Garut News ( Ahad, 07/01 – 2018 ).
Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat

Ironis memang, dibalik lintasan perjalanan sejarah panjang sangat mengenaskan atas penyusupan dan penguasaan kaum kolonialisme kompeni di Indonesia, ternyata mereka antara lain bisa membangun Gedung Sate yang tuntas hanya dalam waktu empat tahun.
Gedung putih di Kota Bandung selama ini menjadi ‘ikon’ Provinsi Jawa Barat tersebut, kendati kerap mengingatkan jejak menyakitkan masa lalu kaum penjajah. Namun mewarisi kebanggaan warga Jawa Barat.

Sedangkan perencanaan, rancangan, serta pelaksanaan pembangunan “Gelanggang Olahraga” (GOR) Ciateul Garut yang dikemas sejak belasan bahkan nyaris puluhan tahun lalu hingga kini belum tuntas, malahan sarat permasalahan.
Padahal proses penanganan beserta penggarapannya dilakukan masyarakat modern, kalangan cerdik padai juga Pemkab setempat selama bebarapa kali gonta – ganti bupati beserta wakil bupatinya.

Sedangkan Gedung Sate bergaya arsitektur New Indies Style itu, mulai dibangun 27 Juli 1920 kemudian selesai September 1924. Berlantai tiga dengan desain dan konstruksi Arsitek J.Gerber, serta perancang lainnya Eh. De Roo, G. Hendriks.
Ciri khasnya berornamen tusuk sate di puncak menara sentralnya, pada masa Hindia Belanda disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan Johanna Catherina Coops, puteri sulung Wali kota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum.

Produk perencanaan tim terdiri Ir.J.Gerber, arsitek muda ternama lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks, serta Gemeente van Bandoeng, yang diketuai Kol. Pur. VL. Slors.
Melibatkan 2.000 pekerja, 150 di antaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina asal Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen berasal dari Kampung Sekeloa, Coblong Dago, Gandok, dan Kampung Cibarengkok.

Sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB), dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).
Berhasil diselesaikan selama rentang waktu empat tahun pada September 1924, berupa induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf), dan perpustakaan bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara.

Cor Pashier dan Jan Wittenberg dua arsitek Belanda katakan, “langgam arsitektur Gedung Sate bergaya hasil eksperimen sang arsitek mengarah pada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa”.
D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, mengungkapkan “Gedung Sate bangunan terindah di Indonesia”.
Ir. H.P.Berlage, saat berkunjung April 1923, menyatakan, “Gedung Sate suatu karya arsitektur besar, berhasil memadukan langgam timur dan barat secara harmonis”.

Seperti halnya gaya arsitektur Italia masa renaiscance terutama pada bangunan sayap barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan mirip atap Meru atau Pagoda. Masih banyak lagi pendapat arsitek Indonesia menyatakan kemegahan Gedung Sate, di antaranya Slamet Wirasonjaya, dan Ir. Harnyoto Kunto.
Kuat dan utuhnya Gedung tersebut hingga kini, tak terlepas dari bahan dan teknis konstruksi dipakai. Dindingnya dari kepingan batu berukuran besar (1 × 1 × 2 m) asal kawasan perbukitan batu Bandung timur sekitar Arcamanik, dan Gunung Manglayang.
Konstruksi bangunan menggunakan cara konvensional profesional memerhatikan standar teknik.

Dibangun di atas tanah seluas 27.990,859 m², dengan luas bangunan 10.877,734 m² terdiri Basement (3.039,264 m²), Lantai Satu (4.062,553 m²), teras lantai satu (212,976 m²), Lantai Dua (3.023,796 m²), teras lantai dua (212.976 m²), menara (121 m²) dan teras menara seluas 205,169 m².
Memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan bangunannya Rennaisance Italia.

Khusus menara, Gerber memasukkan aliran Asia, bergaya atap pura Bali atau Pagoda Thailand. Di puncaknya terdapat “tusuk sate” dengan enam ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), melambangkan enam juta gulden – jumlah biaya digunakan pembangunan.
Ornamen dari batu, terletak di atas pintu utama, acap dikaitkan dengan Candi Borobudur lantaran bentuknya serupa.
Fasade (tampak depan) ternyata sangat diperhitungkan. Mengikuti sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, menghadap Gunung Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara.

Perjalanannya, semula diperuntukkan Departemen Lalulintas dan Pekerjaan Umum, bahkan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dinilai tak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya.
Sehingga digunakan Jawatan Pekerjaan Umum. Pada 3 Desember 1945 terjadi peristiwa menelan korban tujuh pemuda memertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurkha. Mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada 3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate.
Gedung Sate sejak 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur, sebagai pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sebelumnya Pemerintahaan Provinsi Jawa Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga Bandung.
Ruang kerja Gubernur terdapat di lantai II bersama dengan ruang kerja Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, Para Assisten dan Biro.
Di bagian timur dan barat terdapat dua ruang besar mengingatkan pada ruang dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa. Ruangan ini lebih sering dikenal dengan sebutan aula barat dan aula timur.
Sering digunakan kegiatan resmi. Sekeliling kedua aula ini terdapat ruangan-ruangan yang di tempati beberapa Biro dengan stafnya.
Paling atas terdapat lantai disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tak dapat dilihat dari bawah, menuju ke lantai teratas menggunakan Lift atau menaiki tangga kayu.
Kesempurnaan megahnya Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun dengan gaya konstektual hasil karya arsitek Ir.Sudibyo dibangun 1977.
Diperuntukkan para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga Legislatif Daerah.
Gedung Sate menjadi salah satu tujuan objek wisata di kota Bandung. Khusus wisatawan manca negara banyak dari mereka sengaja berkunjung karena memiliki keterkaitan emosi maupun history pada Gedung ini.
Keterkaitan emosi dan history ini terasa lebih lengkap menaiki anak tangga satu per satu yang tersedia menuju menara Gedung Sate. Ada enam tangga harus dilalui dengan masing-masing 10 anak tangga harus dinaiki.
Keindahan Gedung Sate dilengkapi taman disekelilingnya yang terpelihara baik, tak heran taman ini diminati masyarakat kota Bandung dan wisatawan domestik maupun manca negara.
Keindahan taman ini sering dijadikan lokasi kegiatan bernuansakan kekeluargaan, lokasi shooting video klip musik baik artis lokal maupun artis nasional, lokasi foto keluarga atau foto diri bahkan foto pasangan pengantin.
Membandingkan Gedung Sate dengan bangunan-bangunan pusat pemerintahan (capitol building) di banyak ibukota negara. Persamaannya semua dibangun di tengah kompleks hijau bermenara sentral megah.
Terlebih dari segi letak gedung sate serta lanskapnya relatif mirip dengan Gedung Putih di Washington, DC, Amerika Serikat. Bisa dikatakan Gedung Sate, “Gedung Putih”nya kota Bandung.
Kini juga dilengkapi destinasi wisata baru, berupa wahana Museum Gedung Sate.
********
Pelbagai Sumber.