– Agus Dermawan T., Pengamat Budaya dan Seni
Jakarta, Garut News ( Sabtu, 18/10 – 2014 ).

Pada suatu malam saya mendapat panggilan telepon dari Suhu Thien Lung. Lelaki bajik dan bijak, selaras dengan namanya yang bermakna istimewa: langit (thien) tempat pertapaan naga (lung).
“Hei, sedang apa?” Suhu bertanya. “Nonton televisi, siaran sidang DPR tentang UU Pilkada langsung dan tidak langsung. Fraksi Demokrat bergaya netral dan walk out dari sidang rupanya!” saya menjawab.
“Ya. Padahal Machiavelli bilang, dalam situasi pelik, si netral akan dibenci pihak yang kalah, dan dipandang rendah pihak yang menang,” kata Suhu.
“Tapi SBY sebagai pimpinan Partai Demokrat merasa jengkel dan bersalah kepada demokrasi rakyat. SBY mungkin beringsut ke Koalisi Indonesia Hebat,” kata saya.
“Itu telat! Koalisi Merah Putih bisa menganggap SBY berkhianat, dan namanya akan dikenang buruk oleh berbagai pihak,” ujar Suhu.
Berkaitan dengan sikap Fraksi Demokrat itu, Suhu lalu mendongeng tentang kampret. Cerita dari Cina itu berjudul Liang mian bu tao hao, atau Ditolak Kedua Belah Pihak.
“Alkisah…,” tutur Suhu. “Situasi republik satwa sedang kemelut. Negara satwa terbelah jadi dua kekuatan besar. Kekuatan pertama dihuni cou sho, atau koalisi satwa berjalan dan berdaun telinga, yang dipimpin oleh lembu (Bovidae). Kekuatan kedua dihuni fei ching, atau koalisi satwa terbang dan bersayap, yang dipimpin oleh garuda (Accipitridae).
Kedua kelompok ini sibuk melakukan rapat-rapat. Keduanya mengolah strategi untuk saling mengepruk, melipat, dan menyikat!
Tak jauh di sebelah sana terbilanglah kampret atau kelelawar (Chirotera). Kampret merasa bahwa dirinya juga cou sho.
Bukankah aku bertelinga dan wajahku seperti lembu pula? Begitu ia berkata. Tapi pada saat lain ia mengaku bahwa dirinya juga fei ching, karena ia punya sayap dan bisa terbang seperti garuda.
Kegandaan rupa ini menyebabkan kampret mengambil jalan lancung. Diam-diam ia mengikuti rapat kelompok cou sho.
Namun pada hari yang lain, ia pontang-panting menyelinap dalam pertemuan rahasia kelompok fei ching!
Lalu, nun dari bawah tanah muncullah kelabang (Scolopendromorpha), yang kecewa karena tidak dikelompokkan di mana-mana.
Kecewaan ini menumbuhkan ide: kelabang menyiarkan tabiat politik kampret yang bersikap mendua. Tak ayal, kelompok cou sho dan fei ching marah luar biasa.
Kampret pun dibikin keder dan ngeri. Si kampret berjingkat dan buru-buru lari!
Sahibul hikayat bilang, sejak itu kampret menyandang rasa malu bukan kepalang, sehingga tidak lagi mau muncul pada siang yang benderang.
Ia cuma berani jalan-jalan dalam kegelapan malam. Dan tatkala sembunyi di sela-sela dahan, tubuhnya dibikin meringkuk dan menggantung, dimiripkan dengan sarang burung!”
Sampai di situ suhu mengakhiri cerita. Di telepon saya tertawa. Ha-ha-ha.
“Lucu dan memiriskan, ya. Tapi saya percaya SBY akan memutihkan ulah fraksinya, Suhu Thien Lung!
Seperti nama Anda yang bagus, nama Susilo Bambang Yudhoyono juga menyimpan makna istimewa. Bambang itu lelaki kesatria, dan susilo itu artinya bertata krama!
Mustahil ia mau mengotori nama baiknya,” kata saya.
“Ya, ya. Mungkin Perpu Nomor 1/2014 dan Nomor 2/2014 adalah mesin cucinya,” kata Suhu Thien Lung, sambil mengucap: “sampai jumpa….” *
Kolom/Artikel : Tempo.co