kita berjuang dari pagi hingga sore bahkan hingga malam. Kita terus bergerak bak tanpa jeda demi mengejarnya.
Nyaris tak ada waktu untuk kita mengistirahatkan fisik yang sesungguhnya telah sangat letih. Kita seperti merasa bahwa ketika jeda sejenak, ada banyak materi yang mestinya didapatkan, lenyap begitu saja, dan itu dianggap sebagai kerugian.

Bahkan, ketika telah mendapatkan materi dengan penuh perjuangan, kita belum merasa puas. Kita mencari lagi materi itu, dan terus mencari tanpa henti. Ibarat telah mendapat emas sepenuh lembah, ingin emas sepenuh lembah lainnya.
Persis seperti digambarkan oleh Rasulullah dalam hadisnya, “Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekali tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (kematian), dan Allah menerima tobat orang-orang yang bertobat.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis lain, Ibnu Abbas bin Sahal bin Sa’ad menceritakan bahwa dia mendengar Ibnu az-Zubair berkhutbah di atas mimbar di Makkah, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Rasulullah bersabda, ‘Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Allah Maha Menerima tobat siapa saja yang bertobat’.” (HR al-Bukhari).
“Bagi orang beriman, materi bukan sekadar untuk hidup, tetapi untuk kita gunakan sebagai sarana beribadah, misalnya untuk bersedekah dan berbagi terhadap sesama yang membutuhkan”
Mencari dan mengejar materi dunia sesungguhnya tidak dilarang oleh Islam. Kita tentu saja perlu materi untuk hidup. Namun, bagi orang beriman, materi bukan sekadar untuk hidup, tetapi untuk kita gunakan sebagai sarana beribadah, misalnya untuk bersedekah dan berbagi terhadap sesama yang membutuhkan.
Atau, untuk menunaikan kewajiban yang harus menggunakan materi, seperti berzakat dan berhaji ke Baitullah.
Jadi, kita tidak dilarang untuk itu. Yang dilarang adalah terlalu fokus mencarinya hingga melalaikan Allah SWT. Seperti diingatkan Allah, “Bermegah-megahan (ambisius memperoleh harta benda sebanyak-banyaknya) telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS at-Takatsur [102]: 1-2).
Yang dilarang juga adalah menghalalkan segala cara demi mendapatkan materi. Seperti diingatkan Rasulullah SAW dalam hadisnya, “Akan tiba pada manusia suatu masa yang saat itu manusia tidak lagi memperhatikan apakah yang diambilnya halal atau haram.” (HR al-Bukhari).
Hadis ini selain menginformasikan akan masa depan manusia di setiap zaman yang tak lagi peduli soal halal dan haram, juga mengingatkan kita untuk tetap memperhatikan halal haram pada apa pun yang kita konsumsi.
Juga pada apa pun cara yang kita tempuh untuk mendapatkan materi itu.
“Halal dan haram di sini bukan hanya tentang materinya, tetapi juga tentang cara mendapatkannya. Materinya halal tetapi kita mendapatkannya dengan cara yang diharamkan, itu menjadi haram. Begitu pun sebaliknya”
Halal dan haram di sini bukan hanya tentang materinya, tetapi juga tentang cara mendapatkannya. Materinya halal tetapi kita mendapatkannya dengan cara yang diharamkan, itu menjadi haram.
Begitu pun sebaliknya, kita mencari dengan cara halal, tetapi materinya haram, jelas itu menjadi haram.
Masalah halal haram bukan persoalan sepele, karena ini menyangkut sumber atau asal usul yang membuat badan atau sisi jasmani kita tumbuh. Inilah juga yang menentukan apakah amal kita akan diterima oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam menjelaskan, “Hadis ini menunjukkan bahwa amal tidak diterima dan tidak suci kecuali dengan memakan makanan yang halal. Sedangkan memakan makanan yang haram dapat merusak amal dan membuatnya tidak diterima oleh Allah.”
Wallahu a’lam.
********
Republika.co.id/Ilustrasi Fotografer : Abah John.