“Hingga kini terdapat penderita 14 MDR TB (TB kebal obat), tujuh di antaranya meninggal, enam dalam pengobatan dan pengawasan, serta satu pasien mangkir tak mau berobat lagi padahal belum tuntas.”
Garut News ( Selasa, 01/03 – 2014 ).
Diselenggarakan Supervisi Kader TB di wilayah Kecamatan Samarang, dan Tarogong Kidul, guna memotivasi mereka menjaring suspek jenis penyakit menular tersebut.
Motivasi diberikan, di antaranya menggali temuan permasalahan di lapangan ketika pendekatan pada masyarakat diduga menderita TB.
Dengan bercirikan batuk selama lebih dari dua hingga tiga pekan, tak sembuh disertai gejala panas demam, terus menerus lebih sebulan.
Sesak nafas ketika batuk, serta dada nyeri, tak bernafsu makan hingga badan menjadi kurus.
Berkeringat dingin di malam hari, meski tak beraktifitas.
Setelah Kader TB menyampaikan segala masalah di lapangan, maka penitia program segera mencari solusi, agar tak ada lagi permasalahan.
“Masalah itu, bisa timbul dari masyarakat itu sendiri, tak mau diajak periksa dahak (program ini mengggunakan sistem DOTs), bahkan sama sekali tak mau periksa kesehatan pada Puskesmas terdekat, lantaran merasa sehat padahal bergejala TB,” kata dr Sakinah Ginna R, Ketua Pelaksana Program, Selasa (01/04-2014).
Sedangkan masalah lain, bisa datang dari petugas Puskesmas bagian TB/klinik DOTs, tak kooperatif, sebab antara lain merasa terganggu pekerjaan ketika kader TB Aisyiyah meminta nomor registrasi suspek/pasien TB.
Padahal, kader bersusah payah mencari suspek untuk diobati, kata Susanti Apriani, kader asal Samarang.
Agar tak menularkan ke orang sehat lainnya, kader mau mengongkosi suspek pergi sama-sama ke Puskesmas.
“Kader kembali dibekali trik dan teknik penjaringan suspek, pola efektif promosi program penanggulangan TB, serta kader dipantau selama melakukan tugas di lapangan,” ungkap Ginna.
Pelaksana program senantiasa menanggapi beragam keluhan, dan permasalahan di lapangan agar tetap berjalan baik dan maksimal.
Kata dia, hingga kini terdapat penderita 14 MDR TB (TB kebal obat), tujuh di antaranya meninggal, enam dalam pengobatan dan pengawasan, serta satu pasien mangkir tak mau berobat lagi padahal belum tuntas.
Pasien MDR TB tak berobat ini, dikhawatirkan menularkan pada orang sehat lain, lantaran jika sampai menular, maka orang tertular itu, bisa sama dengan penderita MDR TB juga.
“Sehingga, pengobatannya juga kudu di RSHS Bandung, selama dua tahun minum obat, dan enam bulan ditambah suntikan, bertotal biaya mencapai Rp200 juta rupiah,” katanya.
Penanganan pasien MDR TB berdomisi di Garut, segera ditunjuk Puskesmas terdekat menjadi PMO (Pengawas Menelan Obat), agar pasien terkontrol minum obat dan tak terlewat suntikannya, sekaligus terawasi perkembangan kesehatannya.
“Kader TB Aisyiyah Garut senantiasa berusaha membantu pemerintah pada penanggulangan TB di daerah ini,” kata Okas Rokasih kader TB Aisyiyah asal desa Sukabakti Tarogong Kidul.
*****
SB, JDH.