Bongkar Jaringan Suap Reklamasi

Bongkar Jaringan Suap Reklamasi

760
0
SHARE

Fotografer : John Doddy Hidayat

Garut News ( Senin, 04/04 – 2016 ).

Ilustrasi.
Ilustrasi.

Tertangkapnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, Mohamad Sanusi, disusul penyerahan diri Direktur Utama PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, ke Komisi Pemberantasan Korupsi menguak kerja sama busuk antara legislator dan pengusaha dalam mengakali peraturan daerah.

Melalui beberapa tangan, uang suap mengalir ke wakil Partai Gerindra dari kantong bos pengembang raksasa tersebut.

Penangkapan ini terjadi di tengah pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang “Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta” (RTRKSPJ) serta “Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil” (RZWP3K).

Keduanya mengatur reklamasi di Teluk Jakarta. Agung Podomoro melalui anak perusahaannya, PT Muara Wisesa Samudra, memegang izin sebesar 161 hektare untuk Pulau G, satu di antara 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta.

Pengesahan rancangan ini semula dijadwalkan pada 17 Maret 2016, tapi mendadak ditunda karena ada upaya memasukkan kepentingan pengembang dalam pasal mengenai besarnya retribusi. Sebelumnya, pemerintah dan Dewan setuju pengembang dikenai tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai jual obyek pajak dan luas lahan yang dijual.

Pungutan yang lumayan besar ini diambil karena biaya menguruk laut sekitar Rp 4-6 juta per meter persegi, separuh dari harga lahan di darat. Namun Komisi D, yang dipimpin Sanusi, dan Ketua Badan Legislasi Daerah Muhammad Taufik mengusulkan kontribusi itu dikorting menjadi minimal 5 persen.

Pemerintah Jakarta dan fraksi di DPRD, seperti Golkar, menolak karena pemasukan daerah bisa berkurang dari semula Rp 48,8 triliun menjadi Rp 28,3 triliun.

Pasal karet ini sepintas terlihat mulia, karena memungkinkan pemerintah menarik retribusi mulai dari 5 persen sampai jumlah tak terhingga. Tapi ketentuan yang lentur ini biasanya menjadi mainan baru pejabat pemerintah dan pengusaha dalam mengatur besaran retribusi.

Praktek persekongkolan begini tak boleh dibiarkan. Sangat berbahaya jika pengusaha bisa mengatur kebijakan publik. Mereka akan mencari keuntungan dari peraturan, yang sangat mungkin merugikan negara dan masyarakat.

KPK harus membongkar tuntas kejahatan luar biasa ini. Tertangkapnya Sanusi setelah menerima uang suap Rp 2 miliar harus menjadi awal pengungkapan kolusi antara anggota Dewan dan pengusaha. Tidak mungkin Sanusi bekerja sendirian mengubah pasal dalam peraturan daerah.

Komisi pembasmi korupsi juga perlu mengembangkan penyidikan ke pihak lain. Mereka termasuk legislator, pengusaha di luar grup Agung Podomoro, juga eksekutif. Tidak tertutup kemungkinan permainan ini juga melibatkan mereka. Apalagi kedua peraturan daerah ini tidak hanya menyangkut Pulau G, yang dikuasai Agung Podomoro.

********

Opini Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY