Corona Mencekik Leher Pelaku Ekonomi Kecil Garut

Corona Mencekik Leher Pelaku Ekonomi Kecil Garut

820
0
SHARE
Kian Dijerat Kemiskinan.
Pemulung Sekaligus Mengasuh Anak.

“Pulang Kampung Untuk Menjadi Buruh Bangunan”

Garut News ( Senin, 23/03 – 2020 ).

Masyarakat pelaku ekonomi kecil beragam profesi termasuk pedagang di pasar-pasar tradisional juga pedagang asongan di Garut, mereka kini kian mengalami kesulitan ekonomi sebagai dampak merebak-maraknya pandemi virus corona.

Lantaran transaksi jual belinya dimana pun menjadi  sunyi-sepi, bahkan beberapa warung terpaksa ditutup akibat nyaris tak ada pembeli.

Semakin Menyengsarakan.

Pedagang biasa berjualan di lingkungan sekolah atau kampus perguruan tinggi juga kelabakan mencari pembeli. Begitu pula awak angkutan penumpang umum termasuk penarik ojek hanya lebih banyak terpaksa pasrah sepinya pengguna jasanya.

Gejala menurunnya daya beli terebut, malahan dirasakan sejak kebijakan pengetatan terhadap beragam aktivitas sosial kerumunan termasuk peliburan anak sekolah diterapkan sepekan lalu.

Meki umumnya mendukung langkah pencegahan penyebaran virus yang mencekam itu, kekhawatiran mereka terhadap kehilangan pendapatan untuk pemenuhan hidup sehari-hari semakin terus menghantui.

“Biasanya, dalam sehari, bisa menghabiskan lima kilogram beras untuk jualan. Tetapi sejak merebak virus corona ini, hanya dapat menyediakan tiga kilogram. Itu juga masih tersisa banyak. Pembelinya semakin sepi,” ungkap Syifa (30) pedagang nasi kuning biasa mangkal di Jalan Ciledug Garut Kota diamini saudaranya Aji (48), Ahad (22/03-2020).

Ungkapan senada dikemukakan Didin (46) penduduk Sukagalih Tarogong Kidul biasa berjualan kopi dan mie rebus di lingkungan perkantoran Pemkab setempat.

“Mau bagaimana lagi, kondisinya seperti ini ? Apalagi pegawai Pemda kan diliburkan, kerja di rumah. Kantin Bu Alit bahkan tutup. Kalaupun buka, siapa yang beli. Nyaris semuanya libur, kecuali piket,” katanya.

Kondisi para pedagang di pasar-pasar tradisional mengalami pula situasi sama. Transaksi perdagangan mereka semakin sepi dari biasanya.

Ketua Ikatan Warga Pasar (IWAPA) Cikajang, Agus Fajar Tura katakan, nyaris mencapai 40 persen terjadi penurunan penghasilan di kalangan pedagang pasar tradisional. Baik pedagang sayuran, sembako, maupun buah-buahan.

“Bahkan ada pedagang selama satu hari penuh, sama sekali tak ada pembelinya. Masyarakat sangat merasakan betapa tak seimbangnya tingkat pendapatan dengan tingkat pengeluaran sekarang. Pengeluaran jauh lebih tinggi daripada pemasukan,” ujarnya.

Agus menyebutkan, kondisi ini terutama berlangsung sejak keluar edaran Bupati Garut tentang pencegahan Covid-19, salah satunya melarang adanya kerumunan.

“Seharusnya Pemkab Garut mencarikan solusi atas kondisi seperti ini. Bukan hanya bisa melarang ada kerumunan. Pasar kan merupakan salah satu pusat berkerumunnya pembeli dan pedagang,” imbuh Agus.

Pedagang Pasar Guntur Ciawitali Garut, Dedi (74) mengatakan, antara pedagang bahkan mesti berbagi komoditas sayuran hendak dijualnya karena kelangkaan stok.

“Kita biasanya dapat wortel sampai 50 kilogram untuk dijual, namun sekarang paling sekitar 10-20 kilogram. Harganya juga naik. Yang melonjak harga jahe semula Rp25 ribu per kilogram, kini mencapai Rp50 ribu per kilogram,” ungkapnya.

Selain pedagang, para petani sayuran kini kesulitan mendapatkan pesanan untuk dikirim ke kota-kota besar, terutama Jakarta, seperti sebelumnya.

Corona yang mencekik transaksi perdagangan pelaku ekonomi kecil tersebut, dialami banyak warga asal Kabupaten Garut yang selama ini berusaha di Jakarta, dan Bandung.

Sehingga banyak di antara mereka pulang kampung, antara lain hanya untuk beralih profesi menjadi buruh bangunan.

******

Abisyamil/Fotografer: John Doddy Hidayat.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY