Garut News, ( Rabu, 18/09 ).
Dana Jaminan kesehatan masyarakat atawa Jamkesmas pada RSUD dr Slamet Garut, Jawa Barat, senilai Rp24 miliar diduga diselewengkan.
Dana tersebut tak digunakan membiayai pengobatan pasien miskin.
“Dana itu dibagikan pada seluruh pegawai rumah sakit berdalih remunerasi,” ujar Dewan Pembina LSM anti korupsi Masyarakat Peduli Anggaran Garut, Haryono, Rabu (18/09).
Dikemukakan Haryono, pembagian insentif ini dinilai pemborosan lantaran dobel anggaran atawa tumpang tindih.
Sebab para tenaga medis mendapat jasa pelayanan dari tindakan medis dilakukan pada pasien.
Jumlah jasa medis berdasar Peraturan Bupati nomor 764/2011 tentang tarif dan pengelolaan rumah sakit, sebesar 40 persen dari total pendapatan rumah sakit.
Pemberian uang ini dilakukan setiap bulan, disatukan dengan gaji.
Dana remunerasi dari Jamkesmas dibagikan pada seluruh pegawai medis, dan non medis setiap bulan mencapai Rp2 miliar.
Pejabat struktural mendapatkan jatah sebesar Rp5-43 juta setiap bulan.
Tenaga medis dokter sebesar Rp2,5-64 juta.
Sedangkan staf, dan perawat hanya mendapat jatah dibawah Rp2 juta.
Selain itu, pegawai rumah sakit juga mendapat remunerasi pemerintah daerah.
Sesuai Peraturan Bupati nomor 561/2009 tentang pemberian tambahan penghasilan pegawai negeri sipil, pejabat eselon II mendapatkan Rp4,3 juta per bulan, eselon IIIA Rp1,9 juta, eselon IIIB Rp1,2 juta dan eselon IV Rp800 ribu.
Tenaga fungsional golongan I-IV sebesar Rp184-920 ribu.
Kondisi ini, juga dinilai melanggar pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah.
Selain itu pula, melanggar pasal 50 dan 53 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61/2007 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah Badan Layanan Umum Daerah.
Tak hanya itu, penggunaan dana ini juga melanggar Peraturan Mentri Kesehatan nomor 40/2012 tentang Manlak Jamkesmas.
“Dana remunerasi ini, diduga berasal dari kecurangan memasukan pasien Jamkesmas fiktif,” ungkap Haryono.
Mantan anggota DPRD Garut periode 1998-2009 tersebut, menilai kecurangan dilakukan rumah sakit ini bukan kali pertama.
Pada 2010 lalu, BPK pernah menyatakan pemberian remunerasi rumah sakit menyalahi aturan karena dobel anggaran.
Jumlah dana sebesar Rp2,3 miliar untuk pegawai itu, dianggap sebagai pemborosan dan melanggar aturan perundang-undangan.
Seorang pegawai rumah sakit enggan disebutkan namanya membenarkan terdapat pemberian remunerasi dobel.
Dia mengaku dalam satu bulan dirinya mendapatkan tiga jenis tambahan penghasilan di luar gaji, di antaranya remunerasi dari pasien umum sebesar Rp3,5 juta, remunerasi Jamkesmas Rp7 juta, dan tambahan penghasilan dari pemerintah daerah sebesar Rp1,2 juta.
“Tiap bulan juga terkadang ada honor dari proyek pengadaan barang,” ujar pejabat mengaku PNS golongan IV A.
Dirut RSUD dr Slamet Garut, Maskut Faridz, membatahap apabila pemberian remunerasi menyalahi aturan.
Menurut dia, pembagian insentif ini sesuai Peraturan Bupati.
Remunerasi ini, pengganti jasa medis.
“Pembagiannya terkadang tak tiap bulan. Remunerasi ini berasal dari seluruh pendapatan, dan hanya satu tak ada yang lain lagi,” katanya singkat.
***** SZ, Jdh.