Goro-goro

0
45 views

Putu Setia

Garut News ( Ahad, 18/01 – 2017 ).

Ilustrasi. (Foto : John Doddy Hidayat).
Ilustrasi. (Foto : John Doddy Hidayat).

Pergelaran wayang kulit Jawa mengenal adegan “goro-goro”. Seperti itulah situasi saat ini setelah DPR menyetujui calon Kapolri Budi Gunawan.

Presiden Joko Widodo dihadapkan pada sesuatu yang sulit karena Kapolri terpilih itu menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Budi Gunawan bisa mendapat penghargaan MURI, predikat unik yang digagas pengusaha Jaya Suprana. Kalau Jokowi melantiknya, Budi menjadi Kapolri dengan status tersangka, pertama kali dalam sejarah negeri ini.

Apalagi kalau sudah ditahan, lalu diadili, dan dihukum. Untunglah, Jokowi menunda pelantikannya. Karena Kapolri Jenderal Sutarman otomatis berhenti setelah Budi Gunawan disetujui DPR, Wakil Kapolri dijadikan Pelaksana Tugas (PLT) Kapolri.

Berapa lama Wakapolri menyandang PLT Kapolri? Bisa bertahun-tahun sampai pensiun. Kapolri terpilih akan diperiksa KPK, mungkin pula ditahan, lalu diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, lantas menanti keputusan banding dan akhirnya menunggu kasasi.

Bisa jadi Budi Gunawan akan mendapat piagam MURI kedua sebagai Kapolri terpilih yang tak pernah dilantik.

Bisakah Budi lolos dari hukuman? Jika yang dimaksudkan bebas karena tak terbukti bersalah, tentu saja mungkin setelah melewati proses persidangan di pengadilan tingkat pertama.

Sebelum masuk pengadilan, sudah pasti tak bisa lolos karena KPK tak punya surat sakti yang bernama SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

Semua tersangka, cepat atau lambat, pasti disidangkan. Bahkan, ada “tradisi” tak ada terdakwa KPK yang lolos dari jerat hukum.

Sudah terang benderang nasib Budi Gunawan, calon Kapolri yang akan mengenakan rompi oranye KPK, toh para politikus ingin dia dilantik secepatnya.

Kenapa? Konon DPR merasa dihina jika Budi Gunawan tidak dilantik. Presiden mengirim surat minta persetujuan ke DPR dan parlemen sudah bekerja keras menyetujuinya. Kurang apa lagi?

Goro-goro ini berawal dari Jokowi yang mengajukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, padahal seharusnya Jokowi tahu kasus yang melilit calonnya itu.

Komisi Hukum DPR menjadwalkan fit and proper test pada Rabu pekan lalu. Jadwal tak diundur, meski Selasa kemarinnya KPK memberi status tersangka kepada Budi.

Uniknya, seperti grasa-grusu, pleno paripurna DPR langsung digelar esok hari, Kamis. Budi Gunawan pun disetujui DPR.

Nasi sudah jadi bubur, kata pepatah. Padahal, Jokowi punya waktu menyelamatkan “nasi”, kalau saja dia menarik surat pencalonan itu dengan lekas.

Tapi “bubur” kayaknya memang dinanti, entah disengaja atau kecerobohan. Coba tanya, kenapa Jokowi mencalonkan Budi yang sudah bermasalah sejak awal?

Kenapa DPR cepat-cepat menyetujui calon bermasalah itu, padahal undang-undang memungkinkannya lebih lama?

Kenapa pula KPK men-tersangka-kan Budi hanya sehari menjelang tes? Kenapa Koalisi Merah Putih yang berseberangan dengan Jokowi justru menjadi penyokong utama Budi Gunawan?

Kenapa elite partai Koalisi Indonesia Hebat tiba-tiba ingat asas praduga tak bersalah, padahal untuk kasus Andi Mallarangeng, Suryadharma Ali, atau Jero Wacik, mereka minta “sebaiknya mundur secepatnya”?

Kenapa pula para relawan pendukung Jokowi tiba-tiba bisa begitu kesal?

Goro-goro ini seperti digiring banyak tangan. Analisis penggemar wayang pun bisa beragam: dalangnya kurang pengalaman, dalangnya tak punya pakem jelas, dalangnya diintervensi orang sekitarnya, entah itu pesinden atau penabuh gong.

Yang pasti penonton banyak yang kecewa, meski ada yang tertawa. Syukurlah, goro-goro berakhir. Tapi agaknya sang dalang harus tetap introspeksi diri.

*********

Tempo.co

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here