Munawir Aziz, Alumnus Pascasarjana UGM Yogyakarta
Garut News ( Selasa, 07/04 – 2015 ).

Gesekan kepentingan antara presiden dan penguasa partai politik pendukungnya menjadi dinamika penting dalam struktur kekuasaan pemerintahan saat ini. Legitimasi trah Sukarno menjadi perdebatan panjang dalam panggung kekuasaan Kabinet Kerja.
Di tengah hiruk-pikuk ini, komunikasi politik antara Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mengalami ujian, karena perdebatan-perdebatan kepentingan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla berbeda pendapat dengan Presiden Jokowi, khususnya ketika pelantikan Luhut B. Pandjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan pada 31 Desember 2014. Jusuf Kalla semakin kecewa karena kewenangan Luhut Pandjaitan semakin luas, lewat Peraturan Presiden tentang Kantor Staf Kepresidenan, pada 25 Februari 2015.
Jusuf Kalla merasa, keberadaan Kantor Staf Kepresidenan ini mempersempit kewenangan Wakil Presiden. Ia mengingatkan bahwa Kantor Staf Kepresidenan hanya memberi masukan kepada presiden dan wakil presiden, bukan sebagai eksekutor.
Sebelumnya, Jusuf Kalla bersilang pendapat dengan Presiden Jokowi, di antaranya dalam proses pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri, pemberian remisi terhadap terpidana korupsi, dan kriminalisasi terhadap pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam strategi politik Presiden Jokowi, Kantor Staf Kepresidenan bertugas melakukan evaluasi dan monitoring program yang dijalankan kementerian. Tim orang-orang terpilih ini, yang dikomandoi oleh Luhut B. Pandjaitan, bertugas menganalisis program-program strategis yang jitu dan berkontribusi untuk peningkatan performa Kabinet Kerja.
Untuk menguatkan timnya, Kelapa Staf Kepresidenan, Luhut melantik empat deputi dan dua staf khusus Kantor Staf Kepresidenan, pada Kamis, 2 April 2015.
Empat deputi itu adalah Darmawan Prasodjo (Deputi I, Bidang Monitoring dan Evaluasi), Yanuar Nugroho (Deputi II, Bidang Pengelolaan dan Kajian Program Prioritas), Purbaya Yudhi Sadewa (Deputi III, Bidang Pengelolaan Isu Strategis), dan Eko Sulistyo (Deputi IV, Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi).
Sedangkan Brigjen Andogo Wiradi (Deputi V, Bidang Analisis Data dan Informasi Strategis) belum dilantik karena menunggu keputusan presiden.
Tentu saja, lingkaran dalam sang Presiden bertambah rapi dengan hadirnya tim Kantor Staf Kepresidenan. Para pembisik sang Presiden berderet dalam lapisan-lapisan kekuasaan politik, dari Wantimpres hingga para petinggi partai politik Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Di tengah pusaran kekuasaan politik, pembisik sang Presiden menjadi bagian penting dalam menentukan kebijakan strategis. Sosok Presiden Abdurrahman Wahid adalah yang paling misterius dengan lingkaran-lingkaran orang dekat sebagai kanal informasi strategis.
Dalam penuturan Salim Said (2014), ada beberapa sosok di balik Gus Dur yang menguasai akses informasi dan menjadi “kuping sang presiden”. Salim Said mengisahkan tentang sosok Mayor Djuanda, yang menjadi orang penting dalam lingkaran Presiden Gus Dur.
Djuanda dianggap menjadi orang yang sering bertemu dengan Presiden Gus Dur, dengan memberikan informasi-informasi rahasia yang berbau konspirasi. Mayor Djuanda juga terlibat sengketa dengan KSAL Ahmad Soetjipto.
Djuanda dianggap sebagai orang yang ada di balik penyingkiran Soetjipto, ketika Gus Dur menjadi presiden dan Megawati menjadi wakil presiden. Tapi, sosok Presiden Gus Dur memang pemimpin yang unik.
Lingkaran “pembisik” Presiden Gus Dur memang menjadi pembahasan penting dalam periode awal masa Reformasi, tentang manajemen kepemimpinan sang Presiden.
Sejarawan Rosihan Anwar (2004) mempertanyakan siapa sebenarnya pembisik Gus Dur? “Apakah orang yang bekerja di Sekretariat Negara, atau putri Gus Dur, atau kiai-kiai yang sering masuk ke Istana Negara?” kata Rosihan Anwar.
Gus Dur menggabungkan bisikan langit dan bumi, dengan memberi ruang luas bagi orang-orang terdekatnya untuk saling memberikan informasi. Inilah kelemahan sekaligus kelebihan kepemimpinan Gus Dur.
Presiden Jokowi dapat belajar dari Gus Dur, tentang lingkaran dalam sang Presiden. Pembentukan Kantor Staf Kepresidenan akan menjadi kanal strategis kebijakan politik dan langkah jitu sang Presiden.
Semoga mereka tidak hanya menjadi pembisik suara busuk, namun juga aktor-aktor intelektual yang memberi informasi strategis, untuk sang Presiden dan masa depan bangsa. *
********
Kolom/Artikel Tempo.co