Alquran Menuntun Kita Berlaku Adil dan Jujur

Alquran Menuntun Kita Berlaku Adil dan Jujur

876
0
SHARE
Alquran. (Foto: Republika/Agung Supriyanto).

Sabtu 06 Jul 2019 05:05 WIB
Red: Agung Sasongko

Ilustrasi. Salah – Satu Koleksi Pada Museum Al – Qur’an di Madinah Arab Saudi. (Fotografer : John Doddy Hidayat).

“Adil dan jujur menjadi bagian dari karakter Rasulullah”

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Alquran menuntun kita untuk berlaku adil dan jujur dalam berperilaku. Sikap ini menjadi bagian dari karakter Rasulullah yang ada bahkan sejak Muhammad belum menjadi rasul. Karakter al- Amin (orang yang bisa dipercaya) kerap membuat pendapatnya menjadi opsi ketika ada pihak bersengketa.

Pada satu ketika sebelum zaman kenabian, Makkah terkena bencana banjir. Begitu pula Ka’bah. Dinding-dinding ba ngunan tua itu lapuk. Namun, kaum Quraisy terlalu takut untuk merenovasinya. Mereka khawatir dewa yang ada di Ka’bah akan marah jika bangunannya ditinggikan. Padahal, banyak barang berharga tersimpan di dalam Ka’bah.

Satu ketika, sebagaimana dikutip dari Sejarah Hidup Muhammad karya Muham mad Husain Haekal, sebuah kapal milik pedagang Romawi bernama Baqum datang dari Mesir. Dia berlabuh di Jeddah karena kapalnya terempas. Kebetulan, Baqum adalah seorang ahli bangunan. Quraisy membeli kapal itu dengan syarat Baqum harus membangun Ka’bah. Dia lantas menyetujui permintaan itu.

Setelah renovasi hampir selesai, tiba masanya untuk meletakkan kem bali hajar Aswad kembali ke tempat yang disucikan di sudut timur. Untuk memutuskan siapa yang berhak memindahkannya, terjadi perselisihan. Siapa keluarga yang berhak mendapatkan kehormatan untuk memindahkan batu suci itu. Keluarga Abd’d-Dar dan keluarga ‘Adi tak membiarkan ka bilah mana pun untuk campur tangan dalam urusan ini. Keluarga Abd’d-Dar bahkan membawa baki berisi darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah mereka. Peristiwa itu diberi nama La ‘aqat ‘d- Damm, yakni jilatan darah.

Abu Umay ya bin’ l-Mughira, seorang tetua dari bani Makhzum mengungkapkan, keputusan ini hendaknya diserahkan kepada orang yang pertama kali memasuki pintu Shafa. Mereka pun melihat Muhammad melewati tempat itu. Mereka berseru, “Ini al-Amin.” Setelah berpikir sejenak, Muhammad lantas meminta sehelai kain. Kain itu dihamparkannya. Dia mengambil batu itu lalu diletakkan dengan tangannya sendiri. Dia pun berkata, “Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini.” Mereka bersama-sama membawa kain itu ke tempat batu itu akan diletakkan. Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Perselisihan itu pun berakhir dan bencana bisa dihindarkan.

Rasulullah yang ketika itu berusia 35 ta hun bisa ditunjuk menjadi hakim per selisihan meski usianya masih terbilang muda. Rekam jejaknya sebagai pedagang yang jujur sehingga dijuluki al-Amin membuatnya dipercaya masyarakat. Jika Rasulullah tidak memiliki karakter itu, bisa saja dia memilih untuk bersekongkol dengan salah satu keluarga Quraisy untuk mendapatkan keuntungan. Namun, itu tidak dilakukan. Dengan kasatmata pun, keputusan itu menunjuk kan jika dia bebas dari kecurangan. Wallahu alam.

Sumber : Dialog Jumat Republika

*******

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY