Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Jum’at, 23/09 – 2016 ).

Semalam (Selasa malam, 20/09-2016), sungai Cimanuk meluap deras, merendam area yang luas di sepanjang alirannya.
Belum pernah terjadi banjir sedahsyat itu sebelumnya.
Rumah sakit dr. Slamet pun terendam.
Sebetulnya, resiko banjir di daerah rumah sakit sudah diperingatkan sejak awal.
Pada tahun 1919, muncul petisi yang berisi keberatan atas rencana pembangunan rumah sakit di daerah tersebut.

Selain pembelian lahan yang melebihi kebutuhan dan keharusan membangun jembatan penghubung yang berimplikasi pada biaya, juga diperingatkan adanya resiko banjir di daerah rawa di sana (De Preanger-bode, 12 April 1919).
Lahan yang akan dibangun rumah sakit itu memang berada di pertemuan tiga sungai: Cipeujeuh, Cikamiri, dan Cimanuk.
Dan banjir pun terjadi pada tanggal 25 Oktober 1920. Koran De Preanger-bode memberitakan berturut-turut pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1920. Hujan deras yang melanda Garoet sehari semalam membuat sungai Tjimanoek meluap.

Areal pesawahan yang luas di cekungan Tjimanoek terendam. Kolam-kolam ikan dan jembatan-jembatan desa jebol. Ikan-ikan mati tertutup lumpur.
Disebutkan, banjir besar pernah pula terjadi pada 20 tahun sebelumnya. Besok harinya dikabarkan jembatan Tjimanoek di Bajongbong jebol. Jalan menuju Pameungpeuk ditutup.
Banjir bandang sungai Tjimanoek pernah pula hampir merusak konstruksi jembatan Leuwidaoen yang sedang dibangun pada tahun 1939.
Pada saat berlangsung pembangunan jembatan, penyangga jembatan diterjang banjir bandang. Itulah mengapa jembatan ini menggunakan struktur berupa lengkungan busur sebagai penyangga badan jalan di atasnya.

Ide yang cerdas dari Prof. Rooseno, bapak konstruksi Indonesia. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië tanggal 18 Maret 1939 menulis: “Seperti kita ketahui, jembatan tua yang dibangun tahun 1886, yang menjadi pintu gerbang ke kota Garoet, diganti dengan jembatan beton yang monumental”.
Sungai Cimanuk punya logika sendiri. Ia akan menerjang apapun yang menghalangi jalannya, mengalir lurus atau harus berkelok, membentuk lukisan alam, menuju laut, jauh di utara.
Menaklukkan dahsyatnya Cimanuk harus dengan kearifan.

Jika gunung tempat berhulunya sudah gundul, beralih fungsi oleh mafia tani atas nama nasib petani, membawa endapan ke bawah yang membuatnya dangkal, sementara sempadan semakin sempit mampat oleh pemukiman dan bangunan, dan menjadikannya tempat pembuangan sampah dari belakang rumah, maka Cimanuk punya cara sendiri.
Tak mengerti siapa yang berdosa, siapa yang tidak. Semua terkena kemarahannya.
Mamang turut berduka, ucap belasungkawa. Turut pula mengecam buat mereka perusak alam, pembawa bencana…
[M.S].
********
Pelbagai Sumber.