Kurang Pengawasan, Anak Jadi Korban

Kurang Pengawasan, Anak Jadi Korban

809
0
SHARE

Ilustrasi Fotografer : John Doddy Hidayat.

Garut News ( Selasa, 22/09 – 2015 ).

Pemulung Cilik di Kota Garut, Jawa Barat.
Pemulung Cilik di Kota Garut, Jawa Barat.

Kekerasan terhadap siswa sekolah selayaknya kita kutuk. Jum’at pekan lalu, Anggrah Ardiansyah, delapan tahun, terluka dalam sebuah perkelahian di tengah kegiatan lomba mewarnai gambar di halaman sekolah dasar di Jakarta.

Anggrah sempat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan. Namun malang, nyawanya tak tertolong. Ini bukan kejadian pertama. Sebelumnya, kekerasan terjadi dalam sejumlah kegiatan orientasi siswa baru dari sekolah menengah pertama sampai perguruan tinggi.

Peristiwa tragis menimpa Anggrah tak boleh terulang. Sekolah mesti mawas diri. Mekanisme pengawasan dan pendidikan kepribadian siswa wajib diperbaiki. Pasti ada yang salah sehingga tindak kekerasan terjadi di depan hidung para pendidik.

Pemerintah seharusnya mengatur lebih ketat soal standardisasi dan penilaian terhadap sekolah. Pendidikan antikekerasan harus ditingkatkan. Sanksi terhadap sekolah lalai, apalagi abai, terhadap keselamatan siswanya kudu diterapkan dengan keras dan konsisten.

Tanpa Beralas Kaki Lintasi Pinggiran Jalan.
Tanpa Beralas Kaki Lintasi Pinggiran Jalan.

Siswa menyebabkan korban terluka dan kemudian meninggal harus dengan keras diperingatkan. Memecat siswa memang cara gampang biasa dilakukan pengelola sekolah. Ini cara singkat: sekolah bisa berdalih perlu menjaga nama baik. Kemungkinan lain: sekolah tak mampu mendidik anak tersebut supaya menjadi baik.

Mengeluarkan siswa dari sekolah hanya akan memindahkan persoalan ke tempat lain, bukan menghilangkan persoalan itu sendiri. Bagi keluarga dengan ekonomi kurang mampu, ini juga menjadi persoalan besar di tengah mahalnya biaya pendidikan. Ujungnya, si anaklah yang akan dirugikan.

Justru tantangan bagi pihak sekolah untuk memperbaiki perilaku siswa dengan pendekatan yang baik. Kemampuan guru menjadi kawan bagi anak-anak didiknya harus ditingkatkan.

Anak Pemulung Berusia Sekolah Mengais Rezeki.
Anak Pemulung Berusia Sekolah Mengais Rezeki.

Hubungan pertemanan dan persaudaraan di kalangan siswa mesti ditumbuhkan. Dengan demikian, sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi para siswa.

Sekolah juga bukan lembaga hanya mengajarkan ilmu akademis, tetapi wajib juga mengembangkan kepribadian mulia bagi setiap siswa.

Sebait syair lagu kebangsaan Indonesia Raya harus menjadi pegangan bagi para pendidik, agar tak melulu menempatkan kemampuan akademis di atas segalanya: Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya….

Bukan berarti orang tua bisa lepas tangan. Tentu tak ada orang tua dengan sengaja mengajarkan kekerasan kepada anaknya. Tetapi perkembangan teknologi dan upaya orang tua membahagiakan anak kadang berdampak buruk.

Adakah Sekolah Gratis…?.
Adakah Sekolah Gratis…?.

Game dan film yang merangsang tindak kekerasan beredar luas dan dengan mudah didapatkan. Anak-anak gampang meniru tindakan tokoh fiksi yang dianggap hebat, lalu mempraktekkannya ketika bermain dengan teman-temannya.

Pada situasi seperti itulah pengawasan tak bisa dikendurkan, agar tak lagi jatuh korban.

 

********

Opini Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY