Garut News ( Selasa, 24/02 – 2015 ).

Seperti terjadi pada salah satu pelataran parkir milik rumah makan/hotel ternama, meski terdapat Pos Satpam. (Foto : John Doddy Hidayat).
Kejahatan perampasan sepeda motor dengan pembegalan kini semakin menjadi-menjadi. Pelakunya tak hanya bersenjatakan balok kayu, pisau, atau golok, tapi juga senjata api.
Terhadap korbannya, yang mereka cegat di jalan, mereka tak segan-segan membunuhnya. Teror begal itu jelas semakin meresahkan masyarakat.
Polisi memang sudah menangkap sejumlah pelakunya. Di antara mereka bahkan ada yang ditembak. Kendati demikian, ternyata hal itu tak membuat nyali para begal ciut.
Buktinya, laporan-laporan korban pembegalan terus saja berdatangan ke kantor polisi. Polisi mengakui, dibanding tahun lalu, secara kuantitas pembegalan menurun, tapi kualitasnya meningkat.
Pembegalan, misalnya, menimpa seorang karyawan yang pulang kerja pada dinihari dan melintas di Jalan Margonda, Depok, Jawa Barat, pertengahan bulan lalu.
Sebuah jaring tali pancing tiba-tiba terbentang di depan kepalanya, sehingga membuat dia terpelanting ke jalan.
Dalam hitungan detik, para begal membawa kabur sepeda motornya. Sepekan sebelumnya, pembegalan juga terjadi di wilayah ini.
Korban tak hanya dirampas sepeda motornya, tapi juga ditusuk berkali-kali hingga tewas.
Kepolisian Daerah Metro Jaya mencatat, sepanjang Januari 2015 terjadi 260 pencurian sepeda motor di Ibu Kota dan sekitarnya, yang sebagian besar di antaranya dilakukan dengan cara dibegal.
Aparat mengidentifikasi terdapat 54 titik yang kerap dijadikan lokasi pembegalan. Dari jumlah tersebut, 25 di antaranya di Jakarta, dan 29 lainnya tersebar di Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Pembegalan sadistis juga terjadi di Lampung pada Mei tahun lalu. Si korban, yang tewas setelah ditusuk berkali-kali, dibuang ke jurang.
Pada November 2014, salah satu pelakunya, Kristian Budiantoro, dihukum 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tanjung Karang.
Ini vonis terberat yang pernah dijatuhkan pengadilan terhadap begal. Di pengadilan terungkap bahwa Kristian dan kelompoknya kerap melakukan pembegalan di Jabodetabek.
Polisi memang menyebut “kelompok Lampung” merupakan salah satu kelompok begal di Jabodetabek.
Di luar mereka ada “kelompok Indramayu”, “kelompok Malingping”, dan “kelompok Palembang”.
Namun, di antara kelompok itu, kelompok Lampung paling sadistis. Mereka memiliki ciri khas kerap membawa senjata api dan tak segan-segan membunuh korbannya.
Polisi-lah yang paling diharapkan oleh masyarakat untuk membasmi para begal dan membuat masyarakat tak lagi dihantui teror begal.
Imbauan polisi yang meminta masyarakat membatasi waktu keluar dan pulang malam jelas tidak tepat. Itu permintaan yang sangat menggelikan, mengingat sebagian besar penduduk sekitar Jakarta mencari nafkah di Ibu Kota, sehingga pulang malam merupakan hal yang tak terhindarkan.
Penciptaan rasa aman itu bisa dilakukan melalui pengawasan polisi terhadap titik-titik yang selama ini kerap terjadi pembegalan dan pemasangan CCTV agar tindakan cepat bisa diambil jika terjadi pembegalan.
Polisi semestinya juga serius mengusut dan menangkap penadah kendaraan atau onderdil kendaraan hasil begal tersebut.
Mereka harus diajukan ke pengadilan dan dihukum seberat-beratnya agar mata rantai kejahatan ini terputus.
Tugas polisi adalah mengembalikan rasa aman kepada masyarakat.
*******
Opini Tempo.co