Krisis Air Bersih Melanda Sedikitnya 65.930 Warga Garut

0
35 views
Ilustrasi.
Sapi pun Kesulitan Air Minum.

“Tak Berdaya Mengatasi Degradasi DAS Cimanuk”

Garut News ( Rabu, 23/10 – 2019 ).

Terdapat puluhan ribu kepala keluarga (kk) di Kabupaten Garut pada sedikitnya 24 desa, dan  satu kelurahan di 11 wilayah kecamatan mengalami krisis air bersih lantaran kekeringan diterjang kemarau panjang.

Penduduk mengalami krisis air bersih tersebut ternyata tak hanya di daerah langganan kekurangan air, seperti Cibiuk, Cibatu, dan Selaawi. Melainkan juga di daerah terkenal kawasan sentra pertanian/sayuran kaki pegunungan, antara lain Cigedug dan Cisurupan.

Debet Air Cimanuk, Sabtu (01/08-2015), Berkondisi Semakin Menyusut Drastis.

Desa krisis air bersih itu, terdiri Sukamerang (Kecamatan Kersamanah); Cianten (Kecamatan Banyuresmi); Indralayang (Kecamatan Caringin); Bojong (Kecamatan Banjarwangi); Cigedug, Sukahurip, Sindangsari, dan Cintanagara (Kecamatan Cigedug).

Serta Pamulihan, Cisero, Sukatani, Situsari, Tambakbaya, Balewangi, Sirnagalih (Kecamatan Cisurupan), dan Kelurahan Lebakjaya (Kecamatan Karangpawitan).

Kemudian, Babakan Loa (Kecamatan Pangatikan); Cipareuan, Cibiuk Kaler, Cibiuk Kidul, dan Majasari (Kecamatan Cibiuk); Sukalilah (Kecamatan Cibatu); dan Cigawir (Kecamatan Selaawi).

“Ada sedikitnya 13.186 kk atau sekitar 65.930 warga di desa-desa ini mengalami krisis air bersih”

“Sebenarnya jumlah desa dan kecamatan mengalami krisis air lebih banyak lagi. Sebab datanya sementara. Data dari lapangan, belum semuanya terekap,” ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Garut TB Agus Sopyan didampingi Kepala Seksi Kesiapsiagaan Yopi Mochamad, Selasa (22/10-2019).

Dikatakan Agus, pihaknya siap setiap saat melakukan pendistribusian air bersih/air minum ke warga di desa/kelurahan mengalami krisis air bersih. Asalkan dilengkapi rekomendasi permohonan dari pemerintah kecamatan bersangkutan.

“Asal ada surat dari kecamatan, kita siap mengirimkan air bersih. Kapan pun. Tidak akan ditunda-tunda,” katanya.

Dikemukakan, pengiriman air bersih tersebut kerjasama dengan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Intan Garut.

Pantauan lapangan menunjukan, tak semua pemerintahan desa mengajukan permohonan bantuan pengiriman air ke Pemkab/BPBD melainkan berupaya melakukan penanganan sendiri dengan mengangkut air bersih langsung dari sumber mata air kemudian dibagikan ke warga. Seperti Pemerintah Desa Sukamerang Kersamanah.

Pemerintah Desa Sukamerang mendistribusikan air bersih kebutuhan warga di lingkungan Rukun Warga 08 dengan cara mengangkut toren air bersih berkapasitas seribu liter menggunakan kendaraan truk dari sumber air sumur bor di belakang kantor pemerintah desa setempat.

“Tak Berdaya Mengatasi Degradasi DAS Cimanuk”

Pemkab Garut pun masih tak berdaya mengatasi kondisi daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk kian terdegradasi akibat sedimentasi, serta pencemaran beragam jenis limbah dan sampah.

Ironis, buruknya kondisi air sungai terbesar Garut tersebut terjadi mulai arah hulu Cikajang, Cigedug, Cisurupan, dan Bayongbong hingga ke kawasan perkotaan seperti Garut Kota, Tarogong Kidul, Karangpawitan, dan Banyuresmi.

Akibat pencemaran limbah pertanian terutama pestisida, limbah peternakan, limbah serta sampah rumah tangga, dan limbah industri terutama industri penyamakan kulit Sukaregang. Juga, limbah medis biologis maupun kimiawi.

Buruknya kondisi air Cimanuk tampak terutama pada musim kemarau ketika berdebit surut. Selain warnanya keruh kehitam-hitaman menimbulkan bau tak sedap, di banyak titik sepanjang aliran sungai pun mudah terlihat ragam jenis sampah bertumpuk.

Padahal banyak masyarakat di hilir sungai Cimanuk masih menggantungkan pemenuhan kebutuhan airnya sehari-hari. Baik untuk kebutuhan pertanian, peternakan/perikanan maupun mandi, cuci, dan kakus.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Garut Uu Saepudin katakan, pihaknya belum bisa berbuat banyak mengatasi pencemaran air sungai Cimanuk itu. Salah satunya pihaknya belum memiliki ahli pengujian laboratorium terakreditasi menilai tingkat pencemaran air yang terjadi.

Ahli penguji terakreditasi dibutuhkan supaya hasil pengujian, dan langkah dilakukan berkaitan hasil pengujian ini dapat teruji, dan memiliki kekuatan hukum bisa dipertanggunjawabkan, katanya.

“Belum ada ahli uji lab, kita belum bisa memastikan bagaimana kondisi air Cimanuk sebenarnya. Paling, kita hanya bisa menduga dengan melihat keadaan secara kasat mata. Tetapi itu kan belum punya legimitasi,” kata Uu berkilah, Rabu (23/10-2019).

Karenanya, pihaknya kini terus berupaya melakukan akreditasi ahli uji laboratorium Dinas LH supaya nantinya bisa melakukan pengecekan kualitas air, dan udara secara mandiri, dan keabsahannya diakui.

“Kalau struktur organisasinya ada. Namun kita belum memiliki SDM yang kompeten, dan sarana prasarana memadai. Kita mengajukan akreditasi, dan kita juga ingin punya lab representatif. Kita berharap ini terealisasi pada 2020,” imbuhnya.

Namun begitu, pihaknya juga terus berupaya melakukan pencegahan pencemaran Cimanuk dengan melaksanakan sosialisasi agar jangan sembarangan membuang limbah. Sebab melakukan pencemaran itu dikenai pidana.

“Kita juga berkomunikasi dengan asosiasi (pengusaha industri kulit sukaregang) supaya setidaknya bisa meminimalisasi limbah industri dihasilkan,” ungkap Uu.

Khusus mengenai sampah, dia mengingatkan, hendaknya persoalan penanganan sampah itu menjadi perhatian semua pihak. Tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

“Semua elemen masyarakat semestinya aktif pengelolaan sampah. Setidaknya dapat membiasakan diri memilah-milah jenis sampah akan dibuang. Sebab tugas pemerintah itu sebenarnya mengangkut residu sampah sudah dikelola masyarakat ke TPA. Kalau semuanya diserahkan pemerintah, ya tidak akan selesai-selesai,” katanya pula.

*******

(Abisyamil, JDH/Fotografer : John Doddy Hidayat).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here