Fenomena Calon Tunggal Pilkada

0
90 views

Garut News ( Rabu, 29/07 – 2015 ).

Ilustrasi, Lintasan Jalan Masih Terbentang Sangat Panjang Guna Menemukan Para Calon Pemimpin yang Berkualitas. (Foto: John Doddy Hidayat).
Ilustrasi, Lintasan Jalan Masih Terbentang Sangat Panjang Guna Menemukan Para Calon Pemimpin yang Berkualitas. (Foto: John Doddy Hidayat).

Pemilihan kepala daerah serentak akan diundurkan di sebuah daerah jika hanya menampilkan pasangan tunggal calon kepala daerah. Kemarin adalah batas terakhir pendaftaran calon.

Harus ada paling tidak dua pasangan calon dalam pilkada serentak yang dilaksanakan di 269 daerah.

Bila hanya ada satu pasangan calon, KPU akan mengadakan sosialisasi selama tiga hari, lalu membuka pendaftaran kembali selama tiga hari. Batas akhir pendaftaran susulan adalah 3 Agustus nanti.

Bila calon lain tak kunjung ada, menurut Peraturan KPU, pilkada di daerah itu ditunda hingga periode berikutnya, 2017.

Masih ada calon tunggal di banyak daerah. Di Surabaya, yang mendaftar sebagai calon wali kota dan wakil wali kota hanyalah pasangan inkumben Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana. Sampai batas terakhir pukul 16.00 kemarin, di Jawa Tengah pun masih ada calon tunggal.

Di Kabupaten Boyolali, misalnya, calon yang maju hanyalah pasangan Senosamudra-M. Said Hidayat, yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Di Solo, ada duet F.X. Hadi Rudyatmo-Achmad Purnomo, yang juga dari PDIP.

Sedangkan di Demak, hanya ada pasangan Harwanto-Maskuri, yang diusung koalisi Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Demokrat.

Calon tunggal berbahaya bagi demokrasi. Calon tunggal mengandaikan tak ada kompetisi. Padahal, semakin banyak calon yang bersaing, kualitas demokrasi akan semakin baik. Budaya aklamasi adalah budaya yang harus ditinggalkan dalam demokrasi.

Memang, calon tunggal bisa berarti tingginya tingkat kepercayaan publik terhadap seorang tokoh. Tetapi di situ juga bisa terselip kemungkinan adanya politik uang. Bisa jadi calon tunggal membayar partai agar tidak ada calon lain yang tampil.

Dengan uang, mereka bisa meminta calon lain mengundurkan diri. Syukurlah, untuk menghindari itu, Komisi Pemilihan Umum membuat aturan: pilkada diundurkan di daerah yang cuma ada calon tunggal.

Fenomena calon tunggal menunjukkan kaderisasi partai gagal. Hal ini memerlihatkan betapa partai kesulitan memiliki calon-calon alternatif. Sesungguhnya mengajukan sebanyak mungkin calon alternatif untuk maju dalam pilkada merupakan sebuah investasi bagi partai.

Partai akan memiliki kader-kader masa depan yang punya pengalaman kompetisi. Politik ibarat lari maraton, bukan estafet. Adapun kurangnya calon dari jalur independen bisa dimaklumi karena persyaratan dukungan yang jauh lebih banyak dibanding dalam pilkada sebelumnya.

Setelah 3 Agustus nanti, jika di suatu daerah calonnya tetap tunggal, diputuskan pilkada diundurkan. Daerah lain yang calonnya dua pasang atau lebih memasuki masa verifikasi. Pada 24 Agustus, KPU kabupaten/kota akan mengumumkan siapa saja pasangan yang lolos verifikasi.

Partai politik harus berkomitmen untuk menyukseskan pilkada serentak pada 9 Desember mendatang. Tidak perlu ada usulan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang khusus mengatur mengenai calon tunggal.

Laksanakan saja aturan KPU yang sudah ada. Pilkada serentak kudu berlangsung tepat waktu dengan segala kekurangannya.

*******

Opini Tempo.co

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here