Catatan Suram Atlet Indonesia

Catatan Suram Atlet Indonesia

770
0
SHARE
Asma Nadia. (Daan Yahya/Republika).

Sabtu , 09 September 2017, 06:00 WIB

Red: Maman Sudiaman

Oleh : Asma Nadia

Asma Nadia. (Daan Yahya/Republika).

REPUBLIKA.CO.ID, Tiba-tiba saya teringat Uday bin Saddam, Komite Olimpiade Irak di akhir tahun 90-an, saat melihat prestasi Indonesia di Sea Games. Dalam buku Tuhan, Kenapa Kau Memberiku Wajah Ini, putra sulung sang penguasa Irak digambarkan sering memukuli atlet yang tidak mampu mencapai target. Sebenarnya ini sudah menjadi rahasia umum. Walau ketika FIFA menyelidiki isu tersebut, tidak terbukti.

Uniknya, setelah lelaki paling ditakuti urutan kedua di Negeri 1001 Malam tewas pada 2003, Irak justru mencapai prestasi yang selama lima puluh tahun tidak pernah teraih, menjadi juara Piala Asia 2007. Menunjukkan bahwa prestasi tidak bisa dibangun dengan kekerasan.

Entah kenapa juga, mendadak muncul memori terkait seorang atlet balap sepeda yang menjual medali untuk kelangsungan hidup. Begitu diselami, ternyata banyak atlet tanah air bernasib serupa. Suharto peraih medali emas dari cabang Sepeda di Sea Games 1979, kini berjuang melanjutkan hidup menjadi pengayuh becak.

Ditubuhnya terselip dua balok untuk menopang perut yang terserang hernia. Jika bersandar pada penghasilannya kini, tentu tak cukuup untuk menutup biaya operasi.

Hasan Lobubun, juara nasional tinju tahun 1987, harus mengais rezeki di tempat sampah dan tumpukan barang-barang bekas. Lenni Haeni, atlet dayung peraih 20 medali untuk Indonesia, termasuk 3 medali di SEA Games 1997. Kini bekerja sebagai buruh cuci dan serabutan. Ellias Pical, petinju pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar Internasional sempat bekerja sebagai satpam sebuah diskotek hingga direkrut sebagai staf di KONI. Djatmiko, mantan juara lifter nasional yang kini menjadi buruh kuli di pabrik bambu.

Jika para pejuang yang mengharumkan nama bangsa dianggap pahlawan, apakah tidak sepatutnya kita memberi tempat dan penghargaan yang pantas bagi mereka yang juga menorehkan prestasi dan memberi kebanggaan bagi Indonesia?

Di tahun 2010, sempat ditandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Kemenpora dan Kementerian BUMN. Intinya, memberikan kesempatan bagi para atlet untuk menjadi pegawai BUMN.

“Jadi, jangan lagi ada cerita atlet menjual medali untuk bisa hidup. Jangan lagi ada orang tua melarang anaknya menjadi atlet,” ujar Menpora saat itu. Serta merta melangitkan mimpi setiap atlet untuk mengayuh berprestasi yang membanggakan.

Bagaimana kelanjutannya?

Ingatan saya melompat pada aksi Sandra Diana Sari. Atlet yang mengharumkan nama bangsa melalui cabang angkat besi, peraih empat medali emas pada Kejuaraan Angkat Berat Asia, bulan Mei tahun ini. Sang gadis mengira, dengan prestasi membanggakan ia akan mudah mendaprkan dukungan. Namun, jauh panggang dari api.

Hanya sebulan setelahnya, Sandra menenteng kardus ke pinggir jalan di kota Padang, menggalang dana untuk biaya transportasi mengikuti Kejuaraan Nasional Angkat Berat 2017 yang akan diselenggarakan tiga bulan mendatang. Selain untuk membiayai latihan dan menafkahi diri.

Ternyata bukan hanya mantan atlet yang kurang mendapat penghargaan, bahkan yang tidak kalah miris, atlet aktif terabaikan. Uday di Irak punya gayanya sendiri, Indonesia pun demikian. Dan hasilnya, peringkat Sea Games 2017 yang memprihatinkan untuk ukuran negara sebesar Indonesia.

Atlet lompat galah pulang dari Malaysia dengan tangan kosong. Galah terbaik yang dipesan baru tiba seminggu setelah mereka pulang. Seorang atlet angkat berat lebih beruntung, berhasil meraih medali, sekalipun harus meninggalkan Pelatnas selama sebulan untuk mencari uang sebagai instruktur di pusat kebugaran, karena gajinya sebagai atlet persiapan Sea Games, lama tidak dibayarkan. Tak sedikit atlet yang harus membeli sepatu dengan dana pribadi untuk menorehkan prestasi terbaik.

Itulah sekelumit catatan suram atlet Indonesia.

Presiden dan Menpora saat ini konon sedang melakukan evaluasi besar untuk persiapan Asian Games. Semoga kelak seluruhnya terperhatikan, hingga prestasi dan kesejahteraan atlet di negeri ini menjadi rekaman penuh senyum di masa depan.

*********

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY