Garut News ( Senin, 23/03 – 2015 ).
Nyaris sejak sepekan terakhir mendadak sontak Garut bisa memasok pemenuhan kebutuhan bawang merah ke Brebes, lantaran di daerah tersebut harga mata dagangan ini mencapai Rp30 ribu per kilogram.
Sedangkan harga komoditi itu di Pasar Ciawitali Guntur saat ini Rp20 ribu, atawa meningkat dari semula Rp12 ribu per kilogram.
Dalam pada itu, pada saat bersamaan Pasar Ciawitali Guntur Garut malahan antara lain dibanjiri pasokan beras dari Majenang, Banjar, serta Cirebon.
Lantaran puncak panen raya produk beras lokal Garut masih belum berlangsung sepenuhnya, ungkap Kepala UPTD Pasar pada Disperindag kabupaten setempat H. Dayat, S.Sos didampingi Kepala Subag Tata Usaha Akhmad Wahyudin, SE.
Kepada Garut News, Senin (23/03-2015), mereka katakan beras jenis pandanwangi maupun setra semula Rp12 ribu per kilogram, kini menurun menjadi Rp11 ribu per kilogram.
Harga bahan pokok lainnya masih relatif normal.
Disusul beras jenis IR 64 kualitas satu semula Rp10.500 menjadi Rp9.500 per kilogram, kemudian IR kualitas dua semula Rp10 ribu, malahan kini bertengger pada harga Rp9 ribu per kilogram, katanya.
Jenis mata dagangan telur juga melorot harganya, dari semula Rp18 ribu menjadi Rp17 ribu per kilogram.
“Ribuan Kios Terlantar”
Sampai sekarang ini, banyak kios dan los di pasar-pasar tradisional kabupaten setempat masih belum termanfaatkan maksimal, bahkan berkondisi kosong atawa terindikasi diterlantarkan pemilik hak guna pakainya.
Sehingga bisa berpotensi kehilangan pendapatan ekonominya cukup besar.
Dari 15 pasar tradisional dikelola Pemkab Garut saja, total jumlah kios kosong mencapai sekitar 40%. Belum termasuk kios pada 55 pasar desa dikelola masing-masing pemerintahan desa.
Total jumlah kios dan los dikelola Pemkab tersebut, sekitar 11.000 unit. Sekitar 40 persen, atawa berkisar 4.000-5.000 di antaranya kosong.
Belum lagi kios di pasar desa, ungkap Kepala Seksi Sarana Bidang Pengelolaan Pasar pada Disperindagpas Garut, Aminudin, Ahad (22/03-2015).
Aminudin katakan, salah satu alibi kios itu tak diminati pedagang, sebab lokasinya tak strategis. Bahkan tak sedikit pedagang memilih menggelar lapak di kaki lima daripada mengisi kios di pasar.
Dia menyontohkan kondisi di Pasar Guntur-Ciawitali, Pasar Kadungora, dan Pasar Wanaraja.
Akibatnya, suasana dan kondisi lingkungan pasar menjadi kumuh. Jalur-jalur jalan pemisah blok bangunan kios sekaligus akses angkutan barang, serta jalur kendaraan pemadam kebakaran menjadi sarat dipenuhi para PKL.
Jumlah PKL melebihi jumlah pedagang pasar berdagang pada kios-kios.
Masalah PKL di pasar-pasar ini sulit sekali ditertibkan. Selain kudu terdapat kesadaran para pedagangnya, juga memang butuh ketegasan pemerintah.
Dan ini tak bisa hanya ditangani Disperindag, katanya berkilah.
Banyaknya kios kosong diduga pula menjadi salah satu penyebab melesetnya target pendapatan retribusi dari sektor ini, melorot sekitar 5,25% saja dari total PAD, katanya.
Pemantauan Garut News menunjukkan, dari 1.780 kios pasar Ciawitali Guntur terdapat sekitar 50 persen di antaranya sepi pembeli, sehingga selama ini banyak dimanfaatkan penyimpanan barang dagangan.
Sedangkan pedagangnya berjualan di luar, mereka berbaur dengan sekitar 572 pedagang pada los PKL, pada areal luas pasar seluruhnya sekitar sembilan hektare.
Kepala UPTD Pasar pada Disperindag kabupaten setempat H. Dayat, S.Sos didampingi Kepala Subag Tata Usaha Akhmad Wahyudin, SE katakan pula, selama ini kerap memberikan advokasi bagi para pedagang.
Termasuk dengan surat resmi, agar mereka meningkatkan daya tarik pada kiosnya masing-masing, sehingga bisa diburu para calon pembeli atawa konsumen.
Namun yang paling penting, sejauhmana pula kesadaran setiap seluruh pedagang meningkatkan daya saingnya masing-masing dengan produk unggulan mereka masing-masing pula, kata H. Dayat dan Akhmad Wahyudin, menambahkan.
******
Noel, Jdh.