Senin 07 Jan 2019 05:01 WIB
Red: Muhammad Subarkah
“Zaman berubah, ekspresi prostitusi pun berubah menyesuaikan zaman”
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh:Muhammad Subarkah, Wartawan Republika
Waktu sudah lepas tengah malam. Lampu jalan menyala warna warni. Di sebuah tepi jalan di bilangan terminal ibu kota tampak sepi. Lalu lalang perempuan berdandan yang biasanya tampak berdiri di pinggir jalan, kini terlihat surut.
‘’Ya sepi memang Mas. Ekonomi sulit. Perempuan malam yang nongkrong sekarang jarang. Selain ada razia rutin juga ada banyak saingan. Kalau butuh perempuan atau laki laki buat teman kan tinggal pesan di handphone. Bisa lewat media sosial dengan berbagai aplkasi pun tersedia. Jadi ngapain nongkrong lagi. Ini zaman sudah beda,’’ kata seorang penjual makanan kecil yang biasanya mangkal di sebuah area nongkrong di bilangan sebuah pusat perbelanjaan, Jumal malam lalu.
Sama dengan si pedagang makanan, seorang sopir taksi yang biasa masuk shift malam tertawa lebar. Katanya, memang benar zaman sudah berubah. Semua serba canggih dan on line.
‘’Sekarang tak perlu lagi lokalisasi atau tempat hiburan malam. Semua bisa pesan kayak makanan cepat saji. Cek saja di on line. Di sana lengkap ada gambar baik statis maupun bergerak. Harga dan spesifikasi sang penawar juga lengkap, misalnya warga kulit, bentuk badan, tinggi badan, rambut dan lain-lain. Pelakunya bisa wanita, pria, atau waria (shemale). Semua lengkap hingga termasuk soal harganya,’’ katanya.
Lalu di mana tempatnya? Sang sopir taksi menjawab bisa di mana saja. Bisa di hotel, apartemen, hingga rumahan biasa. Bisa pesan antar lewat jasa ojek pijat misalnya. Semua serba mobile. Serba canggih kayak makanan cepat saji dan minuman ringan kemasan.
Diakui atau tidak, kenyataan inilah yang terjadi hari-hari di ibu kota dan kota-kota lainnya. Berkat media sosial tiba-tiba semua hal bisa dipromosikan dengan lengkap, menarik, dan gratis. Saking gratisnya, tarifnya malah bisa lebih murah dan mudah dari pada memasang iklan baris di media massa. Dan media sosial yang selama ini oleh sebagian orang hanya dibayangkan sebagai sarana pertemanan hingga ngobrol politik, ternyata tak ubah layaknya Toserba (toko serba ada) yang juga dipakai untuk menjual syahwat.
Seorang anak muda asal pinggiran Jakarta yang berprofesi sebagai ojek daring hanya tertawa ngakak ketika mendengar merebaknya kabar riuh di media massa dan media sosial soal adanya artis yang terperangkap kasus prostusi on line di Surabaya. Dia hanya berujar pendek, “Itu hal biasa!”. Tak hanya artis semua orang itu juga.
Bahkan, tak cukup sopir ojek daring berkata-kata seperti itu, dia kemudian meraih handphonenya yang Android yang tersimpan di saku celananya. Dia kemudian mencontohkan sembari menyebutkan beberapa nama para pekerja seks komersial yang bisa dipesan. Bahkan dia menyebutkan bila dipesan dan harga cocok sembari terlebih dahulu mentranser uang muka dengan jumlah tertentu, maka dia pasti datang.
‘’Mau laki atau yang perempuan. Semuanya ada. Dia akan datang kalau abang sudah kasih DP (down Payment). Itu tandanya abang serius. Kalau gak ada DP pasti gak ada. Akibatnya, panggilan abang yang lewat medsos itu akan dia blokir karena dianggap tak serius,’’ ujarnya lagi.
Memang, bila dicek dengan ‘kode tertentu’ maka sarana prostitusi on line sudah menjadi wabah yang tak bisa dibendung. Di kota, di tempat, dan di waktu kapan saja pun bisa di dapatkan. Tak hanya kota besar, tapi kota-kota kecil, bahkan kota kecamatan. Asyiknya berbeda dengan prostusi ‘zaman old’, prostitusi zaman now lewat daring tak butuh terlebih dahulu bertemu langsung hingga tawar menawar verbal. Di zaman daring semua bisa didapatkan tanpa perlu menampakan wajah tubuh secara langsung.
Bukan hanya itu, beda dengan zaman old dimana pesanan jenis prostitusi harus bertemu langsung, protitusi daring kini juga melalui panggilan dan percakapan fasilitas video melalui media sosial. Maka bila di zaman dahulu dikenal ‘tarian straptise’ yang disaksikan langsung di depan mata di atas panggung, kini bisa dilihat dengan memakai panggilan jaringan percakapan video dia media sosial.
Dan sama dengan cara zaman old yang harus memakai uang cash, kini cara pembayaran layanan prostitusi daring dilakukan juga dengan cara mengirimkan pulsa telephone atau melakukan transer antar bank lewat ATM dan tarnsver rekening via handphone. Taripnya bisa per jam hingga per setengah jam, bahkan hingga berjam-jam. Jadi persis seperti melihat televisi yang bersiaran langsung, tapi ini bedanya cuma lewat layar handphone atau komputer jinjing. Selama masih punya pulsa dan uang untuk membeli data, semuanya akan beres.
Lalu apakah bisa diberantas? Pertanyaan ini susah dijawab sebab dari zaman dahulu kala sampai datang kiamat soal serupa ini akan terus terjadi. Ternyata, seiring berubahnya zaman, maka caranya pun berubah. Dan itulah kenyataannya.
*******
Republika.co.id