Bandara Kediri, untuk Siapa?

Bandara Kediri, untuk Siapa?

871
0
SHARE
Nindira Aryudhani. (Foto: dok. Pribadi).

Selasa 31 July 2018 01:00 WIB
Red: Agus Yulianto

“Pembangunan bandara internasional tersebut akan membantu pengembangan wilayah Kediri”

Nindira Aryudhani. (Foto: dok. Pribadi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nindira Aryudhani, Relawan Opini dan Media, Kampung Inggris, Pare, Kediri, Jawa Timur; E-mail : nindira.a@gmail.com

Setahun belakangan, berita pembangunan bandar udara (bandara) Kediri kian santer. Di portal media nasional hingga berita dari mulut ke mulut warga setempat. Juga mulai tentang penentuan lokasi, hingga rasa bahagia para petani pemilik tanah, yang tanahnya mendapatkan nominal ganti untung karena dibeli sebagai lahan bandara. Memasuki kuartal pertama 2018, pemerintah bahkan makin serius memproyeksikan masa depan pembangunan bandara tersebut.

Awal Juli 2018, pasca-pilkada Jawa Timur, Emil Dardak selaku wakil gubernur terpilih yang sekaligus petahana Bupati Trenggalek, menghadiri undangan Presiden Joko Widodo ke Istana Bogor.

Pada kesempatan itu, Emil menyampaikan banyak hal kepada presiden. Salah satunya adalah terkait pembangunan bandara di kawasan Mataraman, Jawa Timur, yang tepatnya terletak di Kediri (bandara Kediri). Perlu diketahui di sini, letak geografis Trenggalek di barat daya Kediri, sangat memungkinkannya untuk dijangkau oleh aspek ekonomis bandara ini.

Menurut Emil, presiden berharap agar proyek yang bersangkutan, segera groundbreaking. Tak ayal, pembangunan bandara tersebut akan sangat menunjang pelayaran perintis di pesisir Selatan Pulau Jawa yang mulai ramai. Mengingat, salah satu program Nawacitanya yakni menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Masih tentang bandara Kediri, medio Juli 2018, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan proyek bandara Kediri menjadi perhatian besar pemerintah pusat. Pembangunan bandara yang berlokasi di wilayah barat Sungai Brantas itu diproyeksikan menjadi proyek strategis nasional (PSN).

Seolah meminta restu, tanpa canggung Luhut menyampaikan hal itu kepada para kiai di Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo. Dan sebagaimana telah diketahui bersama, Ponpes Lirboyo sudah sejak dulu menjadi sumber rujukan sosial bagi masyarakat Muslim Kediri.

Ya, bandara Kediri kini telah resmi masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Penetapan bandara yang akan dibangun oleh PT Gudang Garam Tbk (GGRM) ini tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Peraturan ini ditandatangani Presiden Jokowi pada 20 Juli 2018. Dalam peraturan itu tertulis, peraturan berlaku sejak diundangkan. “Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia,” demikian bunyi Pasal II.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan proyek Bandara Kediri ini akan mendapat kemudahan. PSN merupakan proyek-proyek yang mendapatkan jaminan pemerintah dan diprioritaskan pembangunannya.

Banyak kemudahan yang diberikan pemerintah untuk proyek-proyek yang masuk dalam daftar PSN. Salah satunya mendapat prioritas dalam proses mengurus perizinan dan kemudahan dalam pembebasan lahan. Badan usaha bisa menalangi dana pembebasan lahan, yang kemudian akan diganti oleh pemerintah.

Ibarat mengulang kesuksesan bandara Kertajati di Jawa Barat, bandara Kediri siap dibangun pada akhir 2018 dan awal 2019 diharapkan dapat soft opening. Menurut Luhut, bandara Kediri yang berposisi di Jawa Timur bagian selatan ini direncanakan dibangun dengan kategori lapangan terbang internasional.

Pembangunan bandara internasional tersebut akan membantu pengembangan wilayah Kediri dan sekitarnya. Terutama dalam peningkatan kegiatan perekonomian. Ini setali tiga uang dengan status Jawa Timur yang menempati posisi pertama dalam rangking ease of doing business atau kemudahan dalam memulai usaha terbaru yang dirilis oleh Asia Competitiveness Institute (ACI) tahun 2017.

Dari riset yang dilakukan ACI terhadap 3 variabel, mulai dari daya tarik ke investor, keramahan ke dunia usaha hingga regulasi, Jawa Timur berhasil menyalip Provinsi DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan yang sebelumnya berada di posisi 1 dan 2 di tahun 2015.

Berdasarkan data ACI 2017, Jawa Timur berhasil memperbaiki kemampuannya dalam melakukan daya tarik ke investor. Untuk urusan daya tarik, Jawa Timur lompat dari peringkat 9 ke peringkat 2.

Namun untuk urusan ini, Jawa Timur masih kalah dengan Jawa Barat yang berhasil naik dari peringkat 5 ke posisi pertama. Sementara untuk urusan regulasi, Jawa Timur berhasil mempertahankan posisi di nomor 1 lewat kebijakan-kebijakannya yang mendukung dunia usaha.

Di samping itu, potensi ekonomi bandara Kediri juga ditargetkan mampu menaungi penduduk dalam jumlah yang mencapai sekitar 15 juta jiwa dan akan menjangkau lebih dari 10 kabupaten kota.

Namun demikian, yang tidak boleh dilupakan, yakni kuantitas dan kualitas transportasi masyarakat akar rumput setempat di kemudian hari. Sebagai kawasan pertanian, bentang alam Kediri sebagian besar memang berupa areal persawahan.

Terkhusus di bagian barat yang akan dibangun bandara, wilayah Kediri dekat dengan kabupaten Nganjuk yang mayoritas bentang alamnya juga sawah. Kondisi ini alhasil menjadikan masyarakat setempat tidak mudah menjangkau angkutan perkotaan (angkot) atau angkutan perdesaan (angkudes) sebagai moda transportasi.

Kendaraan umum lebih banyak melintasi jalan-jalan di pusat keramaian, bukan jalanan di pelosok ladang.

Dengan kata lain, mayoritas kawasan ini minim mobil angkot/angkudes, jika tak ingin disebut tidak ada sama sekali. Transportasi yang paling andal adalah sepeda dan atau sepeda motor. Varian transportasi lain hanya becak atau bentor (becak motor).

Yang sedikit berharta, mereka mungkin bisa memiliki mobil pribadi. Tapi bagaimana pun juga, sebagian besar arus mobilitas warga memang ditopang oleh kendaraan pribadi.

Pun andai nanti bandara telah berdiri, sehingga membutuhkan kawasan aerocity dengan segala modernitasnya, jelas hal ini tetap tidak akan menjadi jangkauan masyarakat kelas bawah.

Mereka hanya akan menjadikan jalan tol bandara sebagai pemandangan, bukan untuk menjadi penggunanya. Meski memang kini mereka boleh bahagia dengan dana pengganti pembebasan lahan, namun dampak sosial ekonomi pasca bandara beroperasi secara jangka panjang tetap saja akan menimbulkan ketimpangan dan problematika baru.

Berangkat dari semua ini, sesungguhnya bandara Kediri akan difungsikan untuk siapa? Kaum berada atau yang papa? Geliat ekonomi yang diperlancar dengan adanya bandara, akan diporsikan untuk siapa? Untuk menyejahterakan masyarakat yang mana?

Entahlah. Tanpa bermaksud merendahkan diri, toh hingga detik ini faktanya mayoritas pengguna sarana dan moda transportasi udara adalah mereka yang berpunya.

********

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY