Garut News ( Selasa, 22/07 – 2014 ).

Amblesnya penghubung antara jalan, dan jembatan Kali Comal di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, potret buruk infrastruktur kita.
Jembatan tua ini minim perawatan, dan kondisi itu dibiarkan berlarut-larut.
Oprit, atawa penghubung antara jalan dan Jembatan Comal sisi utara, diketahui ambles sejak pertengahan Juni lalu.

Oprit jembatan rusak akibat banjir bandang Kali Comal, awal Februari silam.
Entah mengapa perbaikannya hanya ala kadarnya.
Jembatan cuma ditambal dengan aspal hot mix.
Ternyata oprit itu kembali ambles pada awal Juli lalu, dan kondisinya semakin memburuk.
Sejak Selasa pekan lalu, oprit di sisi barat jembatan ambles sekitar 20 sentimeter secara merata pada dua Jembatan Comal.
Jembatan itu pun ditutup total.
Itulah kado pahit bagi para pemudik tahun ini.
Akibatnya, mereka kudu memutar hingga 30 kilometer.
Jika tetap nekat melalui Jembatan Comal, kemacetan panjang bakal menghantui.
Maklum, meski perbaikan dikebut dan bakal dioperasikan darurat mulai Kamis ini, Jembatan Comal hanya bisa dilalui kendaraan ringan.
Laiknya berkondisi darurat, kendaraan bermotor tak mungkin dipacu kecepatannya.
Bertahun-tahun kita selalu “terpenjara” kerusakan jalan di Pantai Utara Jawa.
Padahal, setiap tahun pemerintah mengeluarkan anggaran lebih dari Rp1 triliun untuk perbaikan jalan di jalur Pantura.
Ini benar-benar mubazir.
Pembenahan jalur itu pun terkesan hanya tambal sulam.
Khalayak bertanya-tanya mengapa pemerintah tak pernah tuntas membenahi jalur itu jauh-jauh hari.
Seharusnya infrastruktur ini dirawat setiap hari tanpa memerhitungkan datangnya Lebaran, atawa menunggu rusak.
Berulangnya oprit ambles menunjukkan Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, tak bisa mengantisipasi akibat terburuk dari banjir bandang terjadi awal Februari lalu.
Jika gara-gara banjir lalu posisi fondasi Jembatan Comal berubah lantaran pergerakan tanah, semestinya segera dilakukan analisis menyeluruh.
Kementerian tak bisa mengantisipasi hal terburuk.
Pengecekan, dan pemeliharaan jembatan oleh Bina Marga secara rutin menjadi kunci menghindari terjadinya kerusakan jembatan lebih parah, seperti terjadi pada kedua Jembatan Comal.
Analisis detail, dan menyeluruh kudu dilakukan jika ditemukan kerusakan, apa pun bentuknya.
Perbaikan ala kadarnya, apalagi mencari tindakan paling gampang, tak patut dilakukan.
Sebab, urusan jembatan menyangkut nyawa orang-orang lalu-lalang di atasnya.
Amblesnya oprit Jembatan Comal hendaknya menjadi momentum bagi Bina Marga kembali menengok tugasnya ihwal pemeliharaan jembatan.
Mereka perlu menggerakkan pegawainya di daerah mengecek jembatan-jembatan menjadi tanggung jawabnya.
Tentu saja, pemerintah daerah, seperti provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia, juga tak boleh berpangku tangan.
Sebab, selain Bina Marga, pemerintah daerah mesti mengecek dan memelihara 79 ribu jembatan menjadi tanggung jawab mereka.
Pemerintah daerah kudu bahu-membahu dengan Kementerian Pekerjaan Umum, memantau kondisi jembatan.
Dengan pengecekan rutin itulah, seluruh jembatan bisa diketahui kondisinya, apakah baik, rusak ringan, sedang, ataupun berat.
*******
Opini/Tempo.co