Kontroversi Lombok

Kontroversi Lombok

958
0
SHARE
Tim medis relawan ACT mengobati Ina Dasiah (70 tahun) yang tertimpa lemari akibat gempa bumi di pos kesehatan ACT di Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Bara, Rabu (8/8). Foto: Republika/Fuji Eka Permana.

Rabu 22 Agustus 2018 14:18 WIB
Red: Karta Raharja Ucu

“Gempa di Lombok dinilai sudah layak diberi status Bencana Nasional”

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahyudin, Presiden ACT

Tim medis relawan ACT mengobati Ina Dasiah (70 tahun) yang tertimpa lemari akibat gempa bumi di pos kesehatan ACT di Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Bara, Rabu (8/8). Foto: Republika/Fuji Eka Permana.

Saya diminta menjawab pertanyaan jurnalis. Beberapa kali. Tapi saya enggan menjawabnya. Tapi jurnalis yang satu ini cukup gigih, sampai akhirnya saya jawab juga. Tentang gempa Lombok. Jurnalis mendesak, gempa Lombok yang meluluhlantakkan banyak rumah, juga bangunan vital penyangga kelayakan sebagai wilayah berpemerintahan, tak membuat pemerintah memberi status “Bencana Nasional”.

Apakah ACT setuju, skala dampak gempa Lombok layak disebut “Bencana Nasional”?

ACT berpikir dalam-dalam sebelum memutuskan untuk berpendapat atau tidak berpendapat. Kalau pun berpendapat, bukan “telanjur bicara”. Sudah disadari impaknya. Kami timbang betul, mengiyakan gempa Lombok layak berstatus “Bencana Nasional” karena beberapa hal.

Pertama, dari sisi pemerintah, pusat maupun provinsi hingga unit pemerintahan terkecil. Perulangan gempa ini baik untuk disikapi secara spiritual. Alam yang bereaksi keras di luar kendali manusia.

Bijak meresponnya dengan mengakui kemahakuasaan Allah. Tidak rugi menyiapkan diri bahwa setiap gempa susulan, laksana teguran. Kualifikasi gempa susulan, kian besar. Impak yang ditinggalkan pun melebihi sebelumnya. Getaran yang lebih kuat, menjejakkan kerusakan yang lebih besar bahkan memakan korban.

Kedua, dari sisi masyarakat Lombok. Kami merasakan ketegaran. Spiritualitas. Diterpa kerusakan parah atas pemukimannya, kehidupannya sontak berubah, masyarakat Lombok mampu mengelola batinnya.

Bahkan bersiap menerima gempa susulan kalau langit berkehendak -meski sekian kali diguncang dan ada yang terdampak; mungkin harta bendanya tertimbun reruntuhan, diri atau sanak-saudara cedera bahkan berpulang.

Ketegaran dan spiritualitas Lombok, magnet simpati dan empati. Indonesia dan dunia belajar tegar dari Lombok. Perulangan gempa yang intens, tak mengubah masyarakat buruk sangka kepada Allah.

Ketiga, dari sisi pegiat kemanusiaan. Gempa Lombok sejak guncangan pertama hingga saat ini, belum tiga bulan berlalu. Keliru kalau kepedulian atas Lombok akan segera berakhir.

Selepas tiga bulan, Lombok tidak bisa dibiarkan sendiri. Sumber daya Lombok belum bisa normal untuk memulihkan diri. Lombok perlu ditemani dengan pendampingan banyak tangan.

Pemerintah pusat dan daerah harus sanggup memastikan, pemulihan Lombok tidak akan mengubah sendi dasar karakter Lombok; kekuasaan pemerintah digunakan sepenuhnya untuk menjaga keutuhan karakter dan nilai-nilai kultural Lombok.

Bahkan menjadi ruang hebat berkarya kemanusiaan. Yang dulu miskin dan terpinggir, dimuliakan. Yang terabai dan tersubordinasi dimanusiakan dan diperhatikan nasibnya.

Gempa Lombok, momentum adu kesalihan berkarya kemanusiaan. Mengerti pelajaran gempa Lombok, dimaknai dengan amal terbaik membangun Lombok, adu hebat merayu langit dengan semua hal baik yang disukai-Nya.

Pegiat kemanusiaan ACT khawatir tidak cukup prima memuliakan shahibul musibah. Semoga semua elemen yang berkiprah merespon gempa Lombok sejalan. Kami khawatir, alasan menahan status gempa Lombok bukan bencana nasional, tidak memaksimalkan penyelamatan jiwa di Lombok.

Tidak memaksimalkan gerakan kepedulian untuk Lombok. Akhirnya juga melemahkan upaya lanjut memulihkan Lombok. Ada fenomena ekstrim: keinginan khalayak berbuat lebih signifikan untuk Lombok; berhadapan dengan tetap bertahannya pemerintah menetapkan gempa Lombok bukan bencana nasional.

Gempa terus bersusulan; getarannya sesekali lebih besar. Kecepatan kerusakan melebihi kemampuan membangun. Kalau teguran langit terus diabaikan, berikutnya apa yang bakal terjadi? Maha Penguasa Alam, Maha Tahu yang akan diberlakukan-Nya.

*******

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY