“AMPG Ancam Gugat DPRD Garut”
Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Rabu, 10/08 – 2016 ).

– Kalangan elemen dan komponen pergerakan tergabung “Aliansi Masyarakat Pembaharuan Garut” (AMPG) kembali mendesak DPRD kabupaten setempat, agar segera menggunakan haknya melakukan penyelidikan atas sejumlah skandal dugaan pelanggaran dilakukan Bupati Rudy Gunawan selama ini.
AMPG juga memertanyakan tanggapan DPRD menyatakan tertutupnya ruang penggunaan hak-hak DPRD tanpa terlebih dahulu memelajari, serta mendalami kasus-kasus dugaan pelanggaran diadukan AMPG. DPRD bahkan tak pernah meminta klarifikasi dari AMPG.
Demikian mengemuka pada audensi dan penyampaian tanggapan AMPG secara tertulis terhadap “Berita Acara” (BA), dan Surat Pimpinan DPRD sehubungan desakan tuntutan AMPG di Gedung DPRD, diterima Sekretaris Komisi B DPRD, Deden Sopian, Rabu (10/08-2016).

“Bagaimana Pimpinan DPRD bisa langsung menyimpulkan persoalan kita adukan tersebut, lemah tak berdasar? Padahal materi berbentuk dokumen kita adukan itu, belum kita sampaikan. Apalagi dibahas substansi materinya dengan Dewan. Kita justru bertanya-tanya lantaran sampai sekarang kita tak pernah dimintai penjelasan oleh Dewan. Baik substansi maupun dokumen pendukungnya. Sesuai Tatib DPRD,” tandas Ketua Forum Masyarakat Garut Rudy Wijaya.
Rudy menegaskan, jika DPRD tak berani menindaklanjuti tuntutan AMPG, maka pihaknya tak segan mengadukan DPRD secara hukum. Baik perdata maupun pidana.

Terbitnya Surat DPRD Garut Nomor 171.2/722.Pim-DPRD Garut tanggal 3 Agustus 2016 dikaitkan BA pada 1 Agustus 2016 mengindikasikan adanya potensi pelanggaran terhadap pasal 1313, dan pasal 1340 KUH Perdata, pasal 53 UU PTUN, dan pasal 53 KUH Pidana.
Ungkapan senada dikemukakan pula Peneliti pada Masyarakat Peduli Anggaran Garut Haryono.
“Surat Pimpinan DPRD menutup aspirasi masyarakat berupa materi akan dijadikan dokumen untuk dinilai, dipelajari sampai pantas tidaknya dilakukan hak interpelasi. Kewenangan anggota dewan juga ditutup. Padahal namanya hak dewan itu bukan di struktur pimpinan melainkan di anggota dewan. Di sana ada perbuatan mala administrasi, dan perbuatan tak menyenangkan sehingga Pimpinan Dewan berpotensi melakukan pelanggaran sumpah jabatannya,” tegasnya.

Masih menurut Haryono, terdapat sejumlah persoalan bisa ditindaklanjuti DPRD. Semisal pelaksanakan pembangunan sesuai tidaknya dengan basis Tata Ruang Wilayah, RPJP, RPJMD, dan RKPD seperti diatur peraturan perundang-undangan berlaku.
“Sumpah jabatan Bupati menyebutkan Bupati melaksanakan perundang-undangan selurus-lurusnya, dan salah satu perundangan adalah Perda. Ketika tak dilaksanakan maka ada potensi Bupati diberhentikan,” tegasnya, mengingatkan.
Sebab TA 2014, dan 2015 telah dilaksanakan, lanjutnya, bisa saja hak interpelasi tak usah dilaksanakan karena TA 2014, dan 2015 sudah dilaporkan LKPJ. Sehingga disarankan tuduhan yang ada di masyarakat ini, ditanyakan langsung ke Kemendagri, Biro Hukum Kemendagri, Lembaga Administrasi Negara, dan pakar.
Kasus lainnya patut didalami DPRD, yakni mengenai dugaan nepotisme terkait dua kali kegiatan pameran dilaksanakan oleh, dan dengan penanggung jawab keluarga Bupati. Belum lagi sejumlah kasus lain sudah ada putusan hukumnya, semisal sengketa informasi, dan kasus PTUN Pasar Limbangan.

“Jika ada nepotisme, pasti ada korupsi, dan kolusi. Nah, soal ini tanyakan saja langsung ke lembaga berwenang menanganinya, yakni KPK (Komite Pemberantasan Korupsi),” imbuhnya.
Sehingga, ungkap Haryono, sejumlah dugaan pelanggaran dilakukan Bupati Garut tersebut, bukan diuji DPRD melainkan instansi terkait dengan tujuan mencari kebenarannya. Sedangkan DPRD sendiri sebatas fasilitator.
“Apakah nanti akan jadi hak dewan? Belum tentu. Apakah Bupati melanggar? Belum tentu. Siapa tahu nanti kami yang salah karena data kurang, atau kami salah memersepsikan arti Undang Undang,” imbuhnya pula.
Sebelumnya, pada 1 Agustus 2016, massa AMPG mendesak DPRD segera menggunakan hak angket guna melakukan penyelidikan atas sejumlah skandal dugaan pelanggaran dilakukan Bupati Garut Rudy Gunawan dalam memimpin selama ini.

Atas desakan tersebut, Pimpinan DPRD bersama sejumlah Pimpinan Fraksi pun menyatakan sepakat siap menindaklanjutinya, dengan menggunakan hak-hak DPRD.
Kesepakatan itu, tertuang dalam Berita Acara ditandatangani Pimpinan DPRD, Pimpinan Fraksi-Fraksi, dan Koordinator AMPG.
Namun, berselang dua hari kemudian, pada 3 Agustus 2016, DPRD mengeluarkan Surat Ketua/Pimpinan DPRD dan Pimpinan Fraksi-Fraksi bernomor 171.2/722.Pim-DPRD, menyatakan DPRD tak bisa menggunakan hak-hak DPRD.
Dengan alasan, tuntutan disampaikan AMPG dinilai belum memenuhi ketentuan pasal 12 Peraturan DPRD Garut Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib (Tatib) DPRD Garut.
Dengan kata lain, tuntutan AMPG tak didukung kelengkapan data, bukti, dan fakta, katanya.
*********
( nz, jdh ).