Blunder Presiden Jokowi

0
55 views

Garut News ( Senin, 11/01 – 2015 ).

Ilustrasi. (Foto : John Doddy Hidayat).
Ilustrasi. (Foto : John Doddy Hidayat).

Presiden Joko Widodo menyia-nyiakan kekuasaannya yang besar buat membenahi penegakan hukum.

Setelah gagal memilih Jaksa Agung benar-benar berintegritas, kini ia melakukan blunder kedua: memilih Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Kepolisian RI.

Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu belum lama diusulkan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Ia akan menjadi Kepala Polri menggantikan Jenderal Sutarman, apabila DPR tak menolaknya.

Sesuai dengan konstitusi, Dewan hanya berkuasa memberikan “persetujuan”, dan bukannya “memilih”, calon Kepala Polri.

Itu sebabnya, Presiden hanya mengusulkan satu calon.

Dengan kata lain, Presiden Jokowi sebetulnya memiliki wewenang penuh menentukan Kepala Polri yang sanggup menata kepolisian sekaligus memerangi korupsi.

Tugas berat ini hanya bisa diemban figur bersih, tegas, dan berintegritas. Apalagi, saat kampanye dulu, Jokowi bersama pasangannya, Jusuf Kalla, jelas menjanjikan “reformasi penegakan hukum yang bebas korupsi”.

Janji ini terpampang dalam program pertama dari sembilan jargon bernama Nawacita.

Wajar apabila banyak orang kini memertanyakan keputusan Jokowi memilih Budi Gunawan. Ia jelas bukan figur ideal.

Budi bahkan memiliki rekening gendut mencurigakan seperti pernah diungkap majalah Tempo pada 2010.

Lonjakan jumlah harta bekas ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri ini mengherankan. Pada 2008, ia memiliki kekayaan senilai Rp4,6 miliar. Lima tahun kemudian, harta dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Komisi meningkat drastis menjadi Rp22,6 miliar.

Kalaupun tak ada calon betul-betul sempurna, Jokowi seharusnya bisa memertimbangkan kandidat lain digodok Komisi Kepolisian Nasional.

Sederet jenderal berbintang tiga dicalonkan itu Badrodin Haiti (Wakil Kepala Polri), Dwi Prayitno (Inspektur Pengawasan Umum), Suhardi Alius (Kepala Badan Reserse Kriminal), dan Putut Eko Bayuseno (Kepala Badan Pemelihara Keamanan).

Jokowi bahkan bisa menyodorkan lebih dulu nama-nama itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk ditelisik.

Cara ini ia lakukan ketika memilih para menteri. Sekarang, Jokowi justru terkesan menghindari cara cermat menyeleksi calon Kepala Polri itu.

Padahal hal ini disarankan berulang kali oleh kalangan aktivis antikorupsi.

Saran itu juga tak diindahkan Presiden saat memilih Jaksa Agung M. Prasetyo. Independensi dan integritas figur ini diragukan lantaran ia sempat menjadi politikus Partai NasDem dipimpin Surya Paloh.

Kini Jokowi pun terkesan tak bisa menghindari tekanan politik saat memilih Budi Gunawan, pernah menjadi ajudan Megawati.

Presiden Jokowi dipilih langsung oleh rakyat, dan memegang kekuasaan penuh sesuai dengan konstitusi. Ia semestinya berkukuh memenuhi janjinya dalam kampanye, dan bukan tunduk kepada kepentingan politik.

********

Opini Tempo.co

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here