Membongkar Korupsi Rp 8,5 Triliun

Membongkar Korupsi Rp 8,5 Triliun

784
0
SHARE

Garut News ( Senin, 18/05 – 2015 ).

Ilustrasi Muhammad Erwin Ramadhan. (Foto : John Doddy Hidayat).
Ilustrasi Muhammad Erwin Ramadhan. (Foto : John Doddy Hidayat).

Pengusutan kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), BP Migas, dan Kementerian Energi semestinya ditangani Satuan Tugas Antikorupsi.

Selain menimbulkan kerugian negara yang diduga sangat besar, kasus ini diperkirakan melibatkan sejumlah menteri, pejabat BP Migas, dan pengusaha Honggo Wendratmo, pemilik TPPI.

Saat ini, kasus TPPI ditangani Badan Reserse Markas Besar Kepolisian. Dua unsur Satuan Tugas, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung, perlu dilibatkan agar penanganan kasus ini benar-benar komprehensif dan tuntas.

Komisi Pemberantasan Korupsi diketahui pernah menyelidiki kasus ini meski belum sampai masuk ke penyidikan. Kasus ini bisa menjadi ujian pertama bagi Satuan Tugas tersebut.

Seorang pemimpin Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan, kerugian negara yang timbul dari kasus ini bisa sampai Rp 14,2 triliun. Sejauh ini, yang sudah terungkap dalam audit BPK adalah kerugian negara yang mencapai Rp 8,5 triliun.

Sebuah angka yang amat mencengangkan. Dengan melibatkan KPK dan Kejaksaan Agung, Polisi pasti akan mendapatkan bantuan tenaga dan keahlian yang lebih dari cukup.

Penanganan secara keroyokan sangat diperlukan karena kerugian negara ini menyebar di BP Migas serta dua perusahaan negara, PT Pertamina dan PT PLN. Dua mantan menteri energi, Purnomo Yusgiantoro dan Darwin Zahedy Saleh, diduga mengetahui kasus ini.

Selain itu, kasus dugaan korupsi ini bisa menyenggol Kementerian Keuangan dan PT PPA (kini digabung dalam PT Sarana Multi Infrastruktur) sebagai salah satu pemegang saham TPPI.

Kasus ini sangat rumit. Proses transaksi minyak yang dilakukan TPPI, yang diduga menilap uang negara, bersinggungan rapat dengan upaya penyelamatan perusahaan ini. Trans-Pacific dilanda masalah utang sebesar US$ 400 juta ketika Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997-1998.

Akibatnya, TPPI diambil alih Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Berbagai skema penyelamatan dirilis, tetapi TPPI tetap tak mampu menyelesaikan utangnya. Saat ini, Trans-Pacific masih memiliki utang dalam bentuk obligasi yang diterbitkan Menteri Keuangan senilai Rp2,8 triliun, utang berjaminan sebesar US$ 375 juta (Rp 4,8 triliun) kepada Pertamina, dan US$ 160 juta (Rp 2,1 triliun) kepada SKK migas.

Juga utang tidak berjaminan sebesar US$ 230 juta (Rp 2,99 triliun) kepada Pertamina dan sejumlah pihak lain.

Polisi sudah selangkah lebih maju dengan menjadikan Honggo sebagai salah satu tersangka. Selama ini Honggo dikenal sebagai pengusaha “kuat”. Ketika banyak pengusaha kakap Indonesia-salah satunya Sudono Salim-kehilangan perusahaan akibat utangnya diambil alih BPPN, Honggo hingga kini tetap bertahan dan masih terlibat dalam berbagai skema penyelamatan TPPI.

Dengan melibatkan Satuan Tugas Antikorupsi, polisi berpeluang mendapatkan tangkapan kakap lain, termasuk para beking Honggo.

Bukannya ragu akan kemampuan polisi, tetapi upaya ini harus dilakukan bersama-sama agar penyelesaian kasus ini benar-benar tuntas. ***

********

Opini Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY