Garut News ( Selasa, 18/09 – 2018 ).

Meski Bupati Rudy Gunawan menyanggupi menerbitkan SK Penugasan Guru Honorer per 1 Oktober 2018, sehingga ribuan guru honorer peserta aksi unjuk rasa “Jihad Guru” membubarkan diri pulang ke masing-masing daerahnya, Selasa ( 18/09 – 2018 ).
Namun, sejumlah guru meragukan legalitas SK Penugasan Guru Honorer tersebut.
Sejumlah guru meragukan legalitas SK Penugasan Guru Honorer bakal dikeluarkan Disdik ditandatangani Kepala Disdik.
Lantaran dimaksud dengan SK Penugasan Guru Honorer bisa terdata dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) bukan SK ditandatangani Kepala Disdik melainkan harus SK ditandatangani Kepala Daerah/Bupati.
Apalagi beberapa guru honorer pernah mendapatkan SK serupa ditandatangani Kepala Disdik, tetapi ketika digunakan sebagai persyaratan sertifikasi ternyata tak berlaku.
“SK dikeluarkan Disdik pernah saya terima 2010 tapi nyatanya tak berlaku ketika dijadikan persyaratan sertifikasi. Saya malah ditertawakan petugas ketika pemberkasan karena kop (SK)-nya Bupati, tetapi tandatangan kepala dinas,” ungkap Endahwati (40) guru di Rancasalak Kadungora.
Lain halnya dengan mereka menjadi guru honorer di sekolah swata. SK penugasan cukup dikeluarkan Ketua Yayasan bersangkutan sebagai legalitasnya.
“Guru honorer di sekolah swasta memang soal SK Bupati ini tak masalah enggak ada juga. Sebab di swasta itu SK-nya cukup Ketua Yayasan. Bukan kepala sekolah. Beda di sekolah negeri SK-nya harus dikeluarkan kepala daerah. Tetapi meski saya honorer di swasta, saya tetap turun aksi sebagai bentuk dukungan bagi rekan-rekan sesama guru honorer,” ujar Wildan guru SMP Swasta di Cisurupan.
Bahkan keraguan bertambah sebab isi dalam Berita Acara itu mengindikasikan Kadisdik akan memberikan SK Penugasan Guru Honorer hanya terhadap mereka tervalidasi faktual sebagai honorer kategori dua.
“Logikanya, mereka lahir 1983, pada 2005 menjadi honorer. Apa realistik mereka menjadi honorer dalam usia sekitar 21-22 tahun? Lalu ketika diangkat honorer itu mereka lulusan mana? S1? D3? Atau dari SMA/SMK sudah mengajar?,” tanya guru lainnya.
Bupati Rudy pun sempat menyebutkan tak berani langsung mengeluarkan SK karena berkonsekuensinya terhadap anggaran daerah.
Jika SK Bupati diterbitkan maka Pemkab Garut harus mengeluarkan dana Rp300 miliar dari APBD Garut.
Dia juga sebelumnya beberapa kali menegaskan tak akan menerbitkan SK Penugasan Guru Honorer karena takut melanggar PP 48/2005, katanya.
*********
NZ/Fotografer : John Doddy Hidayat.