Dana Aspirasi Rawan Korupsi

Dana Aspirasi Rawan Korupsi

703
0
SHARE

Garut News ( Senin, 15/06 – 2015 ).

Ilustrasi. (Foto: John Doddy Hidayat).
Ilustrasi. (Foto: John Doddy Hidayat).

Upaya anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk kembali mengeruk anggaran negara melalui pos dana aspirasi daerah harus kita tentang. Klaim bahwa dana sebesar Rp 20 miliar per anggota Dewan adalah bagian dari pemerataan pembangunan sungguh tak masuk akal.

Alokasi dana yang jika disetujui akan mencapai total Rp 12 triliun ini pun sangat rawan dikorupsi.

Jika dana aspirasi diloloskan, peluang terjadinya korupsi sangat besar. Calo anggaran yang sudah lama merajalela pun akan semakin subur. Dana aspirasi juga hanya menguntungkan anggota Dewan yang bertugas sekarang.

Dengan dana itu, mereka bisa mendapatkan simpati konstituennya. Ini sangat tidak adil karena menutup peluang calon anggota DPR baru yang tak beruntung sempat menikmati dana tersebut.

Sudah banyak contoh buruk tentang alokasi seperti ini. “Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat” (P2SEM), misalnya, terbukti mudah diselewengkan.

Ini pernah terjadi di DPRD Jawa Timur, yaitu dana Rp 277 miliar untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya beli masyarakat, dan menangani masalah sosial menjadi bancakan.

Sebabnya, proposal alokasi penggunaan harus disetujui anggota Dewan sebelum bisa cair. Dalam praktek, terjadi kongkalikong sehingga uang miliaran rupiah masuk kantong pribadi.

Dana aspirasi juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang ini mengatur program pembangunan berbasis kinerja, bukan berdasarkan alokasi anggaran.

Belum lagi asas keadilan. Provinsi DKI Jakarta, misalnya, dengan tingkat kemiskinan terendah (3,6 persen), mendapat kucuran Rp 420 miliar karena ada 21 anggota. Sedangkan Maluku, yang tingkat kemiskinannya 28 persen, cuma kebagian Rp 80 miliar karena hanya diwakili empat orang di parlemen.

Dengan logika ini, bagaimana mungkin dana aspirasi disebut sebagai upaya pemerataan pembangunan?

Di tengah pelbagai fasilitas yang sudah dijatah untuk Dewan, usulan dana aspirasi ini juga berlebihan. Mereka sudah mendapat jatah Rp 5,1 triliun, di antaranya untuk rumah aspirasi sebesar Rp 150 juta per anggota setiap tahun, dan Rp 150 miliar untuk menggaji tenaga ahli.

Dana aspirasi ini sebelumnya pernah diajukan anggota Dewan periode 2009-2014. Saat itu, legislator mengajukan alokasi anggaran Rp 8,5 triliun untuk dibagi masing-masing Rp 15 miliar per anggota. Namun niat ini gagal setelah kritik keras bermunculan. Maka aneh jika sekarang usul serupa hidup lagi.

Sayangnya, peluang lolosnya usulan ini sangat besar jika khalayak tidak mengawasi. Kita masih ingat usulan kenaikan hampir 100 persen tunjangan pembelian uang muka mobil sempat lolos, bahkan ditandatangani presiden, walau kemudian dibatalkan.

Itu sebabnya, modus pengajuan anggaran tambahan seperti ini harus ditolak.

Anggota Dewan juga semestinya paham bahwa tugas mereka bukanlah melaksanakan proyek pembangunan karena hal itu merupakan wilayah eksekutif.

Seharusnya Dewan berkonsentrasi pada tugas pokoknya di bidang legislasi, bukannya mencari-cari cara untuk mendapatkan anggaran yang bisa disalahgunakan.

********

Opini Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY